INDONESIA PADA MASA KOLONIAL
Pada
tahun 1595 Coenelis
de Houtman yang sudah merasa mantap, mengumpulkan modal untuk membiayai
perjalanan ke Timur Jauh. Pada bulan April 1595, Cornelis de Houtman dan De Keyzer
dengan 4 buah kapal memimpin pelayaran menuju Nusantara. Selama dalam pelayaran
itu selalu berusaha menjauhi jalan pelayaran Portugis. Pada bulan Juni 1596
pelayaran yang dipimpin oleh De Houtman berhasil berlabuh di Banten.
A. VOC
(Verenigde Oost Indische Compagnie)
Atas
prakarsa dari dua tokoh Belanda, yaitu : Pangeran Maurits dan Johan van Olden
Barnevelt, pada tahun 1602 kongsi-kongsi dagang Belanda dipersatukan
menjadi sebuah kongsi dagang besar yang diberi nama VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie)
atau Persekutuan Maskapai Perdagangan Hindia Timur. Pengurus pusat VOC terdiri
dari 17 orang. Pada tahun 1602 VOC membuka kantor pertamanya di Banten yang
dikepalai oleh Francois
Wittert. Adapun tujuan dibentuknya VOC adalah :
a.
Untuk menghindari persaingan tidak
sehat antara sesama pedagang Belanda sehingga keuntungan maksimal dapat
diperoleh.
b.
Untuk memperkuat posisi Belanda
dalam menghadapi persaingan dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya maupun dengan
bangsa-bangsa Asia.
c.
Untuk membantu dana pemerintah
Belanda yang sedang berjuang menghadapi Spanyol yang masih menduduki Belanda.
Agar dapat melaksanakan tugasnya
dengan leluasa, oleh pemerintah Belanda VOC diberi hak-hak istimewa yang
dikenal sebagai Hak Octroi yang
meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.
Monopoli perdagangan
2.
Mencetak dan mengedarkan uang
3.
Mengangkat dan memberhentikan
pegawai
4.
Mengadakan perjanjian dengan
raja-raja
5.
Memiliki tentara untuk mempertahankan diri
6.
mendirikan benteng
7.
menyatakan perang dan damai
8.
mengangkat dan memberhentikan
penguasa-penguasa setempat
Untuk
mendapatkan keuntungan yang besar VOC menerapkan monopoli perdagangan. Bahkan
pelaksanaan monopoli VOC di Maluku lebih keras dari pada pelaksanaan monopoli
bangsa Portugis. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC dalam melaksanakan
monopoli perdagangan antara lain sebagai berikut :
1.
Verplichte Leverantie
2.
Contingenten
3.
Ekstirpasi
4.
Pelayaran Hongi
SISTEM BIROKRASI VOC
Untuk
memerintah wilayah-wilayah di Indonesia yang sudah dikuasai, VOC mengangkat
seorang Gubernur Jendral yang
dibantu oleh empat orang anggota yang disebut Raad Van Indie (Dewan India). Di bawah
Gubernur Jendral diangkat beberapa Gubernur yang memimpin suatu daerah. Di
bawah Gubernur terdapat beberapa Residen yang dibantu oleh Asisten Residen.
Sedangkan pemerintahan dibawahnya lagi diserahkan kepada pemerintahan
tradisional seperti raja dan bupati. Sistem pemerintaha seperti ini disebut dengan sistem
pemerintahan tidak langsung (Indirect
Rule).
KEMUNDURAN VOC
Kemunduran dan kebangkrutan VOC terjadi
sejak awal abad ke-18. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Banyak
korupsi yang dilakukan oleh pegawai-pegawai VOC
2. Anggaran
pegawai terlalu besar sebagai akibat semakin luasnya wilayah kekuasaan VOC
3. Biaya
perang untuk memadamkan perlawanan rakyat sangat besar
4. Adanya
persaingan dengan kongsi dagang bangsa lain, seperti kongsi dagang Portugis (Compagnie des Indies) dan kongsi dagang
Inggris (East Indian Company).
5. Hutang
VOC yang sangat besar
6. Pemberian
deviden kepada pemegang saham walaupun usahanya mengalami kemunduran
7. Berkembangnya
faham liberalisme, sehingga monopoli perdagangan yang diterapkan VOC tidak
sesuai lagi untuk diteruskan
8. Pendudukan
Perancis terhadap negeri Belanda pada tahun 1795. menganggap badan seperti VOC
tidak dapat diharapkan terlalu banyak dalam menghadapi Inggris, sehingga VOC
harus dibubarkan.
Pada tahun 1795
dibentuklah panitia pembubaran VOC. Pada tahun itu pula hak-hak istimewa VOC (octroi) dihapus. VOC dibubarkan pada
tanggal 31 Desember 1799 dengan saldo kerugian sebesar 134,7 juta gulden.
Selanjutnya semua hutang dan kekayaan VOC diambil alih oleh pemerintah kerajaan
Belanda.
B. MASA PEMERINTAHAN KOLONIAL HINDIA BELANDA
Pada tahun 1795,
Partai Patriot Belanda yang anti raja, atas bantuan Perancis, berhasil merebut
kekuasaan. Sehingga di Belanda terbentuklah pemerintahan baru yang disebut Republik Bataaf
(Bataafsche Republiek). Republik ini menjadi boneka Perancis yang sedang
dipimpin oleh Napoleon
Bonaparte. Sedangkan raja Belanda, Willem V, melarikan diri dan membentuk
pemerintah peralihan di Inggris. Pada waktu itu antara Inggris dan Perancis
sedang bermusuhan dengan hebatnya.
Setelah
VOC dibubarkan oleh pemerintahan tersebut pada tahun 1800, maka tanah jajahan
yang dulu dikuasai VOC kemudian ditangani oleh suatu badan yang disebut “Aziatische
Raad”. Kekuasaan pemerintahan Belanda di Indonesia dipegang oleh
Gubernur Jendral Johannes Siberg
(1801-1804) yang menggantikan Gubernur Jendral Overstraaten sebagai Gubernur Jendral VOC yang terakhir.
C. MASA PEMERINTAHAN HERMAN W.
DAENDELS
1. LATAR BELAKANG
Karena secara geografis letak Belanda dekat dengan
Inggris, Napoleon Bonaparte merasa perlu menduduki Belanda. Sehingga pada tahun
1806, Perancis (Napoleon) membubarkan Republik Bataaf dan membentuk “Koninkrijk
Holland” (Kerajaan Belanda) sebagai gantinya. Napoleon kemudian mengangkat Louis Napoleon sebagai raja
Belanda. Hal ini berarti sejak saat itu pemerintahan yang berkuasa di Indonesia
adalah pemerintahan Belanda-Perancis. Louis Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels sebagai
Gubernur Jendral di Indonesia (1808 – 1811. Daendels mulai menjalankan tugasnya
pada tahun 1808 dengan tugas utama “mempertahankan Pulau Jawa dari serangan
Inggris”.
2. KEBIJAKAN PEMERINTAHAN HERMAN W. DAENDELS
a. Bidang Birokrasi Pemerintahan
1.
Pusat pemerintahan (Weltevreden) dipindahkan agak masuk ke
pedalaman
2.
Dewan Hindia Belanda sebagai dewan
legislatif pendamping Gubernur Jendral dibubarkan dan diganti dengan Dewan
Penasehat.
3.
Para bupati dijadikan pegawai
pemerintahan Belanda dan diberi pangkat sesuai dengan ketentuan kepegawaian
pemerintah Belanda.
b. Bidang Hukum dan Peradilan
1.
Dalam bidang hukum Daendels
membentuk 3 jenis pengadilan, yaitu :
a.
Pengadilan untuk orang Eropa
b.
Pengadilan untuk orang Pribumi
c.
Pengadilan untuk orang Timur Asing
2.
Pemberantasan korupsi tanpa
pandang bulu termasuk terhadap bangsa Eropa. Akan tetapi ia sendiri malah
melakukan korupsi besar-besaran dalam kasus penjualan tanah kepada pihak
swasta.
c. Bidang Militer dan Pertahanan
1.
Membangun jalan antara Anyer –
Panarukan. Jalan ini penting sebagai lalu-lintas pertahanan maupun
perekonomian.
2.
Membangun pabrik senjata di Gresik
dan Semarang. Hal ini dilakukan Daendels sebab tidak lagi dapat mengharapkan
bantuan dari Eropa. Hubungan Belanda dan Indonesia sangat sukar sebab ada
blokade Inggris di lautan.
3.
Membangun pangkalan angkatan laut
di Ujung Kulon dan Surabaya.
d. Bidang Ekonomi dan Keuangan
1.
Membentuk Dewan Pengawas Keuangan
Negara (Algemene Rekenkaer) dan
dilakukan pemberantasan korupsi dengan keras.
2.
Pajak In Natura (Contingenten)
dan sistem penyerahan wajb (Verplichte
Leverantie) yang diterapkan pada zaman VOC tetap dilanjutkan, bahkan
diperberat.
3.
Mengadakan Preanger Stelsel,
yaitu kewajiban bagi rakyat Priangan dan sekitarnya untuk menanam tanaman
ekspor (kopi).
e. Bidang Sosial
1.
Rakyat dipaksa untuk melakukan
kerja rodi untuk membangun jalan Anyer – Panarukan.
2.
Menghapus upacara penghormatan
kepada residen, sunan atau sultan.
3.
Membuat jaringan pos distrik
dengan menggunakan kuda pos.
Louis Bonaparte
sebagai raja Belanda, akhirnya menarik kembali Daendels dengan pertimbangan
Daendels sudah berbuat optimal di Indonesia. Apabila diteruskan lebih lama
lagi, maka dikhawatirkan akan memperburuk citra Belanda di Indonesia. Penarikan
Daendels ke Belanda disertai dengan pengangkatannya sebagai seorang Panglima
Perang yang kemudian dikerahkan ke medan Rusia.
D. MASA
PENJAJAHAN INGGRIS DI INDONESIA (Masa Interegnum) 1811 – 1816
1. LATAR
BELAKANG
Ketika akhirnya Inggris menyerbu Pulau Jawa, Daendels sudah dipanggil
kembali ke Eropa. Penggantinya, Gubernur Jendral Jansen, tidak mampu menahan
serangan musuh, sehingga terpaksa menyerah. Akhir dari penjajahan Belanda –
Perancis ini ditandai dengan Kapitulasi
Tuntang, yang isinya sebagai berikut :
1.
Seluruh Jawa dan sekitarnya
diserahkan kepada Inggris
2.
Semua tentara Belanda menjadi
tawanan Inggris
3.
Semua pegawai Belanda yang mau
bekerjasama dengan Inggris dapat memegang jabatannya terus.
4.
Semua hutang Pemerintah Belanda
yang dulu, bukan menjadi tanggung jawab Inggris.
Kapitulasi Tuntang
ini ditandatangani pada tanggal 18 – 9 – 1811, oleh S. Auchmuty dari pihak Inggris dan Janssens dari pihak Belanda.
Seminggu
sebelum Kapitulasi Tuntang, 11 – 9 – 1811, raja muda (Viceroy) Lord Minto yang
berkedudukan di India, mengangkat Thomas
Stamford Raffles sebagai Wakil Gubernur (Lieutenant Governor) di Jawa.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya Raffles berkuasa penuh di Indonesia.
2. KEBIJAKAN PEMERINTAHAN THOMAS STAMFORD RAFFLES
a. Bidang Birokrasi Pemerintahan
Langkah-langkah
Raffles pada bidang pemerintahan sebagai berikut :
1.
Pulau Jawa dibagi menjadi 16 keresidenan.
2.
Sistem pemerintahan feodal oleh
Raffles dianggap dapat mematikan usaha-usaha rakyat.
3.
Bupati-bupati atau
penguasa-penguasa pribumi dijadikan pegawai pemerintah kolonial yang langsung
di bawah kekuasaan pemerintah pusat.
b. Bidang Ekonomi dan Keuangan
1.
Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem penyerahan
wajib (verplichte Leverantie) yang
sudah diterapkan sejak zaman VOC. Kedua peraturan tersebut dianggap terlalu
berat dan dapat mengurangi daya beli rakyat.
2.
Menetapkan Sistem Sewa Tanah (Landrent).
3.
Mengadakan monopoli garam dan
minuman keras.
c. Bidang Sosial
1.
Penghapusan kerja rodi (kerja
paksa)
2.
Penghapusan perbudakan.
3.
Peniadaan Pynbank (disakiti) yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan
Harimau.
d. Bidang Ilmu Pengetahuan
Masa pemerintahan
Raffles di Indonesia memberikan banyak peninggalan yang berguna bagi Ilmu
Pengetahuan, seperti :
1.
Ditulisnya buku berjudul History
of Java.
2.
Ditemukannya bunga Rafflesia
Arnoldi
3.
Dirintisnya Kebun Raya Bogor
3. BERAKHIRNYA KEKUASAAN THOMAS
STAMFORD RAFLLES
Berakhirnya
pemerintahan Raffles di Indonesia ditandai dengan adanya Convention of
London, 1814. Perjanjian tersebut ditandatangani di London oleh
wakil-wakil Belanda dan Inggris yang isinya sebagai berikut :
1.
Indonesia dikembalikan kepada Belanda
2.
Jajahan Belanda seperti Sailan,
Kaap Koloni, Guyana, tetap ditangan Inggris
3.
Cochin (di pantai Malabar) diambil
alih oleh Inggris dan Bangka diserahkan kepada Belanda sebagai gantinya.
E. MASA
PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA (Nederlandsch
Indie) (1816 – 1942)
1. Pemerintahan Komisaris
Jendral
Setelah
berakhirnya kekuasaan Inggris, yang berkuasa di Indonesia adalah Pemerintahan
Hindia Belanda. Pada mulanya pemerintahan ini merupakan pemerintahan kolektif
yang terdiri dari tiga orang, yaitu : Flout,
Buyskess dan Van Der
Capellen. Mereka berpangkat komisaris Jendral. Masa peralihan ini
hanya berlangsung dari tahun 1816 – 1819. Pada tahun 1819, kepala pemerintahan
mulai dipegang oleh seorang Gubernur Jendral Van Der Capellen (1816-1824)
Dengan
berdirinya Singapura maka timbullah perselisihan mengena batas-batas wilayah
kekuasaan pendudukan Inggris dan Belanda. Masalah ini kemudian diselesaikan
lewat Treaty of London,
1824, yang isinya sebagai berikut :
1.
Kedua negeri (Belanda dan Inggris)
berhak untuk saling memasuki wilayah jajahan masing-masing.
2.
Belanda menarik diri dari
jajahannya di Asia Daratan (Benggala, Gujarat, Malaka dan Singapura
3.
Inggris menarik diri dari
nusantara dan menyerahkan Bengkulu, Bangka dan Belitung.
4.
Kemerdekaan Aceh dihormati oleh
kedua belah pihak, karena Aceh dijadikan Bufferstaat yaitu daerah pemisah
antara Kekuasaan Belanda di Indonesia dan Inggris di Singapura dan Malaka.
5.
Inggris dan Belanda bertanggung
jawab atas keamanan di selat Malaka.
Pada kurun waktu 1816-1830,
pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif terus berlangsung.
Sementara itu kondisi di negeri Belanda dan di Indonesia semakin memburuk. Oleh
karena itulah usulan Van Den Bosch
untuk melaksanakan Cultuur Stelsel
(tanam paksa) diterima dengan baik, karena dianggap dapat memberikan
keuntungan yang besar bagi negeri induk.
F. PENERAPAN
SISTEM TANAM PAKSA (CULTUUR STELSEL)
PADA TAHUN 1830 - 1870
a. Latar Belakang Sistem Tanam Paksa
1.
Di Eropa Belanda terlibat dalam
peperangan-peperangan pada masa kejayaan Napoleon, sehingga menghabiskan biaya
yang besar.
2.
Terjadinya Perang kemerdekaan
Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.
3.
Terjadi Perang Diponegoro
(1825-1830) yang merupakan perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda.
Perang Diponegoro menghabiskan biaya kurang lebih 20.000.000 Gulden.
4.
Kas negara Belanda kosong dan
hutang yang ditanggung Belanda cukup berat.
5.
Pemasukan uang dari penanaman kopi
tidak banyak.
6.
Kegagalan usaha mempraktekkan
gagasan liberal (1816-1830) dalam mengeksploitasi tanah jajahan untuk
memberikan keuntungan besar terhadap negeri induk.
b. Aturan-aturan Tanam Paksa
Ketentuan-ketentuan pokok Sistem Tanam
Paksa terdapat dalam Staatblad (lembaran negara) tahun
1834, no. 22, beberapa tahun setelah Tanam Paksa dijalankan di Pulau Jawa.
Bunyi dari ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Persetujuan-persetujuan akan
diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk
penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual dipasaran Eropa.
2.
Tanah pertanian yang disediakan
penduduk, tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki
penduduk desa.
3.
Pekerjaan yang diperlukan untuk
menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman
padi.
4.
Tanah yang disediakan penduduk
tersebut bebas dari pajak tanah.
5.
Hasil dari tanaman tersebut
diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda; Jika harganya ditaksir melebihi
pajak tanah yang harus dibayar rakyat, maka kelebihan itu diberikan kepada
penduduk.
6.
Kegagalan panen yang bukan karena
kesalahan petani, akan menjadi tanggungan pemerintah
7.
Bagi yang tidak memiliki tanah,
akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.
8.
Pelaksanaan Tanam Paksa diserahkan
kepada pemimpin-pemimpin pribumi. Pegawai-pegawai Eropa bertindak sebagai
pengawas secara umum.
Ketentuan ketentuan
tersebut memang kelihatan tidak terlampau menekan rakyat. Dalam prakteknya,
sistem tanam paksa seringkali menyimpang, sehingga rakyat banyak dirugikan,
misalnya:
1.
Perjanjian tersebut seharusnya
dilakukan dengan suka rela akan tetapi dalam pelaksanaannya dilakukan dengan
cara-cara paksaan.
2.
Luas tanah yang disediakan
penduduk lebih dari seperlima tanah mereka. Seringkali tanah tersebut satu per
tiga bahkan semua tanah desa digunakan untuk tanam paksa.
3.
Pengerjaan tanaman-tanaman ekspor
seringkali jauh melebihi pengerjaan tanaman padi. Sehingga tanah pertanian
mereka sendiri terbengkelai.
4.
Pajak tanah masih dikenakan pada
tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.
5.
Kelebihan hasil panen setelah
diperhitungkan dengan pajak tidak dikembalikan kepada petani.
6.
Kegagalan panen menjadi tanggung
jawab petani
7.
Buruh yang seharusnya dibayar oleh
pemerintah dijadikan tenaga paksaan.
c. Akibat-akibat Tanam Paksa
Bagi Belanda
1. Meningkatnya
hasil tanaman ekspor dari negeri jajahan dan dijual Belanda di pasaran Eropa
2. Perusahaan
pelayaran Belanda yang semula kembang kempis, pada masa Tanam Paksa mendapat
keuntungan besar
3. Pabrik-pabrik
gula yang semula diusahakan oleh kaum swasta Cina, kemudian juga dikembangkan
oleh pengusaha Belanda karena keuntungannya besar.
4. Belanda
mendapatkan keuntungan (batiq slot)
yang besar.
Bagi Indonesia
Dampak negatif :
1. Kemiskinan
dan penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan
2. Beban pajak yang
berat
3. Pertanian
utamanya padi banyak mengalami kegagalan panen
4. Kelaparan dan
kematian terjadi dimana-mana.
5. Jumlah
penduduk Indonesia menurun.
Dampak positif :
1. Rakyat
Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru
2. Rakyat Indonesia
mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor.
Karena
reaksi-reaksi tersebut, secara berangsur-angsur pemerintah Belanda mulai
mengurangi pemerasan lewat Tanam Paksa dan menggantikannya dengan sistem
politik ekonomi liberal kolonial. Tonggak berakhirnya Tanam Paksa adalah dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Pokok
Agraria (Agrarische Wet), 1870.
G. POLITIK EKONOMI LIBERAL KOLONIAL SEJAK TAHUN 1870
1. LATAR BELAKANG
a.
Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa
yang telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi namun memberikan keuntungan
besar bagi Pemerintah Kerajaan Belanda.
b.
Berkembangnya faham liberalisme
sebagai akibat dari Revolusi Perancis dan Revolusi Industri sehingga sistem
Tanam Paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
c.
Kemenangan Partai Liberal dalam
Parlemen Belanda yang mendesak Pemerintah Belanda menerapkan sistem ekonomi
liberal di negeri jajahannya (Indonesia). Hal ini dimaksudkan agar para
pengusaha Belanda sebagai pendukung Partai Liberal, dapat menanamkan modalnya
di Indonesia.
d.
AdanyaTraktat Sumatera, 1871, yang
memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai
imbalannya Inggris meminta Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal di
Indonesia, agar pengusaha Inggris dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
Pelaksanaan politik ekonomi liberal ini
dilandasi dengan beberapa peraturan diantaranya sebagai berikut :
1.
Indische Comptabiliteit Wet, 1867.
2.
Suiker Wet
3.
Agrarische Wet (Undang-undang
Agraria),1870.
4.
Agrarische Besluit, 1870.
2. PELAKSANAAN SISTEM POLITIK EKONOMI LIBERAL
Sejak tahun 1870 di
Indonesia diterapkan Imperialisme Modern (Modern
Imperialism). sejak tahun tersebut di Indonesia telah diterapkan Opendeur Politiek yaitu politik
pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing. Disamping modal swasta Belanda
sendiri, modal swasta asing lain juga masuk ke Indonesia, seperti modal dari
Inggris, Amerika, Jepang dan Belgia. Modal-modal swasta asing tersebut tertanam
pada sektor-sektor pertanian dan pertambangan, seperti karet, teh, kopi,
tembakau, tebu, timah dan minyak. Sehingga perkebunan-perkebunan dibangun
secara luas dan meningkat pesat.
3. AKIBAT SISTEM POLITIK LIBERAL KOLONIAL
Ø Bagi Belanda :
1.
Memberikan keuntungan yang sangat
besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial Belanda.
2.
Hasil-hasil produksi perkebunan
dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda. Pada tahun 1870 luas tanah di
pulau Jawa yang ditanami tebu seluas 54.176 bahu, maka dalam tahun 1900
meningkat menjadi 128.301 bahu.
3.
Negeri Belanda menjadi pusat
perdagangan hasil dari tanah jajahan.
Ø Bagi rakyat Indonesia :
- Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk
- Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula membawa akibat buruk bagi penduduk. Uang sewa tanah dan upah pekerja menurun.
- Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa meningkat cukup pesat.
- Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyak barang-barang impor dari Eropa.
- Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan kereta api.
- Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman yang berat bagi yang melanggar peraturan Poenale Sanctie.
H. POLITIK ETIS
1. Latar Belakang
a. Pelaksanaan
sistem tanam paksa yang mendatangkan keuntungan berlimpah bagi Belanda, namun
menimbulkan penderitaan rakyat Indonesia.
b. Eksploitasi
terhadap tanah dan penduduk Indonesia dengan sistem ekonomi liberal tidak
mengubah nasib buruk rakyat pribumi.
c. Upaya
Belanda untuk memperkokoh pertahanan negeri jajahan dilakukan dengan cara
penekanan dan penindasan terhadap rakyat.
d. Adanya
kritik dari kaum intelektual Belanda sendiri (Kaum Etisi) seperti Van Kol, Van Deventer, Brooschooft, De Waal, Baron van Hoevell, Van
den Berg, Van De Dem
dan lain-lain.
Tokoh
tersebut memperjuangkan agar pemerintah Belanda meningkatkan kesejahteraan
moril dan materiil kaum pribumi, menerapkan desentralisasi dan efisiensi.
Perjuangan mereka kemudian dikenal sebagai Politik
Etis. Politik ini kemudian didukung oleh Politik Asosiasi yang memandang perlunya kerjasama yang erat antara
golongan Eropa dan rakyat pribumi untuk kemajuan tanah jajahan.
2. Pelaksanaan Politik etis
Pada
periode 1900 -1925 banyak kemajuan dan perubahan dicapai. Bangunan-bangunan
besar didirikan, semua itu merupakan keharusan dalam kemajuan yang tidak dapat
dielakkan. Perubahan-perubahan tersebut sebagai berikut :
a. Desentralisasi Pemerintahan
Sebelum
tahun 1900 pemerintahan di Indonesia dilakukan secara sentralisasi. Seluruh
jalannya pemerintahan ditentukan oleh menteri jajahan dan pusat pemerintahan
yang ada di Nederland. Sejak tahun 1854 dikeluarkan peraturan yang memberikan
hak kepada parlemen untuk mengawasi jalannya pemerintahan Hindia-Belanda. Hal
ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman ekonomi liberal.
b. Irigasi
Sarana
yang sangat vital bagi pertanian adalah sarana irigasi (pengairan). Pada tahun
1885 pemerintah telah membangun secara besar-besaran bangunan irigasi di
Brantas dan Demak seluas 96.000 bau. Pada tahun 1908 berkembang menjadi 173.000
bau. Menurut rencana pada tahun 1890 akan dibangun irigasi seluas 427.000 bau
selama 10 tahun.
c. Emigrasi (Transmigrasi)
Dalam abad ke-19 terjadi
migrasi penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, berhubung dengan perluasan
tanaman tebu.
d. Edukasi
Pada mulanya pemerintah
kolonial Belanda membentuk dua macam sekolah untuk rakyat pribumi. Sekolah
kelas I (angka satu) yang diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri, orang
berkedudukan dan berharta. Sedangkan sekolah kelas II (angka dua) diperuntukkan
kepada anak-anak pribumi pada umumnya. Mata pelajaran yang diberikan meliputi
membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, ilmu alam, sejarah dan menggambar.
3. Kegagalan Politik Etis Dan Politik Asosiasi
Kegagalan
pelaksanaan politik Etis tersebut nampak dalam :
1.
Sejak pelaksanaan sistem ekonomi
liberal Belanda mendapatkan keuntungan yang besar, sedangkan tingkat
kesejahteraan rakyat pribumi tetap rendah.
2.
Hanya sebagian kecil kaum pribumi
yang memperoleh keuntungan dan kedudukan yang baik dalam masyarakat kolonial,
yaitu golongan pegawai negeri.
3.
Pegawai negeri dari golongan
pribumi hanya digunakan sebagai alat saja, sehingga dominasi bangsa Belanda
0 komentar: