Organisasi Dalam Bidang Politik Pada Masa Pergerakan
Organisasi Dalam Bidang
Politik Pada Masa Pergerakan
Indische Partij
Pada tanggal 12 Desember 1912, Indische Partij didirikan di
Bandung oleh yaitu Dr. E.F.E. Douwes Dekker, Suwardi Suryaningrat, dan dr.
Cipto Mangunkusumo (ketiga tokoh ini dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai). Tiga
tokoh tersebut terkenal dengan tokoh radikal, Douwes Dekker terkenal dengan
kritikan-kritikan terhadap pemerintah kolonial Belanda lewat surat kabar yang
dipimpinnya yaitu De Express. Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo
adalah mantan anggota Budi Utomo yang keluar karena Budi Utomo dikuasai oleh
para priyayi yang loyal pada pemerintah Belanda. Mereka selalu melayangkan
slogan-slogan Indie Los van Holland (Indonesia bebas dari Belanda) dan Indie
vor Indiers (Indonesia untuk orang Indonesia). Sifat nasonalisme Indonesia
sangat kental mewarnai gerak organisasi ini, sifat keanggotaan yang terbuka
memungkinkan organisasi ini dapat dimasuki oleh orang-orang dari golongan,
suku, agama yang berbeda. Namun, Indische Partij tidak berumur panjang, sebab
pada tahun 1923 organisasi ini dibubarkan. Pembubaran organisasi ini dipicu
oleh tulisan Indische Partij yang mengkritik perayaan kemerdekaan Belanda dari
Spanyol di negeri jajahan yang belum merdeka, yaitu Indonesia.
Perhimpunan Indonesia
Perhimpunan Indonesia pada awalnya merupakan organisasi yang
pada mulanya bernama Indische Vereeniging yang didirikan oleh mahasiswa
Indonesia di Jakarta pada tanggal 22 Desember 1908. Kemudian pada tahun 1923 Indische
Vereeniging mengeluarkan semacam keterangan asas yaitu Indonesia merdeka yang
lepas dari penjajahan. Untuk mempersiapkannya harus ada usaha untuk membangun
tenaga nasional. Dalam membangun tenaga nasional itu, rakyat Indonesia tidak
boleh bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Sejak saat itulah Indische
Vereeniging yang dipimpin oleh Iwa Kusumasoemantri bergerak dan memasuki dunia
politik. Pada tahun 1922 Indische Vereeniging diganti menjadi Indonesische
Vereeniging dan kegiatannya pun menjadi bersifat politik dengan tiga asas
pokok, yaitu:
- Indonesia harus menentukan nasibnya sendiri;
- Bangsa Indonesia harus mengandalkan kekuatan dan kemampuan sendiri;
- Untuk melawan Belanda, bangsa Indonesia harus bersatu.
Dengan demikian, pada intinya asas Indische Vereeniging akan
tercapai bila seluruh orang Indonesia bersatu. Pada tahun 1925, Indische Vereeniging
merubah namanya menjadi Perhimpunan Indonesia. Kegiatan Perhimpunan Indonesia
semakin meningkat pada tahun 1925 dengan adanya a as atau dasar yang baru,
yaitu dengan bersatunya bangsa Indonesia dan menghilangkan pertentangan
antargolongan maka penjajah dapat dikalahkan. Untuk mencapai tujuan perlu
dibentuk masa aksi nasional yang berdasarkan atas kemampuan masyarakat
Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan. Akibat kegiatan Perhimpunan Indonesia
di dunia Internasional menimbulkan kemarahan dari pihak Belanda, sehingga pada
tanggal 10 Juli 1927 empat orang anggotanya yaitu Mohammad Hatta, Nazir
Pamuncak, Abdulmajid Djojodiningrat, dan Ali Sastroamidjojo ditangkap. Kemudian
disidang di pengadilan di kota Den Haag pada tanggal 22 Maret 1928. Karena
tidak terbukti bersalah, mereka dibebaskan.
Partai Komunis
Indonesia (PKI)
Cikal bakal berdirinya PKI adalah didirikannya Indische
Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) pada tanggal 9 Mei 1914 oleh
Sneevliet. Pada tanggal 23 Mei 1920 ISDV berubah namanya menjadi Partai Komunis
Hindia. Pada bulan Desember 1920 diubah lagi menjadi Partai Komunis Indonesia
(PKI), yang diketuai oleh Semaun. Pada tahun 1920, PKI bergabung dengan
Comintern (Komunis Internasional) yang merupakan forum komunis dan pusat
eksekutif bagi partai komunis seluruh dunia. Pemerintah Belanda sangat
mewaspadai tindak tanduk dari PKI, bahkan mereka turut berperan dalam pemilihan
ketua PKI tersebut. Pada awalnya PKI tidak banyak mendapat dukungan rakyat.
Dalam rangka mendapatkan dukungan dari rakyat, PKI melakukan propaganda secara besar-besaran
dan mereka mendapat pengikut kebanyakan dari kaum buruh yang menderita sebagai
akibat dari defresi ekonomi. PKI juga menggerakkan Sarekat Islam Merah yang
pada tahun 1924 berganti nama menjadi Sarekat Rakyat. Selain itu, PKI juga
membentuk organisasi organisasi dengan nama Barisan Pemuda dan Barisan Wanita
dalam organisasi. Ideologi komunis menjadi semakin menyebar dan membahayakan
bagi pemeritahan kolonial Belanda. Sudah menjadi ciri khas komunis bahwa
perubahan masyarakat harus dilakukan dengan cara melakukan pemberontakan
terhadap pemerintah yang berkuasa. Pada tanggal 13 November 1926, PKI melakukan
pemberontakan di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Selanjutnya pada
tanggal 1 januari 1927, PKI melakukan pemberontakan di Sumatera Barat. Karena
pemberontakan yang dilakukan PKI tidak terorganisir dengan baik dan hanya
dilakukan di beberapa daerah (bersifat lokal), sehingga pemerintah Hindia-Belanda
dapat dengan mudah memadamkan pemberontakanpemberontakan yang dilakukan oleh
PKI. Untuk menghambat gerak langkah PKI maka Pemerintah Kolonial Belanda melakukan
penumpasan secara besar-besaran, di antaranya menangkap para pemimpin PKI, lalu
dibuang ke Boren Digul, Irian Jaya (Papua). Diperkirakan ada 13.000 orang yang
ditangkap pemerintah kolonial Belanda, diantaranya 4500 orang dihukum dan 1300
orang dibuang ke Digul. Selanjutnya PKI dinyatakan sebagai organisasi
terlarang. Akibat pemberontakan yang dilakukan oleh PKI membawa dampak negative
bagi organisasi-organisasi pergerakan nasional lainnya, yaitu Pemerintah
Kolonial Belanda melakukan pengawasan yang ketat terhadap setiap gerak langkah organisasi
yang ada. Dengan demikian, pergerakan nasional mengalami kemunduran.
Partai Nasional
Indonesia (PNI)
Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan oleh Ir. Soekarno
pada tanggal 4 Juli 1927 di Bandung. Sebagai dampak dari gagalnya pemberontakan
yang dilakukan oleh PKI, maka para pemimpin PNI sangat berhati-hati dalam melangkah
dan bersikap, demi keamanan organisasi yang baru berdiri ini. Partai Nasional
Indonesia didirikan dengan asas selfhelp, nonkooperatif, dan marhaenisme.
Beberapa point tujuan PNI adalah sebagai berikut:
- Mencapai kemerdekaan sehingga harus dibangun semangat kebangsaan yang dipadukan menjadi kekuatan nasional. Semangat kebangsaan itu harus ditumbuhkan dengan kesadaran untuk menimbulkan kemauan nasional untuk merdeka.
- Harus ada upaya untuk melawan imperalisme karena imperalisme Belanda telah menjadikan Indonesia sebagai sapi perahan untuk kepentingan kemajuan perekonomian mereka.
- Untuk menggalang kekuatan dan kerja sama di antara organisasi-organisasi yang telah ada, maka pada tanggal 17 18 Desember 1927, PNI memprakarsai rapat di kota Bandung yang berhasil menggalang kemufakatan dengan Partai Sarekat Islam, Budi Utomo, Paguyuban Pasundan, Sumantren Bond, Kaum Betawi, dan Algemeene Stidie Club dalam wadah Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Selanjutnya PNI mengadakan kongres pertama pada tanggal 27
30 Mei 1927 di Surabaya yang berhasil menyusun program kerja yang meliputi bidang
politik untuk mencapai Indonesia merdeka, bidang ekonomi untuk mencapai
perekonomian nasional, dan bidang sosial untuk memajukan pendidikan nasional.
Pada tanggal 18 20 Mei 1929, diadakan kongres kedua di Jakarta. Pola perjuangan
PNI yang khas adalah pola perjuangan yang bersifat agitasi Politik. Soekarno
sering mengumpulkan massa dan berpidato di depannya. Oleh sebab itulah pada
tanggal 29 Desember 1929, Pemerintah Hindia Belanda menangkap empat orang tokoh
PNI yaitu Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkoepraja, Maskeon Soemadiredja, dan
Soepriadinata. Pada sidang pemeriksaan di pengadilan Bandung, Ir. Soekarno
melakukan pembelaan yang berjudul Indonesia Menggugat.
Pada tanggal 25 April 1931, PNI dibubarkan. Pembubaran ini
menimbulkan perpecahan dikalangan pendukung PNI. Akibatnya PNI pecah menjadi
dua yaitu Partai Indonesia (Partindo) di bawah pimpinan Mr. Sartono dan Partai Nasional
Indonesia (PNI Baru) di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta.
Fraksi Nasional
Fraksi Nasional didirikan di Jakarta pada tanggal 27 Januari
1930. Fraksi Nasional ini beranggotakan 10 orang anggota Volksraad yang
merupakan wakil-wakil dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. Mohammad
Husni Thamrin diangkat sebagai ketua. Adapun tujuan Fraksi Nasional adalah
menjamin adanya kemerdekaan nasional dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, di antaranya
melalui jalan :
- Mengadakan perubahan-perubahan ketatanegaraan;
- Menghapus perbedaan-perbedaan politik dan intelektual;
- Mengusahakan kedua hal itu dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum.
Perhimpunan Bangsa
Indonesia (PBI) dan Partai Indonesia Raya (Parindra)
Perhimpunan Bangsa Indonesia (PBI) berdiri tahun 1935. PBI
didirikan di Surabaya oleh dr. Sutomo. Selanjutnya PBI disatukan menjadi
Parindra yang lahir pada bulan Desember 1935. Parindra merupakan fusi dari Budi
Utomo dan PBI. Parindra bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia Raya.
Dalam bidang politik, Parindra mulai menggalang persatuan politik setelah
kegagalan Petisi Sutardjo. Penggalangan persatuan politik itu menuju pada
pembentukan badan konsentrasi nasional yang nanti disebut Gabungan Politik Indonesia
(GAPI) pada bulan Mei 1939.
Gabungan Politik
Indonesia (GAPI)
Gabungan Politik Indonesia didirikan atas prakarsa Muhammad
Husni Thamrin pada tanggal 21 Mei 1939. Pembentukan GAPI ini di antaranya dilatarbelakangi
oleh:
- kegagalan Petisi Sutardjo;
- sikap pemerintah Kolonial Belanda yang kurang memperhatikan kepentingankepentingan bangsa;
- semakin gawatnya situasi internasional sebagai akibat meningkatnya pengaruh fasisme.
Petisi Sutardjo adalah petisi yang diajukan oleh Sutardjo
dalam dewan rakyat (Volksraad). Ia mengusulkan kepada pemerintah Hindia-Belanda
agar diadakan konferensi Kerajaan Belanda untuk membahas status politik Hindia-
Belanda dalam 10 tahun mendatang yang berupa status otonomi. Hal itu dimaksudkan
agar tercapai kerja sama yang mendorong rakyat untuk menentukan kebijakan
politik, ekonomi, dan sosial. Petisi itu tidak seluruhnya diterima oleh anggota
dewan. Hal itu disebabkan petisi dianggap merendahkan martabat bangsa dengan
jalan meminta-minta pada Pemerintah Hindia-Belanda. Secara mayoritas, anggota
dewan menyetujui petisi ini, tetapi pemerintah Hindia- Belanda berpandangan
lain. Usulan dalam petisi itu dianggap tidak wajar dan masih terlalu prematur. Langkah-langkah
yang diambil GAPI kemudian adalah mengadakan aksi dan menuntut pembentukan
parlemen, tetapi bukan parlemen seperti Volksraad yang sudah ada. Parlemen yang
dimaksud adalah parlemen yang disusun dan dipilih oleh rakyat Indonesia.
Menghadapi tuntutan GAPI Indonesia Berparlemen maka
dibentuklah Komisi Visman yang bertugas menyelidiki dan mempelajari sejauhmana
kehendak rakyat dengan perubahan-perubahan ketatanegaraan atau pemerintahan. Selanjutnya
untuk memperjelas tuntutan, GAPI membentuk suatu panitia yang bertugas menyusun
bentuk dan susunan ketatanegaraan Indonesia. Hasil panitia itu, kemudian
disampaikan dalam pertemuan antara wakil-wakil GAPI dengan Komisi Visman pada
tanggal 14 Februari 1941. Hasilnya ternyata bahwa Indonesia masih ingin tetap
berada dalam ikatan kerajaan Belanda.
Organisasi Pergerakan
Perempuan
Ketika Indonesia memasuki masa penjajahan, kedudukan
perempuan Indonesia sampai akhir abad ke-19 belum membawa perkembangan yang berarti.
Selain karena adat-istiadat, kebijakan kolonial juga seolah membedakan antara
kedudukan perempuan dan laki-laki. Lihat dalam soal pendidikan. Perempuan cukup
di rumah dengan mengerjakan pekerjaan rumah, mengurus suami atau mengerjakan
keterampilan praktis kerumahtanggaan. Berdasarkan keadaan tersebut, ada
beberapa tokoh perempuan yang berusaha mendobrak kearah kemajuan. Keharusan
perempuan untuk keluar dari rumah mulai diperjuangkan, perlunya pendidikan,
penentangan poligami juga mulai diperjuangkan. Usaha terobosan terhadap
perjuangan kaum perempuan ternyata datangnya dari kaum perempuan juga. Mereka
menginginkan persamaan hak dan kedudukan yang setara dengan pria. Tokoh yang
menjadi pelopor atau emansipasi kaum perempuan adalah R.A. Kartini (1879-1904)
yang cita-citanya termuat dalam Habis Gelap Terbitlah Terang. Tokoh lainnya, antara
lain: Raden Dewi Sartika (1884-1947) melalui Sekolah Kaoetamaan Istri, Budi
Utomo melalui Putri Mardika (1912), dan beberapa perkumpulan perempuan (
Kerajinan Anai Setia di Padang (1914), Pawiyatan Perempuan (1915) di Magelang,
Percintaan Ibu kepada Anak Temurunannya (PIKAT) tahun 1917, Purborini (1917) di
Tegal, Aisiyah di Yogyakarta, dan Perempuan Sosilo di Pemalang.
Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang
berdiri di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1918. Organisasi ini didirikan
oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan tujuan untuk memperbaharui pola pikir umat Islam
dan adat istiadat masyarakat agar sesuai dengan Al-Qur an dan Hadis Nabi. Dalam
pergerakannya, Muhammadiyah lebih banyak bergerak dalam bidang budaya (pendidikan)
dan sosial. Kegiatan yang dibidanginya antara lain pendirian rumah sakit, rumah
yatim piatu, balai pengobatan, sekolah-sekolah, dan lain sebagainya.
Perkembangan selanjutnya organisasi Muhammadiyah ini berkembang pesat ke luar
wilayah Yogyakarta.
Taman Siswa
0 komentar: