Kerajaan-Kerajaan Islam di Kalimantan
Kerajaan-Kerajaan
Islam di Kalimantan Disamping Sumatra dan Jawa, ternyata di Kalimantan juga
terdapat beberapa kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Apakah kamu sudah
mengetahui nama kerajaan-kerajaan Islam yang tumbuh di Kalimantan? Di antara
kerajaan Islam itu adalahKesultanan Pasir (1516), Kesultanan Banjar
(1526-1905), Kesultanan Kotawaringin, Kerajaan Pagatan (1750), Kesultanan
Sambas (1671), Kesultanan Kutai Kartanegara, Kesultanan Berau (1400),
Kesultanan Sambaliung (1810), Kesultanan Gunung Tabur (1820), Kesultanan Pontianak
(1771), Kesultanan Tidung, dan Kesultanan Bulungan.
Kerajaan Pontianak
Kerajaan-kerajaan yang terletak di daerah Kalimantan Barat
antara lain Tanjungpura dan Lawe. Kedua kerajaan tersebut pernah diberitakan
Tome Pires (1512-1551). Tanjungpura dan Lawe menurut berita musafir Portugis sudah
mempunyai kegiatan dalam perdagangan baik dengan Malaka dan Jawa, bahkan kedua
daerah yang diperintah oleh Pate atau mungkin adipati kesemuanya tunduk kepada kerajaan
di Jawa yang diperintah Pati Unus. Tanjungpura dan Lawe (daerah Sukadana)
menghasilkan komoditi seperti emas, berlian, padi, dan banyak bahan makanan.
Banyak barang dagangan dari Malaka yang dimasukkan ke daerah itu, demikian pula
jenis pakaian dari Bengal dan Keling yang berwarna merah dan hitam dengan harga
yang mahal dan yang murah. Pada abad ke-17 kedua kerajaan itu telah berada di bawah
pengaruh kekuasaan Kerajaan Mataram terutama dalam upaya perluasan politik
dalam menghadapi ekspansi politik VOC.
Demikian pula Kotawaringin yang kini sudah termasuk wilayah
Kalimantan Barat pada masa Kerajaan Banjar juga sudah masuk dalam pengaruh Mataram,
sekurang-kurangnya sejak abad ke-16. Meskipun kita tidak mengetahui dengan pasti
kehadiran Islam di Pontianak, konon ada pemberitaan bahwa sekitar abad ke-18
atau 1720 ada rombongan pendakwah dari Tarim (Hadramaut) yang di antaranya dating
ke daerah Kalimantan Barat untuk mengajarkan membaca al- Qur’an, ilmu fikih,
dan ilmu hadis. Mereka di antaranya Syarif Idrus bersama anak buahnya pergi ke
Mampawah, tetapi kemudian menelusuri sungai ke arah laut memasuki Kapuas Kecil
sampailah ke suatu tempat yang menjadi cikal bakal kota Pontianak. Syarif Idrus
kemudian diangkat menjadi pimpinan utama masyarakat di tempat itu dengan gelar
Syarif Idrus ibn Abdurrahman al-Aydrus yang kemudian memindahkan kota dengan
pembuatan benteng atau kubu dari kayu-kayuan untuk pertahanan. Sejak itu Syarif
Idrus ibn Abdurrahman al-Aydrus dikenal sebagai Raja Kubu. Daerah itu mengalami
kemajuan di bidang perdagangan dan keagamaan, sehingga banyak para pedagang
yang berdatangan dari berbagai negeri.
Pemerintahan Syarif Idrus (lengkapnya: Syarif Idrus al-Aydrus ibn Abdurrahman ibn Ali ibn Hassan ibn Alwi ibn Abdullah ibn Ahmad ibn Husin ibn Abdullah al-Aydrus) memerintah pada 1199-1209 H atau 1779-1789 M. Cerita lainnya mengatakan bahwa pendakwah dari Tarim (Hadramaut) yang mengajarkan Islam dan datang ke Kalimantan bagian barat terutama ke Sukadana ialah Habib Husin al-Gadri. Ia semula singgah di Aceh dan kemudian ke Jawa sampai di Semarang dan di tempat itulah ia bertemu dengan pedagang Arab namanya Syaikh, karena itulah maka Habib al-Gadri berlayar ke Sukadana. Dengan kesaktian Habib Husin al-Gadri menyebabkan ia mendapat banyak simpati dari raja, Sultan Matan dan rakyatnya. Kemudian Habib Husin al- Gadri pindah dari Matan ke Mempawah untuk meneruskan syiar Islam. Setelah wafat ia diganti oleh salah seorang putranya yang bernama Pangeran Sayid Abdurrahman Nurul Alam. Ia pergi dengan sejumlah rakyatnya ke tempat yang kemudian dinamakan Pontianak dan di tempat inilah ia mendirikan keraton dan masjid agung. Pemerintahan Syarif Abdurrahman Nur Alam ibn Habib Husin al-Gadri pada 1773- 1808, digantikan oleh Syarif Kasim ibn Abdurrahman al-Gadri pada 1808-1828 dan selanjutnya Kesultanan Pontianak di bawah pemerintahan sultan-sultan keluarga Habib Husin al-Gadri.[
0 komentar: