Perang Bubat: Ringkasan Kidung Sunda
Perang Bubat: Ringkasan Kidung Sunda
- Sobat Sekalian pada kesempatan kali ini blog ini akan share artikel
mengenai Ringkasan babad yang menceritakan tentang Perang Bubat.
sebelumnya sekedar informasi, babad ini merupakan versi orang-orang
Sunda dalam melihat peristiwa berdarah bubat yang tragis dan melibatkan
antara Hayam Wuruk/gajah Mada dengan Prabu Linggabuana, langsung saja
disimak Detailnya:
Pupuh I
Hayam
Wuruk, raja Majapahit ingin mencari seorang permaisuri untuk dinikahi.
Maka beliau mengirim utusan-utusan ke seluruh penjuru Nusantara untuk
mencarikan seorang putri yang sesuai. Mereka membawa lukisan-lukisan
kembali, namun tak ada yang menarik hatinya. Maka prabu Hayam Wuruk
mendengar bahwa putri Sunda cantik dan beliau mengirim seorang juru
lukis ke sana. Setelah ia kembali maka diserahkan lukisannya. Saat itu
kebetulan dua orang paman prabu Hayam Wuruk, raja Kahuripan dan raja
Daha berada di sana hendak menyatakan rasa keprihatinan mereka bahwa
keponakan mereka belum menikah.
Maka
Sri Baginda Hayam Wuruk tertarik dengan lukisan putri Sunda. Kemudian
prabu Hayam Wuruk menyuruh Madhu, seorang mantri ke tanah Sunda untuk
melamarnya.
Madhu
tiba di tanah Sunda setelah berlayar selama enam hari kemudian
menghadap raja Sunda. Sang raja senang, putrinya dipilih raja Majapahit
yang ternama tersebut. Tetapi putri Sunda sendiri tidak banyak
berkomentar.
Maka
Madhu kembali ke Majapahit membawa surat balasan raja Sunda dan memberi
tahu kedatangan mereka. Tak lama kemudian mereka bertolak disertai
banyak sekali iringan. Ada dua ratus kapal kecil dan jumlah totalnya
adalah 2.000 kapal, berikut kapal-kapal kecil.
Kapal
jung. Ada kemungkinan rombongan orang Sunda menaiki kapal semacam
ini.Namun ketika mereka naik kapal, terlihatlah pratanda buruk. Kapal
yang dinaiki Raja, Ratu dan Putri Sunda adalah sebuah “jung Tatar
(Mongolia/Cina) seperti banyak dipakai semenjak perang Wijaya.” (bait 1.
43a.)
Sementara
di Majapahit sendiri mereka sibuk mempersiapkan kedatangan para tamu.
Maka sepuluh hari kemudian kepala desa Bubat datang melapor bahwa
rombongan orang Sunda telah datang. Prabu Hayam Wuruk beserta kedua
pamannya siap menyongsong mereka. Tetapi patih Gajah Mada tidak setuju.
Ia berkata bahwa tidaklah seyogyanya seorang maharaja Majapahit
menyongsong seorang raja berstatus raja vazal seperti Raja Sunda. Siapa
tahu dia seorang musuh yang menyamar.
Maka
prabu Hayam Wuruk tidak jadi pergi ke Bubat menuruti saran patih Gajah
Mada. Para abdi dalem keraton dan para pejabat lainnya, terperanjat
mendengar hal ini, namun mereka tidak berani melawan.
Sedangkan
di Bubat sendiri, mereka sudah mendengar kabar burung tentang
perkembangan terkini di Majapahit. Maka raja Sunda pun mengirimkan
utusannya, patih Anepaken untuk pergi ke Majapahit. Ia disertai tiga
pejabat lainnya dan 300 serdadu. Mereka langsung datang ke rumah patih
Gajah Mada. Di sana beliau menyatakan bahwa Raja Sunda akan bertolak
pulang dan mengira prabu Hayam Wuruk ingkar janji. Mereka bertengkar
hebat karena Gajah Mada menginginkan supaya orang-orang Sunda bersikap
seperti layaknya vazal-vazal Nusantara Majapahit. Hampir saja terjadi
pertempuran di kepatihan kalau tidak ditengahi oleh Smaranata, seorang
pandita kerajaan. Maka berpulanglah utusan raja Sunda setelah diberi
tahu bahwa keputusan terakhir raja Sunda akan disampaikan dalam tempo
dua hari.
Sementara
raja Sunda setelah mendengar kabar ini tidak bersedia berlaku seperti
layaknya seorang vazal. Maka beliau berkata memberi tahukan keputusannya
untuk gugur seperti seorang ksatria. Demi membela kehormatan, lebih
baik gugur daripada hidup tetapi dihina orang Majapahit. Para bawahannya
berseru mereka akan mengikutinya dan membelanya.
Kemudian
raja Sunda menemui istri dan anaknya dan menyatakan niatnya dan
menyuruh mereka pulang. Tetapi mereka menolak dan bersikeras ingin tetap
menemani sang raja.
Pupuh II (Durma)
Maka
semua sudah siap siaga. Utusan dikirim ke perkemahan orang Sunda dengan
membawa surat yang berisikan syarat-syarat Majapahit. Orang Sunda pun
menolaknya dengan marah dan perang tidak dapat dihindarkan.
Tentara
Majapahit terdiri dari prajurit-prajurit biasa di depan, kemudian para
pejabat keraton, Gajah Mada dan akhirnya prabu Hayam Wuruk dan kedua
pamannya.
Pertempuran
dahsyat berkecamuk, pasukan Majapahit banyak yang gugur. Tetapi
akhirnya hampir semua orang Sunda dibantai habisan-habisan oleh orang
Majapahit. Anepaken dikalahkan oleh Gajah Mada sedangkan raja Sunda
ditewaskan oleh besannya sendiri, raja Kahuripan dan Daha. Pitar adalah
satu-satunya perwira Sunda yang masih hidup karena pura-pura mati di
antara mayat-mayat serdadu Sunda. Kemudian ia lolos dan melaporkan
keadaan kepada ratu dan putri Sunda. Mereka bersedih hati dan kemudian
bunuh diri. Semua istri para perwira Sunda pergi ke medan perang dan
melakukan bunuh diri massal di atas jenazah-jenazah suami mereka.
Pupuh III (Sinom)
Prabu
Hayam Wuruk merasa cemas setelah menyaksikan peperangan ini. Ia
kemudian menuju ke pesanggaran putri Sunda. Tetapi putri Sunda sudah
tewas. Maka prabu Hayam Wurukpun meratapinya ingin dipersatukan dengan
wanita idamannya ini.
Setelah
itu, upacara untuk menyembahyangkan dan mendoakan para arwah
dilaksanakan. Tidak selang lama, maka mangkatlah pula prabu Hayam Wuruk
yang merana.
Setelah
beliau diperabukan dan semua upacara keagamaan selesai, maka
berundinglah kedua pamannya. Mereka menyalahkan Gajah Mada atas
malapetaka ini. Maka mereka ingin menangkapnya dan membunuhnya. Kemudian
bergegaslah mereka datang ke kepatihan. Saat itu patih Gajah Mada sadar
bahwa waktunya telah tiba. Maka beliau mengenakan segala upakara
(perlengkapan) upacara dan melakukan yoga samadi. Setelah itu beliau
menghilang (moksa) tak terlihat menuju ketiadaan (niskala).
0 komentar: