Persebaran Manusia di Kepualauan Indonesia
Persebaran Manusia di Kepualauan Indonesia - Sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya bahwa lingkungan alam bumi ini terus mengalami
perubahan. Pada kala pleistosen, di bumi terjadi empat kali masa glasial
dan tiga kali masa interglasial. Pada zaman glasial, suhu bumi makin
dingin sehingga sebagian besar belahan bumi utara dan selatan tertutup
oleh lapisan es tebal. Permukaan air laut menurun dan laut yang dangkal
ini berubah menjadi daratan. Kondisi demikian memungkinkan bagi manusia
ataupun hewan yang hidup pada masa itu melakukan migrasi. Migrasi atau
perpindahan dari suatu daerah ke daerah lain dilatarbelakangi oleh upaya
untuk mempertahankan hidup. Selain didorong untuk mencari daerah yang
lebih nyaman dan hangat, perpindahan dilakukan juga untuk mencari
daerah-daerah yang masih sangat kaya akan sumber makanan. Kita ingat
bahwa
pada masa itu manusia sangat tergantung pada alam. Dengan keterbatasan
pemikiran dan kemampuan, mereka menyandarkan hidup sepenuhnya pada alam.
Apabila alam tempatnya hidup sudah tidak lagi menyediakan sumber
makanan, maka mereka berpindah ke tempat yang masih kaya akan sumber
makanan. Manusia pada masa ini masih bersifat food gathering yang
artinya kemampuannya hanya terbatas pada mengumpulkan bahan makanan yang
tersedia di alam dan belum pada taraf food producing, yaitu kemampuan
untuk mengolah alam sehingga menghasilkan sumber makanan atau dalam hal
ini kemampuan bercocok tanam.
Para ahli geologi memperkirakan bahwa pada kala pleistosen khususnya
ketika terjadinya glasiasi, Kepulauan Nusantara ini bersatu dengan
daratan Asia. Laut dangkal yang ada di antara pulau-pulau di Nusantara
bagian barat surut sehingga membentuk paparan yang disebut dengan
Paparan Sunda yang menyatukan Indonesia bagian barat dengan daratan
Asia. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia bagian timur. Di daerah
ini terbentuk paparan yang kemudian dinamakan Paparan Sahul yang
menyatukan Indonesia bagian timur dengan daratan Australia. Adanya
Paparan Sunda memungkinkan terjadinya perpindahan manusia dan hewan dari
daratan Asia ke Indonesia bagian barat, atau sebaliknya. Adapun Paparan
Sahul memungkinkan terjadinya perpindahan manusia dan hewan dari
daratan Australia ke Indonesia bagian timur, atau sebaliknya. Hal di
atas dibuktikan dengan hasil kajian yang dikembangkan oleh Wallace yang
menyelidiki tentang persebaran fauna (zoogeografi) di Kepulauan
Indonesia. Fauna yang terdapat di daerah Paparan Sunda, yaitu
daerahdaerah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, mempunyai persamaan dengan
fauna yang terdapat di Daratan Asia. Adapun fauna yang terdapat di
daerah Paparan Sahul, yaitu daerah Papua (Irian) dan sekitarnya
mempunyai persamaan dengan fauna yang terdapat di Australia. Wallace
menyimpulkan bahwa Selat Lombok merupakan garis yang membagi dua jenis
daerah zoogeografi di Indonesia. Di sebelah barat garis tersebut
terdapat fauna Asia, sedangkan di timurnya terdapat fauna Australia.
“Garis pemisah” fauna ini kemudian oleh Huxley diberi nama “garis
Wallace”. Selanjutnya ia kemudian melengkapi dengan menarik garis itu
lebih jauh ke arah utara, yaitu dimulai dari Selat Lombok sampai Selat
Makasar dan terus lagi ke utara melewati selat antara Kepulauan Sangir
dan Mindanao (Filipina).
Terhubungnya pulau-pulau akibat pengesan yang terjadi pada masa glasial
memungkinkan terjadinya migrasi manusia dan fauna dari daratan Asia ke
kawasan Nusantara. Berdasarkan hasil penelitian, migrasi ini didahului
oleh perpindahan binatang yang kemudian diikuti oleh manusia dan
diperkirakan terjadi pada kala pleistosen. Sebagai bukti adanya proses
migrasi awal binatang dari daratan Asia ke wilayah Indonesia ialah
ditemukannya situs paleontologi tertua di daerah Bumiayu yang terletak
di sebelah selatan Tegal (Jawa Tengah) dan Rancah di sebelah timur
Ciamis (Jawa Barat).
Fosil tersebut, yaitu Mastodon Bumiayuensis (spesies gajah) dan
Rhinoceros Sondaicus (spesies Badak). Bila dibandingkan dengan fosil
binatang di daratan Asia, fosil-fosil tersebut berumur lebih muda dari
fosil-fosil yang terdapat dalam kelompok fauna Siwalik di India. Proses
migrasi yang terjadi pada masa pleistosen ini menyebabkan wilayah
Nusantara mulai dihuni oleh manusia. Timbul pertanyaan tentang asal-usul
manusia yang bermigrasi ke wilayah Nusantara ini. Menilik dari segi
fisik manusia Indonesia sekarang ini, mayoritas dapat dikelompokkan ke
dalam ras Mongoloid dan Austroloid. Para ahli memperkirakan bahwa pada
sekitar abad ke-40 sebelum masehi, Pulau Jawa merupakan daerah pertemuan
dari beberapa ras dan daerah pertemuan kebudayaan. Ciri-ciri Mongoloid
yang terdapat pada manusia Indonesia, nampaknya
disebabkan adanya arus migrasi yang berasal dari daratan Asia.
Kedatangan mereka pada akhirnya menyingkirkan manusia yang sudah hidup
sebelumnya di tanah Nusantara, yaitu dari ras yang disebut Austroloid.
Bangsa pendatang dari Asia ini mempunyai kebudayaan dan tingkat adaptasi
yang lebih baik sebagai pemburu dibandingkan dengan manusia
pendahulunya. Keturunan dari ras Austroloid ini nampaknya tidak ada yang
dapat hidup di Jawa, tetapi mereka saat ini dapat ditemukan sebagai
suku Anak Dalam atau Kubu di Sumatera Tengah dan Indonesia bagian timur.
Arus migrasi para pendatang dari wilayah Asia ke Kepulauan Nusantara
terjadi secara bertahap. Pada sekitar 3.000 - 5.000 tahun lalu, tiba
arus pendatang yang disebut proto-Malays (Proto Melayu) ke Pulau Jawa.
Keturunan mereka saat ini dapat dijumpai di Kepulauan Mentawai Sumatera
Barat, Tengger di Jawa Timur, Dayak di Kalimantan, dan Sasak di Lombok.
Setelah itu, tibalah arus pendatang yang disebut Austronesia atau
Deutero- Malays (Detro Melayu) yang diperkirakan berasal dari Taiwan dan
Cina Selatan. Para ahli memperkirakan kedatangan mereka melalui laut
dan sampai di Pulau Jawa sekitar 1.000 - 3.000 tahun lalu. Sekarang
keturunannya banyak tinggal di Indonesia sebelah barat. Orang Detro
Melayu ini dating ke wilayah Nusantara dengan membawa keterampilan dan
keahlian bercocok tanam padi, pengairan, membuat barang
tembikar/pecah-belah, dan kerajinan dari batu. Seorang ahli bahasa,
yaitu H. Kern, melalui hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat
keserumpunan bahasa-bahasa di Daratan Asia Tenggara dan Polinesia.
Menurut pendapatnya, tanah asal orang-orang yang mempergunakan bahasa
Austronesia, termasuk bahasa Melayu, harus dicari di daerah Campa,
Vietnam, Kamboja, dan daratan sepanjang pantai sekitarnya. Hal ini
menimbulkan dugaan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari
daerah Cina Selatan yaitu di daerah Yunan. Selain itu, R. von Heine
Geldern yang melakukan penelitian tentang distribusi dan kronologi
beliung dan kapak lonjong yang ada di Indonesia tiba pada kesimpulan
bahwa alat-alat tersebut merupakan hasil persebaran komplek kebudayaan
Bacson-Hoabinh yang ada di daerah Tonkin (Indocina) atau Vietnam
sekarang ini. Sebenarnya terdapat beberapa teori yang membahas tentang
asal-usul manusia yang sekarang menghuni wilayah Nusantara ini.
Teori-teori tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Teori Yunan
Teori ini didukung oleh beberapa sarjana seperti R.H Geldern, J.H.C
Kern, J.R Foster, J.R Logen, Slametmuljana, dan Asmah Haji Omar. Secara
keseluruhan, alasan-alasan yang menyokong teori ini yaitu sebagai
berikut.
- Kapak Tua yang ditemukan di wilayah Nusantara memiliki kemiripan dengan Kapak Tua yang terdapat di Asia Tengah. Hal ini menunjukkan adanya migrasi penduduk dari Asia Tengah ke Kepulauan Nusantara.
- Bahasa Melayu yang berkembang di Nusantara serumpun dengan bahasa yang ada di Kamboja. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di Kamboja mungkin berasal dari Dataran Yunan dengan menyusuri Sungai Mekong. Arus perpindahan ini kemudian dilanjutkan ketika sebagian dari mereka melanjutkan perpindahan dan sampai ke wilayah Nusantara. Kemiripan bahasa Melayu dengan bahasa Kamboja sekaligus menandakan pertaliannya dengan Dataran Yunan.
Teori ini merupakan teori yang paling populer dan diterima oleh banyak
kalangan. Berdasarkan teori ini, orang-orang Nusantara datang dan
berasal dari Yunan. Kedatangan mereka ke Kepulauan Nusantara ini melalui
tiga gelombang utama, yaitu perpindahan orang Negrito, Melayu Proto,
dan juga Melayu Deutro.
- Orang Negrito. Orang Negrito merupakan penduduk paling awal di Kepulauan Nusantara. Mereka diperkirakan sudah mendiami kepulauan ini sejak 1000 SM. Hal ini didasarkan pada hasil penemuan arkeologi di Gua Cha, Kelantan, Malaysia. Orang Negrito ini kemudian menurunkan orang Semang, yang sekarang banyak terdapat di Malaysia. Orang Negrito mempunyai ciri-ciri fisik berkulit gelap, berambut keriting, bermata bundar, berhidung lebar, berbibir penuh, serta ukuran badan yang pendek.
- Melayu Proto. Perpindahan orang Melayu Proto ke Kepulauan Nusantara diperkirakan terjadi pada 2.500 SM. Mereka mempunyai peradaban yang lebih maju daripada orang Negrito. Hal ini ditandai dengan kemahirannya dalam bercocok tanam.
- Melayu Deutro. Perpindahan orang Melayu Deutro merupakan gelombang perpindahan orang Melayu kuno kedua yang terjadi pada 1.500 SM. Mereka merupakan manusia yang hidup di pantai dan mempunyai kemahiran dalam berlayar.
b. Teori Nusantara
Teori ini menyatakan bahwa asal mula manusia yang menghuni wilayah
Nusantara ini tidak berasal dari luar melainkan mereka sudah hidup dan
berkembang di wilayah Nusantara itu sendiri. Teori ini didukung oleh
sarjanasarjana seperti J. Crawford, K. Himly, Sutan Takdir Alisjahbana,
dan Gorys Keraf. Akan tetapi, nampaknya teori ini kurang populer dan
kurang banyak diterima oleh masyarakat. Teori Nusantara didasarkan pada
alasan-alasan seperti di bawah ini.
- Bangsa Melayu dan bangsa Jawa mempunyai tingkat peradaban yang tinggi. Taraf ini hanya dapat dicapai setelah perkembangan budaya yang lama. Hal ini menunjukkan bahwa orang Melayu tidak berasal dari manamana, tetapi berasal dan berkembang di Nusantara.
- K. Himly tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa bahasa Melayu serumpun dengan bahasa Champa (Kamboja). Baginya, persamaan yang berlaku di kedua bahasa tersebut adalah suatu fenomena yang bersifat “kebetulan”.
- Manusia kuno Homo Soloensis dan Homo Wajakensis yang terdapat di Pulau Jawa. Penemuan manusia kuno ini di Pulau Jawa menunjukkan adanya kemungkinan orang Melayu itu keturunan dari manusia kuno tersebut, yakni berasal dari Jawa.
- Bahasa yang berkembang di Nusantara yaitu rumpun bahasa Austronesia, mempunyai perbedaan yang sangat jauh dengan bahasa yang berkembang di Asia Tengah yaitu bahasa Indo-Eropah.
c. Teori “out of Africa”
Hasil penelitian mutakhir/kontemporer menyatakan bahwa manusia modern
yang hidup sekarang ini berasal dari Afrika. Setelah mereka berhasil
melalui proses evolusi dan mencapai taraf manusia modern, kemudian
mereka bermigrasi ke seluruh benua yang ada di dunia ini. Apabila kita
bersandar pada teori ini, maka bisa dikatakan bahwa manusia yang hidup
di Indonesia sekarang ini merupakan hasil proses migrasi manusia modern
yang berasal dari Afrika
tersebut. Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa fosil-fosil manusia
purba yang ditemukan di Indonesia atau khususnya di daerah Jawa Tengah
dan Jawa Timur tidak mempunyai hubungan langsung dengan manusia modern.
Dengan demikian, nampaknya jenis-jenis manusia purba yang pernah hidup
di Indonesia khususnya Jawa, seperti Meganthropus Palaeojavanicus,
Pithecanthropus Erectus, Homo Soloensis, Homo Wajakensis, dan sebagainya
telah mengalami kepunahan. Mereka pada akhirnya digantikan oleh
komunitas manusia yang berasal dari Afrika yang melakukan proses migrasi
hingga sampai di Kepulauan Nusantara. Nampaknya teori ini perlu terus
dikaji dan disosialisasikan, sehingga dapat diterima oleh masyarakat.
Namun Homo Erectus yang pernah tinggal di Pulau Jawa mempunyai sejarah
menarik karena dapat bertahan sekitar 250.000 tahun lebih lama dari
jenis yang sama yang tinggal di tempat lain di Asia, bahkan mungkin
bertahan sekitar 1 juta tahun lebih lama dari yang tinggal di Afrika.
Umur fosil Homo Erectus terakhir yang ditemukan di Ngandong dan
Sambungmacan (Jawa Tengah) sekitar 30.000 sampai 50.000 tahun. Homo
Erectus (“java man”) di Pulau Jawa diduga pernah hidup dalam waktu yang
bersamaan dengan Homo Sapiens (manusia modern). Sampai saat ini,
penyebab kepunahan “java man” masih misteri. Diduga salah satu
penyebabnya ialah karena keterbatasan strategi hidup mereka.
Tidak ditemukannya peralatan dari batu (misalnya untuk membelah daging
atau untuk berburu) di sekitar fosil mereka menunjukkan bahwa
kehidupannya masih sangat primitif. Diduga mereka memakan daging dari
binatang yang telah mati (scavenger). Kolonisasi Homo Sapiens yang
berasal dari Afrika berhasil, karena mereka punya strategi hidup yang
lebih baik dibanding
penduduk asli Homo Erectus. Berdasarkan ketiga teori tersebut, silahkan
kamu mencari kekuatan dan kelemahan dari masing-masing teori. Alangkah
lebih baik jika kamu bekerja dalam kelompok. Kemudian diskusikan dalam
kelompokmu atau berdiskusi dan beradu argumentasi dengan kelompok yang
lain.
0 komentar: