Prasasti prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Prasasti prasasti Peninggalan
Kerajaan Sriwijaya Sebagai Kerajaan Maritim yang besar,
wilayah kekuasaan Sriwijaya juga amat sangat besar, hal ini dibuktikan dengan
peninggalan prasastinya yang dapat ditemukan diberbagai tempat, seperti yang
berikut ini...
Prasasti Ligor
Prasasti
Ligor merupakan prasasti yang terdapat di Ligor (sekarang Nakhon Si Thammarat,
selatan Thailand). Prasasti ini merupakan pahatan ditulis pada dua sisi, bagian
pertama disebut prasasti Ligor A atau dikenal juga dengan nama manuskrip Viang
Sa sedangkan di bagian lainnya disebut dengan prasasti Ligor B.
Isi:
Dari manuskrip Ligor A ini berisikan berita tentang raja Sriwijaya, raja dari
segala raja yang ada di dunia, yang mendirikan Trisamaya caitya untuk
Kajara.[2] Sedangkan dari manuskrip Ligor B berangka tahun 775, berisikan
berita tentang nama Visnu yang bergelar Sri Maharaja, dari keluarga
Śailendravamśa serta dijuluki dengan Śesavvārimadavimathana (pembunuh
musuh-musuh yang sombong tidak bersisa).
Prasasti Palas Pasemah
Prasasti
Palas Pasemah, prasasti pada batu, ditemukan di Palas Pasemah, di tepi Way
(Sungai) Pisang, Lampung. Ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuna
sebanyak 13 baris. Meskipun tidak berangka tahun, namun dari bentuk aksaranya
diperkirakan prasasti itu berasal dari akhir abad ke-7 Masehi.
Isi:
Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang
yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.
Prasasti Leiden
Prasasti
Leiden merupakan manuskrip yang ditulis pada lempengan tembaga berangka tahun
1005 yang terdiri dari bahasa Sanskerta dan bahasa Tamil. Prasasti ini
dinamakan sesuai dengan tempat berada sekarang yaitu pada KITLV Leiden,
Belanda.
Isi:
Prasasti ini memperlihatkan hubungan antara dinasti Sailendra dari Sriwijaya
dengan dinasti Chola dari Tamil, selatan India.
Prasasti Kota Kapur
Prasasti
ini ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka. Prasasti ini dinamakan menurut
tempat penemuannya yaitu sebuah dusun kecil yang bernama "Kotakapur".
Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa
Melayu Kuna, serta merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa
Melayu. Prasasti ini ditemukan oleh J.K. van der Meulen pada bulan Desember
1892.
Isi:
Prasasti Kota Kapur adalah salah satu dari lima buah batu prasasti kutukan yang
dibuat oleh Dapunta Hiyaŋ, seorang penguasa dari Kadātuan Śrīwijaya.
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti
Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di
Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang,Sumatera Selatan, di tepi
Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil
berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu
Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia
Isi:
Menyatakan bahwa Dapunta Hyang mengada- kan perjalanan suci (sidhayarta) dengan
perahu dan membawa 2.000 orang. Dalam perjalanan tersebut, ia berhasil
menaklukkan beberapa daerah.
Prasasti Hujung Langit
Prasasti
Hujung Langit, yang dikenal juga dengan nama Prasasti Bawang, adalah sebuah
prasasti batu yang ditemukan di desa Haur Kuning, Lampung, Indonesia. Aksara
yang digunakan di prasasti ini adalah Pallawa dengan bahasa Melayu Kuna.
Tulisan pada prasasti ini sudah sangat aus, namun masih teridentifikasi angka
tahunnya 919 Saka atau 997 Masehi.
Isi:
Isi prasasti diperkirakan merupakan pemberian tanah sima.
Prasasti Talang Tuwo
Prasasti
Talang Tuwo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (residen Palembang
kontemporer) pada tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang,
Isi:
Isi prasasti Talang Tuo adalah berupa doa-doa dedikasi, dimana hingga kini,
doa-doa demikian masih dijalankan dan diyakini. Prasasti ini memperkuat bahwa
terdapat pengaruh yang kuat dari cara pandang Mahayana pada masa tersebut,
dengan ditemukannya kata-kata seperti bodhicitta, mahasattva, vajrasarira,
danannuttarabhisamyaksamvodhi, dimana istilah-istilah bahasa Sanskerta tersebut
memang digunakan secara umum dalam ajaran Mahayana.
Prasasti Telaga Batu
Prasasti
Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari
Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera
Selatan, pada tahun 1935. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional
dengan No. D.155. Di sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan
prasasti Telaga Batu 2, yang berisi tentang keberadaan suatu vihara di sekitar
prasasti. Pada tahun-tahun sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti
Siddhayatra. Bersama-sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti
tersebut kini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Isi:
Isinya tentang kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan di kedatuan
Sriwijaya dan tidak taat kepada perintah dātu. Casparis berpendapat bahwa
orang-orang yang disebut pada prasasti ini merupakan orang-orang yang
berkategori berbahaya dan berpotensi untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya
sehingga perlu disumpah.
Prasasti Karang Birahi
Prasasti
Karang Brahi adalah sebuah prasasti dari zaman kerajaan Sriwijaya yang
ditemukan pada tahun 1904 oleh Kontrolir L.M. Berkhout di tepian Batang
Merangin. Prasasti ini terletak pada Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi,
Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin, Jambi.
Isi:
Isinya tentang kutukan bagi orang yang tidak tunduk atau setia kepada raja dan
orang-orang yang berbuat jahat. Kutukan pada isi prasasti ini mirip dengan yang
terdapat pada Prasasti Kota Kapur dan Prasasti Telaga Batu.
0 komentar: