Sejarah Agama Syi’ah
Revolusi Iran telah menyilaukan banyak
 kaum muslimin di dunia. Sebab banyak  generasi Islam yang tidak 
memahami inti dan tujuan dari revolusi ini. Agama Syi’ah adalah 
satu-satunya agama di dunia yang mewajibkan pengikutnya agar 
merahasiakan keyakinan mereka, mengikuti para Imam Syi’ah, dan 
menasehatkan agar inti ajaran ini disembunyikan.
 Telah banyak diantara kita yang 
tertipu, ketika melihat mereka shalat, mengucapkan dua kalimat syahadat,
 melawan Amerika, dan lain-lain. Tanpa pernah meneliti sumber-sumber 
ajaran mereka. Disaat kaum muslimin memberikan simpati kepada Syi’ah 
ini. Di negeri mereka (Iran dan Irak) para ulama mereka menfatwakan 
kewajiban untuk membunuh kaum muslimin ahlus sunnah.
 Disaat kaum muslimin mendemo Amerika 
untuk mendukung Iran, wanita Muslimah di Irak mereka bunuh di tengah 
perkampungan, dan mesjid kaum sunni mereka robohkan.  Inikah balasan 
dari simpati yang kita berikan, kaum seperti inikah yang akan kita 
jadikan saudara? Dan agama seperti inikah yang akan kita bela? Seperti 
apakah agama ini sebenarnya? Insya Allah kami akan membagi tulisan ini 
dalam dua kali terbit.
 Yang pertama adalah sejarah awal 
berdirinya agama Syi’ah dan yang kedua adalah prinsip-prinsip dasar yang
 membedakan antara ahlisunnah dan Syi’ah.
 Semenjak hari pertama Rasulullah 
berdakwah kepada Allah, kaum musyrikin menentang agama Islam memfitnah 
dan membunuh para pengikutnya. Permusuhan ini telah berlangsung dan akan
 berlangsung sepanjang sejarah, sampai hari kiamat.
 Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
 “Mereka akan tetap memerangi kamu, sehingga mereka menarik kembali kamu dari agama kamu, seandainya mereka dapat melakukan.” (Qs. Al-Baqarah 2: 217)
Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa
 Sallam meninggal, agama Islam telah tersebar luas di semenanjung Arab. 
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar radiyallahu ‘anhum, 
berkali-kali terjadi perluasan daerah. Dan umat Islam dapat mengalahkan 
dua negara adikuasa pada saat itu yaitu kerajaan Persia dan Romawi.  
Masih pada jaman pemerintahan Umar bin Khatab, satu demi satu 
benteng-benteng di Persia jatuh. Dimulai dari “Hurmuzan” (salah seorang 
pembesar Persia) yang pura-pura masuk Islam setelah kekalahan Persia, 
lalu diikuti oleh orang-orang Iran lainnya. Mereka pura-pura masuk Islam
 tetapi menyimpan tipu daya dan rencana jahat mereka. Tindakan balas 
dendam pertama mereka adalah membunuh Umar bin Khatab radiyallahu ‘anhu.
 Mengapa? Karena Umar radiyallahu ‘anhu lah khalifah yang pertama kali 
mematikan api agama Majusi, menghapus agama mereka dan menghilangkan 
kebanggaan mereka. Tentu saja bersama Orang Persia Ikut pula orang-
orang Yahudi dan Nasrani karena Umar 
radiyallahu ‘anhu lah manusia yang telah mengusir oang Yahudi terakhir 
dari Arabia dan ia pula yang telah membebaskan negeri Syria dari 
kezaliman orang-orang Romawi yang Nashrani.
Dan pada hari Umar radiyallahu ‘anhu 
terbunuh, Abdurrahman bin Abu Bakar melihat Abu Lu’lu’ah, Hurmuzan dan 
Jufainah saling berbisik-bisik. Ketika mereka melihat Abdurrahman, 
jatuhlah sebilah senjata tajam bermata dua dari balik jubah salah 
seorang mereka. Dan telah tertulis dalam sejarah kalau yang membunuh 
Umar adalah Abu Lu’lu'ah.
Rasa permusuhan orang Iran kepada Umar 
radiyallahu ‘anhu tetap hidup walaupun beliau sudah meninggal, mereka 
menjadikan cacian dan makian terhadap Umar radiyallahu ‘anhu  sebagai 
ibadah terbesar kepada Allah, bahkan menganggap hari terbunuhnya Umar 
sebagai hari raya, hari kebanggaan, hari penghormatan, hari zakat. 
Bahkan mereka memanggil pembunuh Umar radiyallahu ‘anhu dengan panggilan
 Baba Syuja'uddin (Bapak Pembela Agama).
Dan ketika umat Islam menaklukkan Iran, 
mereka mengawinkan Husein bin Ali dengan putri raja Iran yang bernama 
Jazdajrij yang datang bersama tawanan-tawanan. Perkawinan tersebut 
menjadi sebab mengapa orang Iran bersikap fanatik terhadap Husein, 
tetapi tidak terhadap Hasan, yakni karena anak Husein dari Syahbanu 
berdarah Iran dari dinasti Sasanid yang dianggap keramat oleh mereka.
Ketika terjadinya kesalah pahaman antara
 Ali dan Muawiyah radiyallahu ‘anhum, orang-orang Yahudi dan Majusi 
memakai kesempatan tersebut untuk memecah belah umat I slam dan 
menimbulkan permusuhan di antara mereka. Dengan memakai intrik kotor ala
 Yahudi seperti yang dilakukan oleh Abdullah bin Saba'.
Abdullah bin Saba'
Abdullah bin Saba' asalnya seorang 
Yahudi dari San'a (ibu kota Yaman), ibunya seorang wanita kulit hitam. 
Ia masuk Islam pada masa kekhalifahan Ustman radiyallahu ‘anhu.  Orang 
ini menaruh dendam terhadap Islam karena berhasil melenyapkan kekuasaan 
dan mengusir bangsa Yahudi dari Tanah Arab. Ia hidup berpindah-pindah 
tempat dari Hijaz, kemudian ke Basra, lalu ke Kufah, lalu ke Syam. Di 
setiap tempat yang ia kunjungi ia selalu berusaha menyesatkan manusia 
dari jalan yang benar. Namun karena tidak mendapat tanggapan dari kaum 
muslimin disana. Lalu ia pergi ke Mesir. Disana beliau banyak 
mendapatkan pengikut dan mengajarkan ajaran “inkarnasi”beliau mengatakan
 kepada masyarakat; ” Saya sungguh heran dengan orang yang 
mengatakan bahwa kelak Isa akan kembali lagi, sedang mereka tidak 
percaya akan kembalinya Ali dikemudian hari.... Ali lah yang lebih patut
 untuk kembali ke dunia ini dari pada Isa...”
Pengikut-pengikut Abdullah bin Saba' 
mengatakan bahwa inkarnasinya Ali adalah bagian dari ketuhanan Ali 
radiyallahu ‘anhu. Mereka percaya bahwa Ali radiyallahu ‘anhu tidak mati
 karena mengandung ketuhanan. Ali radiyallahu ‘anhu lah yang membawa 
awan, petir adalah suara Ali radiyallahu ‘anhu, dan kilat adalah 
alamatnya...
Adullah bin Saba' juga menyiarkan fitnah
 bahwa ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam meninggal, para 
shahabat kembali menjadi kafir kecuali tiga orang, kaum muslimin sepakat
 untuk menyingkirkan Ali radiyallahu ‘anhu dengan mengangkat Abu Bakar, 
kemudian Umar, Kemudian Ustman sebagai khalifah. Dia menuduh para 
shahabat telah merebut kekuasaan dari tangan Ali radiyallahu ‘anhu dan 
anak-anaknya.
BAGAIMANAKAH SIKAP ALI TERHADAP PENGIKUT SABA'IYAH INI
Amirul Mukminin Ali radiyallahu ‘anhu 
ketika mendengar perkataan Abdullah bin Saba' ini tentang dirinya sangat
 marah, lalu ia memanggil Abdullah bin Saba'. Abdullah bin Saba' mengaku
 dengan mengatakan; ”Benar, engkau adalah Allah.” Amirul Mukminin 
berkata, “Kamu sudah dikuasai syetan. Tinggalkanlah ajaranmu dan bertaubatlah wahai orang yang celaka.”
Setelah itu Ali radiyallahu ‘anhu 
memerintahkan agar Abdullah bin Saba' untuk dibakar, namun kaum Rafidhah
 (Syi'ah) bersatu dalam menolak keputusan Ali dan mengatakan agar 
Abdullah bin Saba' dibuang saja. Karena suhu politik pada masa itu masih
 kacau, Abdullah bin Saba' diasingkan ke Mada'in dan diperintahkan untuk
 tidak menyiarkan ajarannya. Setelah itu Amirul Mukminin Ali radiyallahu
 ‘anhu mengambil tindakan keras terhadap orang yang masih menyiarkan 
ajaran Saba'iyah ini. Sebagian dari mereka ada yang diusir, sebagian 
lagi ada yang dibunuh dengan pedang atau dengan dibakar hidup-hidup.
Dihadapan pengikutnya Amirul Mukminin 
Ali radiyallahu ‘anhu menerangkan bahwa ia hanyalah seorang hamba Allah 
yang taat kepada Tuhannya.
Maka barangsiapa yang diketahui mereka 
adalah pengikut Saba'iyah maka mereka akan dijatuhi dengan hukuman 
bakar.  Dalam khotbahnya Imam Ali berkata, “Mengapa ada orang-orang 
yang memperkatakan terhadap dua orang pemuka Quraisy dan bapak kaum 
Muslimin, hal-hal yang saya sendiri jauh dari pandangan serta berlepas 
diri dari
apa yang mereka katakan, dan aku 
akan menghukum orang yang memperkatakannya. Demi Allah yang menumbuhkan 
biji dan menciptakan jiwa, tidak mencintai mereka kecuali orang mukmin 
yang takwa, dan tidak membenci mereka kecuali orang durhaka dan rendah 
moral ...”
Berhubung dengan sikap Ali radiyallahu 
‘anhu yang keras terhadapgolongan Saba'iyah ini, maka para pengikut 
Saba'iyah terpaksa menyembunyikan keyakinan mereka, dan mulailah mereka 
menyiarkan ajaran mereka dengan cara sembunyi-sembunyi dengan memakai 
kedok “At-Taqiyah”
Namun setelah Ali radiyallahu ‘anhu 
terbunuh oleh Abdurrahman Al Muljam, maka Abdullah bin saba' keluar dari
 Madain dan mulai menyebarkan ajarannya bahkan mereka menambah 
kesesatannya dengan mengatakan bahwa Ali tidak mati dan tidak dibunuh. 
Ia tidak akan mati sehingga ia menggiring bangsa Arab dengan tongkatnya 
dan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya penuh dengan 
kezaliman.”
Syi’ah Sekarang
Revolusi Iran adalah revolusi Syi'ah. 
Dan kefanatikan kepada Imam mereka tidak dapat dilukiskan, mereka telah 
menuliskannya dalam buku-buku mereka dan menyiarkannya ke seluruh dunia 
tanpa tedeng aling. Khomeini mengatakan ke seluruh dunia bahwa imam-imam
 Syi'ah adalah sederajat dengan Allah yang Maha Pencipta. Dalam bukunya “Al-Hukumah Islamiyah”, ia menulis: Ajaran-ajaran
 Imam Itu seperti ajaran Al-Qur'an, harus kita ikuti dan kita 
jalankan... Imam itu mempunyai derajat yang tinggi, kedudukan yang 
terpuji, kekuasaan alamiyah yang kepadanya semua atom dunia ini 
tunduk... Imam-imam Syi'ah adalah tuhan-tuhan yang memiliki sifat-sifat 
Tuhan, yang tidak ngantuk dan tidak tidur”
Lebih dari seribu ulama telah 
menjatuhkan hukuman murtad dan kafir kepada kepada Khomaini ini pada 
Muktamar Islam ke Tiga yang diadakan oleh Rabithah Alam Islami di Mekkah
 Tanggal 18–22 Safar 1408 H. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah juga
 sependapat dengan Ijma' tersebut, karena Khomeini telah menentang 
nash-nash Al-Qur'an yang jelas.
Abu Umar Abdul Aziz
Maraji’:
- Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Gerakan Syi'ah Oleh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir
- Tikaman Syi'ah Terhadap Para Shahabat Nabi Oleh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir
- Virus Syi'ah Oleh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir
- Pengkhianatan-Pengkhianatan Syi'ah dan Pengaruhnya Terhadap kekalahan Umat Islam Oleh Dr. Imad Ali Abdus Sami'
- Hakikat Akidah Syi'ah Oleh Dr. Muhammad kamil al-Hasyimi
- Mengapa saya keluar dari Syi'ah? Oleh Dr. Sayid Husein Al-Musawi
Terkait:
Sumber: Buletin Dar el-Iman Vol.22/Th:1/2007

 
 
 
 
 
 
0 komentar: