Wujud Akulturasi Hindu Buddha di Berbagai Bidang
Wujud Akulturasi Hindu Buddha di Berbagai Bidang
Wujud Akulturasi
Hindu Buddha di Berbagai Bidang - Akulturasi merupakan fenomena yang timbul
dari hasil jika kelompok-kelompok manusia yang memiliki kebudayaan yang
berbeda-beda bertemu serta terjadi kontak secara langsung dan secara kontinyu;
yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang asli dari salah
satu kelompok atau kedua-duanya. Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa akulturasi sama dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang
berbeda melebur menjadi satu menghasilkan kebudayaan baru tetapi tidak
menghilangkan kepribadian/sifat kebudayaan aslinya.
Dengan adanya kontak dagang antara Indonesia dengan India,
maka mengakibatkan adanya kontak budaya atau akulturasi yang menghasilkan
bentuk-bentuk kebudayaan baru tetapi tidak melenyapkan kepribadian kebudayaan
sendiri. Hal ini berarti kebudayaan Hindu – Budha yang masuk ke Indonesia tidak
diterima seperti apa adanya, tetapi diolah, ditelaah dan disesuaikan dengan
budaya yang dimiliki penduduk Indonesia, sehingga budaya tersebut berpadu
dengan kebudayaan asli Indonesia menjadi bentuk akulturasi kebudayaan Indonesia
Hindu – Budha. Wujud akulturasi tersebut dapat diamati pada uraian materi unsur-unsur budaya berikut
ini:
Bahasa
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari
adanya penggunaan bahasa sansekerta yang dapat ditemukan sampai sekarang
dimana
bahasa Sansekerta tersebut memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan
pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu – Budha pada
abad 5 –
7 M,
Contohnya: prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan
Kerajaan Tarumanegara. Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta
di gantikan oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti
peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 – 13 M.
Sedangkan untuk aksara, dapat dibuktikan dengan adanya
penggunaan huruf Pallawa,tetapi kemudian huruf Pallawa tersebut juga berkembang
menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat
dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno.
Sistem Pengetahuan
- Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu.
- Menurut perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654,maka tahun masehinya 654 + 78 = 732 M
- Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan Candrasangkala.
- Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka. Candrasangkala banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, dan menggunakan kalimat bahasa Jawa salah satu. Contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4 dan bhumi = 1,maka kalimat tersebut diartikan dan belakang sama dengan tahun 1400 saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit .
Peralatan Hidup dan
Teknologi
Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan
teknologi terlihat dalam seni bangunan Candi.
Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya
India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi
yang ada di India,karena Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya
melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu
sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan
pembuatan arca dan bangunan. Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi
tersebut terdapat perbedaan dimana bentuk dasar bangunan candi di Indonesia
adalah punden berundak-undak,yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan
Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia
sesuai dengan asal kata candi tersebut. Perkataan candi berasal dari kata
Candika yang merupakan salah satu nama dewi Durga atau dewi maut, sehingga
candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya
raja-raja dan orang-orang terkemuka. Di samping itu juga dalam bahasa kawi candi berasal dari
kata Cinandi artinya yang dikuburkan. Untuk itu yang dikuburkan didalam candi
bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda yang menyangkut
lambang jasmaniah raja yangdisebut dengan Pripih.Dengan demikian fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk
pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang sudah
meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja sedangkan fungsi
candi di India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa, contohnya seperti
candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan tempat pemujaan terhadap
dewa Syiwa. Gambar candi juga salah satu peninggalan kerajaan Singosari
yang merupakan tempat dimuliakannya raja Wisnuwardhana yang memerintah tahun
1248 – 1268.Dilihat dari gambar candi tersebut, bentuk dasarnya adalah punden
berundak- undak dan pada bagian bawah terdapat kaki candi yang di dalamnya
terdapat sumuran candi,di mana di dalam sumuran candi tersebut tempat menyimpan
pripih (lambang jasmaniah raja Wisnuwardhana).Dari penjelasan tersebut di atas,
apakah Anda sudah memahami? Kalau Anda sudah paham, simaklah urutan materi
berikutnya.Untuk candi yang bercorak Budha fungsinya sama dengan di India yaitu
untuk memuja Dyani Bodhisattwa yang dianggap sebagai perwujudan dewa, maka
untuk memperjelas pemahaman candi Budha berikut ini .
- Candi Borobudur adalah candi Budha yang terbesar sehingga merupakan salah satu dari 7 keajaiban dunia dan merupakan salah satu peninggalan kerajaan Mataram, dilihat dari 3 tingkatan, pada tingkatan yang paling atas terdapat patung Dyani Budha.Patung-patung Dyani Budha inilah yang menjadi tempat pemujaan umat Budha.Di samping itu juga pada bagian atas, juga terdapat atap candi yang berbentuk stupa.Untuk candi Budha di India hanya berbentuk stupa, sedangkan di Indonesia stupa merupakan ciri khas atap candi-candi yang bersifat agama Budha. Dengan demikian seni bangunan candi di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri karena Indonesia hanya mengambil intinya saja dari unsur budaya India sebagai dasar ciptaannya dan hasilnya tetap sesuatu yang bercorak Indonesia.
Kesenian
Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dari seni
rupa, seni sastra dan seni pertunjukan . Dalam seni rupa contoh wujud
akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar timbul), gambar timbul
pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah/cerita yang berhubungan
dengan ajaran agama Hindu ataupun Budha. Relief dari candi Borobudur yang
menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang,
hal ini menunjukkan bahwa relief tersebut mengambil kisah dalam riwayat hidup Sang
Budha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara.Demikian pula di
candi-candi Hindu, relief yang juga mengambil kisah yang terdapat dalam
kepercayaan Hindu seperti kisah Ramayana. Yang digambarkan melalui relief candi
Prambanan ataupun candi Panataran.Dari relief-relief tersebut apabila diamati
lebih lanjut, ternyata Indonesia juga mengambil kisah asli ceritera tersebut,
tetapi suasana kehidupan yang digambarkan oleh relief tersebut adalah suasana
kehidupan asli keadaan alam ataupun masyarakat Indonesia.Dengan demikian
terbukti bahwa Indonesia tidak menerima begitu saja budaya India, tetapi selalu
berusaha menyesuaikan dengan keadaan dan suasana di Indonesia.
Religi/Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum
agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada
Animisme dan Dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu – Budha ke Indonesia, maka
masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai agama-agama tersebut. Tetapi
agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan
dengan kepercayaan Animisme dan Dinamisme, atau dengan kata lainmengalami
Sinkritisme.Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti
perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu.
Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di
Indonesia, berbeda dengan agama Hindu – Budha yang dianut oleh masyarakat
India. Perbedaaan-perbedaan tersebut misalnya dapat dilihat dalam upacara
ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia.
Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara
tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.
Organisasi Sosial
Kemasyarakatan
Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial
kemasyarakatan dapat dilihat dalam organisasi politik yaitu sistem pemerintahan
yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India Dengan adanya
pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem pemerintahan yang berkembang di
Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun
temurun.
Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap
keturunan dewa yang keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja tersebut, hal
ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah di Singosari
seperti Kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa dan R Wijaya Raja Majapahit
diwujudkan sebagai Harihari (dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).
Permerintahan Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan
turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah.
Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai putra
mahkota yaitu seperti yang terjadi pada masa berlangsungnya kerajaan Majapahit,
dalam hal pengangkatan Wikramawardana.
Wujud akulturasi di samping terlihat dalam sistem
pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan
masyarakat berdasarkan sistem kasta.Sistem kasta menurut kepercayaan Hindu
terdiri dari kasta :
- kastaBrahmana (golongan Pendeta),
- kasta Ksatria (golongan Prajurit, Bangsawan),
- kasta Waisya (golongan pedagang) dan
- kasta Sudra (golongan rakyat jelata).
0 komentar: