Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam - Di bawah pemerintahan Sultan Agung Mataram mencapai puncak
kejayaannya. Sultan Agung memindahkan pusat pemerintahan dari Kotagede ke
Plered. Sultan Agung bercita-cita untuk mempersatukan seluruh Pulau Jawa
dibawah kekuasaan Mataram. Oleh karena itulah Mataram terus menerus terlibat
dalam perang yang berkepanjangan baik dengan penguasa-penguasa daerah, maupun
dengan VOC yang juga sedang berkeingan untuk menguasai Pulau Jawa.
Pada
tahun 1614, Sultan Agung menaklukkan Kediri, Pasuruan, Lumajang, dan Malang.
Pada tahun 1615, tentara Mataram lebih dikerahkan ke daerah Wirasaba, sebuah
tempat yang sangat strategis untuk menaklukkan Jawa Timur.
Daerah ini pun berhasil diduduki. pada tahun 1616. Pada tahun yang sama Lasem menyerah. Tahun 1619, Tuban dan Pasuruan dapat dipersatukan. Pada tahun 1622 Sultan Agung memberanikan diri menyeberangi Laut Jawa untuk menundukkan Sukadana di Kalimantan yang menjadi sekutu Surabaya. Pada tahun 1624 serangan Mataram ditujukan ke Madura. Pamekasan, Sampang dan Sumenep dapat ditaklukkan. Kemudian Adipati Sampang diangkat menjadi Adipati di Madura dengan gelar Pangeran Cakraningrat I. Dan akhirnya, Surabaya dapat dikuasai pada tahun 1625. Untuk menaklukkan Cirebon, Sultan Agung melakukan pernikahan politik dengan putri Cirebon.
Daerah ini pun berhasil diduduki. pada tahun 1616. Pada tahun yang sama Lasem menyerah. Tahun 1619, Tuban dan Pasuruan dapat dipersatukan. Pada tahun 1622 Sultan Agung memberanikan diri menyeberangi Laut Jawa untuk menundukkan Sukadana di Kalimantan yang menjadi sekutu Surabaya. Pada tahun 1624 serangan Mataram ditujukan ke Madura. Pamekasan, Sampang dan Sumenep dapat ditaklukkan. Kemudian Adipati Sampang diangkat menjadi Adipati di Madura dengan gelar Pangeran Cakraningrat I. Dan akhirnya, Surabaya dapat dikuasai pada tahun 1625. Untuk menaklukkan Cirebon, Sultan Agung melakukan pernikahan politik dengan putri Cirebon.
Pada
tahun, 1627, hampir seluruh Pulau Jawa telah berhasil dipersatukan di bawah
kekuasaan Mataram, kecuali kesultanan Banten dan Batavia yang dikuasai VOC.
Sebagai pewaris kerajaan Demak, Sultan Agung merasa berhak pula terhadap
kerajaan Banten. Akan tetapi, antara Mataram dan Banten terdapat Batavia, markas VOC, sebagai
penghalang.
Sukses
besar tersebut menumbuhkan kepercayaan diri Sultan Agung untuk menghadapi VOC
di Batavia dipimpin oleh Jan Pieterzoon
Coen. Maka, pada tahun 1628, Mataram mempersiapkan pasukan di bawah pimpinan
Tumenggung Baurekso dan Tumenggung Sura Agul-agul, untuk mengempung Batavia.
Akan
tetapi, karena kuatnya pertahanan Belanda, serangan ini gagal, bahkan
Tumenggung Baureksa gugur. Belajar dari kegagalan tersebut Mataram menyusun
kekuatan yang lebih terlatih, dengan persiapan yang lebih matang. Maka pada
1629, pasukan Sultan Agung kembali menyerbu Batavia. Pada penyerangan kedua
ini, pasukan Mataram dipimpin oleh Ki Ageng Juminah, Ki Ageng Purbaya, Ki Ageng
Puger. Penyerbuan dilancarkan terhadap Benteng Hollandia, Bommel, dan Weesp. Akan tetapi serangan ini kembali
dapat dipatahkan. Setelah kekalahan itu serangan Mataram ditujukan ke
Blambangan sehingga dapat dipersatukan pada tahun 1639.
Sultan
Agung wafat pada tahun 1645. la digantikan putranya yang bergelar Amangkurat I (1645 -1677). Pada masa
pemerintahannya, Belanda mulai masuk ke daerah Mataram. Bahkan Amangkurat I
menjalin hubungan baik dengan Belanda. Selain itu sikap Amangkurat I yang
sewenang-wenang menimbulkan pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan yang
paling berbahaya adalah pemberontakan Trunojoyo dari Madura. Dalam pertempuran
itu Amangkurat I terluka dan dilarikan ke Tegalwangi, hingga meninggal.
Bidang
ekonomi
Kerajaan
Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini
menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Posisi ibukota Mataram
di Kota Gede yang berada di pedalaman menyebabkan Mataram sangat tergantung
kepada hasil pertanian. Dengan mengandalkan dari pertanian, Mataram melakukan
penaklukan ke beberapa kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Sealin
itu Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan mengembangkan daerah
persawahan dan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram
juga mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah kering ke daerah
yang subur dengan irigasi yang baik. Komoditi pertanian yang dihasilkan oleh
Kerajaan Mataram Islam, diantaranya, beras,
di samping kayu, gula, kapas, kelapa dan palawija.
Bidang
Sosial Kemasyarakatan
Tatanan
kehidupan masyarakat pada kerajaan Mataram didasarkan pada hukum Islam tanpa
meninggalkan norma-norma lama. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja
merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. Untuk melaksanakan pemerintahan, raja
dibantu oleh seperangkat pegawai dan keluarga istana, yang mendapatkan upah
atau gaji berupa tanah lungguh atau
tanah garapan. Tanah lungguh tersebut dikelola oleh kepala desa (bekel) dan dikerjakan oleh petani
penggarap dengan membayar pajak atau sewa tanah.
Kehidupan
masyarakat yang agraris membentuk tatanan masyarakat sistem feodal. Dengan
sistem tersebut maka raja adalah pemilik tanah kerajaan beserta isinya.
Sedangkan bangsawan, priyayi dan kerabat kerajaan yang memerintah suatu
wilayah, mendapatkan lahan tanah garapan yang luas. Sedangkan rakyat bertugas
untuk mengurus tanah tersebut. Dengan adanya sistem feodalisme tersebut,
menyebabkan lahirnya tuan-tuan tanah di Jawa yang sangat berkuasa terhadap
tanah-tanah yang dikuasainya.
Bidang
Kebudayaan
Sultan
Agung adalah raja Mataram yang berusaha membuat suasana harmonis antara
kebudayaan Jawa dengan nilai-nilai Islam. Dalam proses perkembangannya,
masyarakat Mataram sebelumnya telah mengenal tradisi-tradisi yang bersumber
dari kebudayaan asli Jawa dan kebudayaan Hindu dan Budha yang berasal dari
India. Masyarakat Mataram telah memilih secara selektif pengaruh kebudayaan
dari luar tersebut dan melakukan perpaduan budaya dengan kebudayaan Islam.
Berbagai
aspek seni budaya berkembang dengan pesat baik seni tari, seni pahat, seni
suara dan seni sastra. Hal ini terlihat dari kreasi para seniman dalam
pembuatan gapura, ukiran-ukiran di istana maupun tempat ibadah. Misalnya gapura
Candi Bentar di makam Sunan Tembayat (Klaten) diperkirakan dibuat pada masa
Sultan Agung.
0 komentar: