Yusuf Ronodipuro Tokoh Yang Menyebarkan berita Proklamasi Lewat RRI
Yusuf Ronodipuro Tokoh Yang Menyebarkan berita Proklamasi Lewat RRI
Yusuf Ronodipuro Tokoh Yang Menyebarkan berita Proklamasi Lewat RRI
- Yusuf Ronodipuro (lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 30 September 1919 –
meninggal di Jakarta Selatan, 27 Januari 2008 pada umur 88 tahun)
adalah duta besar Indonesia. Pada awalnya ia dikenal sebagai penyiar
kemerdekaan Republik Indonesia secara luas. Selain itu ia pernah menjadi
Duta Besar luar biasa Indonesia di Uruguay, Argentina, dan Chili. Yusuf
Ronodipuro dianggap sebagai salah satu tokoh pahlawan Indonesia karena
perannya dalam menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke seluruh
dunia saat dia bekerja di Radio Hoso Kyoku. Dia juga adalah salah satu
pendiri dari Radio Republik Indonesia pada tanggal 11 September 1945,
yang berdiri sampai sekarang, dan kemudian hari jadinya diperingati
setiap tanggal 11 September.
Di negara dengan luas wilayah sebesar Indonesia, tentu bukan perkara
mudah mengabarkan berita proklamasi ke seluruh penjuru Nusantara pada
tahun 1945. Hanya radio lah yang bisa menjangkau seluruh pelosok negeri.
Kala itu satu-satunya stasiun radio yang ada hanyalah Hoso Kyoku, milik
Dai Nippon. Lalu bagaimana kabar kemerdekaan kita bisa disebarluaskan?
Adalah seorang pria muda bernama Jusuf Ronodipuro yang kala itu bekerja
di Hoso Kyoku Jakarta (Radio Militer Jepang di Jakarta) yang
mengumandangkan pesan penting tersebut. Ia menuturkan kisahnya. Pada
tanggal 14 Agustus 1945, Jusuf muda yang bekerja sebagai reporter di
Hoso Kyoku datang seperti biasa ke kantornya di Jalan Medan Merdeka
Utara. Suasana pagi itu tampak lain, beberapa orang Jepang yang bekerja
di radio tersebut tampak bergerombol, mereka berbisik-bisik dalam
suasana yang muram, bahkan gadis-gadis Jepang terlihat menangis.
Ternyata pada saat itu bom atom kedua sudah dijatuhkan di Nagasaki dan
Jepang menyerah kepada Sekutu. Kabar tentang menyerahnya Jepang
disampaikan oleh Mochtar Lubis yang juga bekerja di radio tersebut di
bagian monitoring. Mochtar adalah satu-satunya orang Indonesia yang
diizinkan mendengarkan siaran radio asing. Merasa bahwa hal itu penting
untuk disampaikan kepada teman-temannya yang biasa berkumpul di Menteng
Raya 31, berangkatlah Jusuf mengendarai sepedanya untuk memberikan kabar
kekalahan Jepang. Sampai di sana, ternyata mereka sudah mendengar kabar
yang sama dari Adam Malik yang bekerja di kantor berita DOME. Pada hari
yang sama, Jusuf mendapat tugas untuk meliput kedatangan
Bung Karno dan Bung Hatta di bandara Kemayoran sepulang dari Saigon.
Beberapa utusan golongan muda di antaranya Sukarni, Chairul Saleh, AM.
Hanafi ikut menjemput dan mendesak Bung Karno dan Hatta agar segera
menyatakan kemerdekaan. Usaha Sukarni dkk tersebut gagal. Menurut
penuturan Jusuf, saat itu Bung Karno hanya berkata, “Saudara-saudara
tidak usah menunggu umurnya jagung, karena jagung sebelum berkembang
kita sudah akan merdeka.” Tidak ada penjelasan lain dari Bung Karno.
Sepulang dari Kemayoran, Jusuf mendapat pesan dari Sukarni agar merebut
radio Hoso Kyoku karena akan ada pengumuman sangat penting. Tetapi di
pintu masuk kantor tampak tentara Kempetai berjaga-jaga dan melarang
orang masuk ke kantor. Karena Jusuf adalah karyawan, ia diizinkan masuk.
Jusuf lalu menyampaikan pesan Sukarni itu kepada Bahtar Lubis yang
sama-sama bekerja di bagian pengabaran (redaksi). Diisolasi Hari itu
pimpinan Hoso Kyoku menyampaikan dua pengumuman kepada para karyawan.
Pertama, para karyawan yang sudah di kantor dilarang keluar lagi dan
yang di luar tidak diizinkan masuk. Kedua, siaran luar negeri dihentikan
(mungkin agar berita kekalahan Jepang tidak sampai ke rakyat
Indonesia).
Jadilah mereka semua diisolasi di kantor radio dan terpaksa bermalam di
sana. Esoknya, hari Kamis 16 Agustus 1945 tidak ada kejadian berarti,
siaran berjalan seperti biasa. Malam harinya ada sedikit keributan di
depan kantor, ternyata Sukarni datang bersama beberapa orang Jepang
tetapi dilarang masuk. Dari dalam mobil, Sukarni berteriak, “Tunggu,
akan ada pengumuman penting,” lalu ia pergi. Di tempat lain, di sebuah
rumah di Pegangsaan 56, tanggal 16 Agustus dini hari, selepas sahur,
Sukarni dkk datang ke rumah Bung Karno. Mereka berusaha meyakinkan Bung
Karno bahwa Jakarta tidak aman karena Jakarta akan menjadi lautan api,
sehingga mereka ingin mengamankan Bung Karno dan Bung Hatta ke
Rengasdengklok. Kedua pemimpin tersebut setuju dan berangkatlah mereka
menggunakan mobil ke Rengasdengklok. Hari itu tak hanya serdadu Jepang
yang sibuk mencari Bung Karno dan Bung Hatta, para anggota PPKI (Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) juga mencari karena sedianya hari itu
dilakukan rapat.
Malam harinya kedua pemimpin tersebut kembali ke Jakarta dan langsung
melakukan rapat perumusan naskah proklamasi di rumah Laksamana Tadashi
Mayda di Jalan Imam Bonjol No.1 dengan dihadiri anggota PPKI dan
angkatan muda.
Kembali ke Jalan Medan Merdeka, hari Jumat 17 Agustus 1945, radio Hoso
Kyoku tetap melakukan siaran seperti biasa. Jusuf dkk tidak mengetahui
bahwa Indonesia telah menyatakan kemerdekaan karena komunikasi dengan
dunia luar memang terputus. “Siang itu beberapa mahasiswa kedokteran
berhasil masuk ke lobi membawa kertas. Di tangga, pistol yang dibawa
seorang mahasiswa terjatuh dan diketahui tentara Kanpetai. Mereka lalu
ditendang dan diusir keluar,” Jusuf mengenang. Kemungkinan mahasiswa
tersebut membawa pengumuman proklamasi untuk disiarkan. Sore hari,
sekitar jam 17.30, ketika Jusuf sedang menyiapkan menu berbuka puasa,
masuk seorang teman dari kantor berita Dome (Jusuf lupa namanya). Dengan
pakaian kotor dan basah oleh keringat karena ia meloncati tembok
belakang kantor radio, ia menyampaikan secarik kertas.
Secarik kertas bertuliskan tulisan tangan dari Adam Malik. Tertulis :
“Harap berita terlampir disiarkan.” Lampiran berita yang dimaksud adalah
naskah proklamasi yang sudah dibacakan pukul 10 pagi. Jusuf lalu
berembuk dengan Bahtar Lubis dan beberapa orang lain tentang pesan
penting tersebut. “Semua studio dan ruang kontrol dijaga oleh Kempetai,
bahkan saat itu semua naskah siaran harus disensor dulu termasuk
lagu-lagu. Lalu saya teringat studio siaran luar negeri yang sejak
tanggal 15 sudah ditutup,” ujar Jusuf. Untunglah nasib baik berpihak
kepada mereka, ternyata studio siaran luar negeri tidak dijaga. Dengan
berhati-hati mereka menyelinap masuk ke dalam studio. Tepat pukul 7
malam, Jusuf siap di depan corong radio untuk menyampaikan proklamasi
kemerdekaan Indonesia ke seluruh penjuru Nusantara dan dunia.
0 komentar: