KETERKAITAN MODEL DAN SUMBER BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
KETERKAITAN MODEL DAN SUMBER BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
(Mengantisipasi Pembelajaran Sejarah Yang Membosankan)
A. Pengantar
Orang tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada faedahnya. Faktanya banyak orang secara terus menerus menulis tentang sejarah di semua peradaban dan disepanjang waktu dan hal tersebut menjadi bukti bahwa sejarah itu perlu. Sejarah dalam tulisan atau dokumentasi ini menjadi sarana penting dalam mempelajari kemajuan dan kemunduran yang terkandung dalam berbagai peristiwa di masa lalu. Dengan demikian, pelajaran dari peristiwa masa lalu yang sudah menjadi menyejarah menjadi sangat berguna dalam memaknai hidup yang tengah berjalan demi kemajuan di masa depan. Tujuan pembelajaran sejarah (the objective of history teaching) bukan sekedar mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga mentransfer nilai-nilai estetika.
Fakta membuktikan bahwa masalah yang dihadapi dalam konteks pendidikan di Indonesia memiliki kualitas rendah dibanding dengan negara-negara maju lainnya. Itu dikarenakan kondisi Indonesia yang belum stabil dan model serta sumber pembelajaran tergolong minim. Kuntowijoyo (1992) pernah mengingatkan maraknya konflik sosial dan ancaman desintergrasi bangsa belakang ini disumbang juga oleh kegagalan pembelajaran sejarah di sekolah. Tekanan materi yang diberikan pada konflik antar kelompok dan golongan masyarakat serta perang antar kerajaan rupanya menjadi materi warisan ingatan kolektif (collective memory). Di perguruan tinggi misalnya, sebagian siswa di jurusan sejarah mengikuti pelajaran sejarah ibarat mimpi buruk. Tidak sedikit praktisi dan pengamat pendidikan memberikan pernyataan-pernyataan getir mengenai sederet persoalan di sekitar praktek pembelajaran berdasarkan hasil temuannya. I Gede Wijaya (1991) yang menyebutkan bahwa umumnya pembelajaran sejarah kurang menarik karena mengulang materi yang sama dari tingkat SD sampai perguruan tinggi. Akhirnya mata pelajaran sejarah dianggap dan dinilai oleh sebagian siswa sebagai mata siswaan yang membosankan.
Rochiati Winaatmadja guru besar pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dalam ringkasan disertasinya (1992) memandang bahwa pengajaran sejarah memiliki kelemahan yang ada didalamnya. Proses pembelajaran yang ada kurang mengikuti peserta didik serta banyak mentolerasi budaya diam di dalam kelas. Faktor penyebabnya adalah materi sejarah bersifat informatif (pemindahan kognitif) dan kurang memberikan rangsangan (stimulus response) bagi daya nalar dan berpikir kritis Siswa. Faktor lainnya adalah kesenjangan antara pembelajaran (teaching gab) nilai-nilai berharga yang dapat terlihat dari sulitnya mengembangkan perspektif pengajar sejarah untuk mengantisipasi masa depan dan model pembelajaran sejarah konvensional.
Darmawan dalam Agus dan Restu (2007) mengutip pendapat Parrington dalam bukunya The Idea of an Historical Education (1980) yang menyatakan bahwa pengajaran sejarah sangat didominasi oleh pengajaran hafalan dengan terlalu menekankan “Chalk and Talk” (kapur dan bicara) dan terlalu menekankan memorisasi dengan mengabaikan unsur pengembangan kemampuan intelektual yang lebih tinggi.
Sejarah seringkali menjadi pelajaran yang membosankan para siswa. Mereka dijejali dengan nama-nama tokoh, tempat dan tanggal suatu kejadian yang dianggap penting dalam suatu masa atau kurun waktu yang terlalu sejarah. Juga tidak menarik, membosankan, bahkan yang bosan mungkin termasuk guru-nya. Ada persoalan krusial dalam pembelajaran antara lain karena sebagian besar pengajar masih terfokus dengan metode dan model yang monoton, materi yang disampaikan tidak terkait dengan fenomena lokal, kekinian dan realitas sosial sehingga respon siswa kurang kreatif. Ditambah lagi sebagian siswa jurusan sejarah memilih program pendidikan sejarah rata-rata pilihan kedua dan ketiga sehingga unsur ketertarikan dalam diri tidak ada. Jika kondisi semacam ini terus menerus dilakukan maka pembelajaran sejarah akan menjadi pelajaran yang masih membosankan yang pada akhirnya berpengaruh negatif terhadap prestasi siswa dan lulusan pendidikan sejarah akan memakai teori konvensional terus menerus.
B. Pembelajaran Sejarah
Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, Diharapkan melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi siswa. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal. Namun, salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Model ini sebenarnya sudah tidak layak lagi digunakan sepenuhnya dalam suatu proses pengajaran dan perlu di ubah. Dari keseluruhan guru pendidikan sejarah yang memakai model pembelajaran konvensional lebih banyak dibandingkan dengan guru memakai model pembelajaran yang inovatif. Untuk mengubah model pembelajaran konvensional sangat susah bagi guru karena harus memilih kemampuan dan keterampilan menggunakan model pembelajaran lainnya.
Memang model pembelajaran ini tidak serta merta kita tinggalkan dan guru harus melakukan model konvensional pada setiap pertemuan, setidak-tidaknya pada awal proses pembelajaran dilakukan. Atau awal pertama memberikan kepada siswa sebelum menggunakan model pembelajaran yang akan guru gunakan. Menurut Djamarah (1996) metode konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dahulu kala metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan anatara siswa dengan guru dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta pembagian tugas dan latihan.
Selanjutnya menurut Roestiyah (1998) cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah sejak dahulu guru atau guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa adalah secara lisan atau ceramah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan para guru. Bahwa, pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hafalan dari pada pengertian mengutamakan hasil dari proses dan pengajaran berpusat pada guru saja. Guru biasanya mengajar dengan berpedoman pada buku teks, atau diktat dengan mengutamakan metode ceramah dan kadang-kadang tanya jawab, tes atau evaluasi yang bersifat simatif dengan maksud untuk mengetahui perkembangan jarang dilakukan. Siswa harus mengikuti cara belajar yang dipilih oleh guru dengan patuh terhadap muatan yang ditetapkan guru dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat atau mengeluarkan ide-ide yang kreatif.
Ada empat komponen yang saling berkait dan menjadi penyebab munculnya masalah dalam pembelajaran sejarah menurut Kumalasari (2005) yakni :
Pada dasarnya pembelajaran sejarah lokal agak berbeda dengan sejarah lokal itu sendiri. Sejarah lokal berarti proses kegiatan belajar di lingkungan pendidikan formal yang sasarannya adalah keberhasilan proses itu sendiri dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Abdullah (1982) sejarah lokal adalah suatu peristiwa yang terjadi di tingkat lokal yang batasannya di buat atas kesepakatan atau perjanjian oleh penulis sejarah. Batasan lokal ini menyangkut aspek geografis yang berupa tempat tinggal suku bangsa, suatu kota atau desa.
Pembelajaran yang baik tentunya memiliki dasar pemikiran yakni getting better together, learning to know, learning to do, learning to be yang akan lebih memberikan kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa baik sekolah dasar (SD), menengah pertama (SMP) dan bahkan lanjutan atas (SMA) yang bertujuan untuk memperoleh serta mengembangkan kognisi, afeksi dan psikomotorik yang bermanfaat bagi kehidupan di masyarakat.
Pengertian sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang menceritakan peristiwa masa lalu berdasarkan fakta dan data. Moh Ali (1965) mengemukakan bahwa sejarah adalah ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa yang merupakan realitas. Dari pengertian sejarah sebagai ilmu sangat diperlukan berbagai metode, model dan sumber pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran berpegang pada hakekkat belajar dan pembelajaran, dengan tetap berdasarkan pada karakteristik dan ruang lingkup sejarah. Model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik ilmu sejarah diperlukan agar tidak menimbulkan kebingungan pada siswa karena adanya perbedaaan dengan mata pelajaran sejarah. Sedang sumber belajar adalah sarana dan prasaran yang mendukung tercapaianya tujuan pembelajaran seperti buku atau literatur dan lain-lain.
Pembelajaran sejarah yang sesuai dengan karakteristik ilmu sejarah menurut Kardisaputra (2003) adalah :
Model-model pembelajaran dalam pembelajaran sejarah yang dapat mendukung pengembangan kesadaran sejarah seperti picture studi, dokumen studi, drama, wisata sejarah dan map studi. Penemuan model pembelajaran sejarah yang tepat tidak saja berguna terhadap penerimaan materi tetapi juga kualitas siswa ataupun lulusan. Diharapkan dengan penemuan model inovasi dalam pendidikan sejarah sehingga materi tersebut lebih menarik dan penyampaian pendidikan sejarah tidak monoton didalam kelas.
Dalam pengembangan model pembelajaran sejarah yang akan berfungsi meningkatkan standar kompetensi untuk memahami dan mengahargai benda-benda dan peninggalan sejarah dan budaya global berdasarkan pemahaman konteks budaya, geografis dan historis. Pembelajaran sejarah perlu menggunakan berbagai model yang mempunyai potensi untuk menambah wawasan dan konteks belajar serta meningkatkan hasil belajar.
Dalam pengajaran sejarah lokal, siswa akan mendapatkan contoh-contoh dan pengalaman–pengalaman dari berbagai tingkat perkembangan lingkungan masyarakatnya. Singkatnya, mereka akan lebih mudah menangkap konsep waktu atau perkembangan yang menjadi kunci penghubung masa lampau, masa lalu dan masa yang akan datang sesuai konsep sejarah yang menggabungkan tiga dimensi.
Seperti diketahui bahwa pengembangan metode pengajaran sejarah mempunyai bebrapa alternative pilihan : pertama tipe pengajian informasi sejarah dari pengajaran kepada siswa tanpa mengharuskan siswa berada di lapangan. Kedua, pengajar dapat membuat model penjelajahan lingkungan sekitar. Tipe ini dapat diterapkan pada siswa walau dengan intensitas kedalaman materi dan riset yang berbeda. Ketiga, guru dapat menerapkan model lawatan sejarah sebagai upaya mengeksplorasi kekayaan sejarah lokal dan budaya yang dimilikinya. Keempat guru dpat memiliki model pembelajaran wisata sejarah sebagai sarana mengunjungi situs bersejarah. Model ini mirip sekali dengan lawatan sejarah. Pada model wisata sejarah siswa menikmati obyek sejarah layaknya mereka sebagai tourist dan berkesan rekreatif. Kelima, pengajar dapat memilih model studi sejarah murni artinya sorang guru memberi beban penugasan penelitian sejarah murni kepada siswa dengan pembatasan-pembatasan yang sudah diprogrmkan sebaik-baiknya. Dari kelima alternative pilihan tersebut dapat dipilih alternative keempat sesuai dengan tujuan penelitian yakni Wisata Sejarah sebagai Model pembelajaran sejarah di jurusan pendidikan Sejarah.
Tanggung jawab seperti itu tentu saja harus melibatkan berbagai elemen masyarakat, baik itu pemerintah maupun akademisi berupa pemberian pemahaman dan pengertian kepada masyarakat akan arti penting dan makna dari pembelajaran sejarah. Upaya terkini yang dapat dilakukan melalui perguruan tinggi adalah pemberian pendidikan sosial kepada masyarakat dengan melibatkan sejarawan, antropolog dan sosiolog. Dengan pendekatan humanis dan manusiawi ini, kepedulian serta kesadaran (consciousness) masyarakat dapat bertumbuh. Dengan cara itulah, penghargaan terhadap sejarah dapat berjalan dengan baik. Niscaya tanpa itu, maka sejarah tersebut akan dianggap membosankan.
Dalam pembelajaran sangat diperlukan adanya pemilihan bentuk model pembelajaran yang berpegang pada hakekat belajar dan pembelajaran, dengan tetap berdasarkan karakteristik ilmu yang akan diajarkan pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa ketepatan guru oleh memilih model dan metode. Pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa, karena model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas proses belajar megajar yang dilakukan guru.
Oleh:
Erond L. Damanik, M.Si
Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial
Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan
2010
(Mengantisipasi Pembelajaran Sejarah Yang Membosankan)
A. Pengantar
Orang tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada faedahnya. Faktanya banyak orang secara terus menerus menulis tentang sejarah di semua peradaban dan disepanjang waktu dan hal tersebut menjadi bukti bahwa sejarah itu perlu. Sejarah dalam tulisan atau dokumentasi ini menjadi sarana penting dalam mempelajari kemajuan dan kemunduran yang terkandung dalam berbagai peristiwa di masa lalu. Dengan demikian, pelajaran dari peristiwa masa lalu yang sudah menjadi menyejarah menjadi sangat berguna dalam memaknai hidup yang tengah berjalan demi kemajuan di masa depan. Tujuan pembelajaran sejarah (the objective of history teaching) bukan sekedar mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga mentransfer nilai-nilai estetika.
Fakta membuktikan bahwa masalah yang dihadapi dalam konteks pendidikan di Indonesia memiliki kualitas rendah dibanding dengan negara-negara maju lainnya. Itu dikarenakan kondisi Indonesia yang belum stabil dan model serta sumber pembelajaran tergolong minim. Kuntowijoyo (1992) pernah mengingatkan maraknya konflik sosial dan ancaman desintergrasi bangsa belakang ini disumbang juga oleh kegagalan pembelajaran sejarah di sekolah. Tekanan materi yang diberikan pada konflik antar kelompok dan golongan masyarakat serta perang antar kerajaan rupanya menjadi materi warisan ingatan kolektif (collective memory). Di perguruan tinggi misalnya, sebagian siswa di jurusan sejarah mengikuti pelajaran sejarah ibarat mimpi buruk. Tidak sedikit praktisi dan pengamat pendidikan memberikan pernyataan-pernyataan getir mengenai sederet persoalan di sekitar praktek pembelajaran berdasarkan hasil temuannya. I Gede Wijaya (1991) yang menyebutkan bahwa umumnya pembelajaran sejarah kurang menarik karena mengulang materi yang sama dari tingkat SD sampai perguruan tinggi. Akhirnya mata pelajaran sejarah dianggap dan dinilai oleh sebagian siswa sebagai mata siswaan yang membosankan.
Rochiati Winaatmadja guru besar pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dalam ringkasan disertasinya (1992) memandang bahwa pengajaran sejarah memiliki kelemahan yang ada didalamnya. Proses pembelajaran yang ada kurang mengikuti peserta didik serta banyak mentolerasi budaya diam di dalam kelas. Faktor penyebabnya adalah materi sejarah bersifat informatif (pemindahan kognitif) dan kurang memberikan rangsangan (stimulus response) bagi daya nalar dan berpikir kritis Siswa. Faktor lainnya adalah kesenjangan antara pembelajaran (teaching gab) nilai-nilai berharga yang dapat terlihat dari sulitnya mengembangkan perspektif pengajar sejarah untuk mengantisipasi masa depan dan model pembelajaran sejarah konvensional.
Darmawan dalam Agus dan Restu (2007) mengutip pendapat Parrington dalam bukunya The Idea of an Historical Education (1980) yang menyatakan bahwa pengajaran sejarah sangat didominasi oleh pengajaran hafalan dengan terlalu menekankan “Chalk and Talk” (kapur dan bicara) dan terlalu menekankan memorisasi dengan mengabaikan unsur pengembangan kemampuan intelektual yang lebih tinggi.
Sejarah seringkali menjadi pelajaran yang membosankan para siswa. Mereka dijejali dengan nama-nama tokoh, tempat dan tanggal suatu kejadian yang dianggap penting dalam suatu masa atau kurun waktu yang terlalu sejarah. Juga tidak menarik, membosankan, bahkan yang bosan mungkin termasuk guru-nya. Ada persoalan krusial dalam pembelajaran antara lain karena sebagian besar pengajar masih terfokus dengan metode dan model yang monoton, materi yang disampaikan tidak terkait dengan fenomena lokal, kekinian dan realitas sosial sehingga respon siswa kurang kreatif. Ditambah lagi sebagian siswa jurusan sejarah memilih program pendidikan sejarah rata-rata pilihan kedua dan ketiga sehingga unsur ketertarikan dalam diri tidak ada. Jika kondisi semacam ini terus menerus dilakukan maka pembelajaran sejarah akan menjadi pelajaran yang masih membosankan yang pada akhirnya berpengaruh negatif terhadap prestasi siswa dan lulusan pendidikan sejarah akan memakai teori konvensional terus menerus.
B. Pembelajaran Sejarah
Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, Diharapkan melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi siswa. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal. Namun, salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Model ini sebenarnya sudah tidak layak lagi digunakan sepenuhnya dalam suatu proses pengajaran dan perlu di ubah. Dari keseluruhan guru pendidikan sejarah yang memakai model pembelajaran konvensional lebih banyak dibandingkan dengan guru memakai model pembelajaran yang inovatif. Untuk mengubah model pembelajaran konvensional sangat susah bagi guru karena harus memilih kemampuan dan keterampilan menggunakan model pembelajaran lainnya.
Memang model pembelajaran ini tidak serta merta kita tinggalkan dan guru harus melakukan model konvensional pada setiap pertemuan, setidak-tidaknya pada awal proses pembelajaran dilakukan. Atau awal pertama memberikan kepada siswa sebelum menggunakan model pembelajaran yang akan guru gunakan. Menurut Djamarah (1996) metode konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dahulu kala metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan anatara siswa dengan guru dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta pembagian tugas dan latihan.
Selanjutnya menurut Roestiyah (1998) cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah sejak dahulu guru atau guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa adalah secara lisan atau ceramah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan para guru. Bahwa, pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hafalan dari pada pengertian mengutamakan hasil dari proses dan pengajaran berpusat pada guru saja. Guru biasanya mengajar dengan berpedoman pada buku teks, atau diktat dengan mengutamakan metode ceramah dan kadang-kadang tanya jawab, tes atau evaluasi yang bersifat simatif dengan maksud untuk mengetahui perkembangan jarang dilakukan. Siswa harus mengikuti cara belajar yang dipilih oleh guru dengan patuh terhadap muatan yang ditetapkan guru dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat atau mengeluarkan ide-ide yang kreatif.
Ada empat komponen yang saling berkait dan menjadi penyebab munculnya masalah dalam pembelajaran sejarah menurut Kumalasari (2005) yakni :
- Tenaga pengajar sejarah yang pada umumnya miskin wawasan kesejarahan karena ada semacam kemalasan intelektual untuk menggali sumber sejarah, baik berupa benda-benda dokumen maupun literature.
- Buku-buku sejarah dan media pembelajaran sejarah yang masih terbatas
- Siswa yang kurang positif terhadap pembelajaran sejarah
- Metode dan model pembelajaran sejarah pada umumna kurang menantang dan intelektual peserta didik.
Pada dasarnya pembelajaran sejarah lokal agak berbeda dengan sejarah lokal itu sendiri. Sejarah lokal berarti proses kegiatan belajar di lingkungan pendidikan formal yang sasarannya adalah keberhasilan proses itu sendiri dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Abdullah (1982) sejarah lokal adalah suatu peristiwa yang terjadi di tingkat lokal yang batasannya di buat atas kesepakatan atau perjanjian oleh penulis sejarah. Batasan lokal ini menyangkut aspek geografis yang berupa tempat tinggal suku bangsa, suatu kota atau desa.
Pembelajaran yang baik tentunya memiliki dasar pemikiran yakni getting better together, learning to know, learning to do, learning to be yang akan lebih memberikan kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa baik sekolah dasar (SD), menengah pertama (SMP) dan bahkan lanjutan atas (SMA) yang bertujuan untuk memperoleh serta mengembangkan kognisi, afeksi dan psikomotorik yang bermanfaat bagi kehidupan di masyarakat.
Pengertian sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang menceritakan peristiwa masa lalu berdasarkan fakta dan data. Moh Ali (1965) mengemukakan bahwa sejarah adalah ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa yang merupakan realitas. Dari pengertian sejarah sebagai ilmu sangat diperlukan berbagai metode, model dan sumber pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran berpegang pada hakekkat belajar dan pembelajaran, dengan tetap berdasarkan pada karakteristik dan ruang lingkup sejarah. Model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik ilmu sejarah diperlukan agar tidak menimbulkan kebingungan pada siswa karena adanya perbedaaan dengan mata pelajaran sejarah. Sedang sumber belajar adalah sarana dan prasaran yang mendukung tercapaianya tujuan pembelajaran seperti buku atau literatur dan lain-lain.
Pembelajaran sejarah yang sesuai dengan karakteristik ilmu sejarah menurut Kardisaputra (2003) adalah :
- Mengajak siswa berpikir sejarah dengan cara berpikir imajinatif dengan membanyangkan sesuatu yang nyata-nyata pernaha ada dan atau pernah terjadi.
- Intelektual siswa dilatih dalam bentujk kegiatan belajar dengan menarik generalisasi dalam sejarah dengan belajara menggunakan belajar inkuiri.
- Siswa diajak belajar konsep secara induktif maupun deduktif, yang merupakan wahana berpikir keilmuan
- Mengembangkan keterampilan berpikir intelektual dalam bentuk pembelajaran,
- Menunjukkan realita-realita yang hidup dalam masyarakat dengan menanamkan kesadaran sejarah dan perpektif sejarah.
Model-model pembelajaran dalam pembelajaran sejarah yang dapat mendukung pengembangan kesadaran sejarah seperti picture studi, dokumen studi, drama, wisata sejarah dan map studi. Penemuan model pembelajaran sejarah yang tepat tidak saja berguna terhadap penerimaan materi tetapi juga kualitas siswa ataupun lulusan. Diharapkan dengan penemuan model inovasi dalam pendidikan sejarah sehingga materi tersebut lebih menarik dan penyampaian pendidikan sejarah tidak monoton didalam kelas.
Dalam pengembangan model pembelajaran sejarah yang akan berfungsi meningkatkan standar kompetensi untuk memahami dan mengahargai benda-benda dan peninggalan sejarah dan budaya global berdasarkan pemahaman konteks budaya, geografis dan historis. Pembelajaran sejarah perlu menggunakan berbagai model yang mempunyai potensi untuk menambah wawasan dan konteks belajar serta meningkatkan hasil belajar.
Dalam pengajaran sejarah lokal, siswa akan mendapatkan contoh-contoh dan pengalaman–pengalaman dari berbagai tingkat perkembangan lingkungan masyarakatnya. Singkatnya, mereka akan lebih mudah menangkap konsep waktu atau perkembangan yang menjadi kunci penghubung masa lampau, masa lalu dan masa yang akan datang sesuai konsep sejarah yang menggabungkan tiga dimensi.
Seperti diketahui bahwa pengembangan metode pengajaran sejarah mempunyai bebrapa alternative pilihan : pertama tipe pengajian informasi sejarah dari pengajaran kepada siswa tanpa mengharuskan siswa berada di lapangan. Kedua, pengajar dapat membuat model penjelajahan lingkungan sekitar. Tipe ini dapat diterapkan pada siswa walau dengan intensitas kedalaman materi dan riset yang berbeda. Ketiga, guru dapat menerapkan model lawatan sejarah sebagai upaya mengeksplorasi kekayaan sejarah lokal dan budaya yang dimilikinya. Keempat guru dpat memiliki model pembelajaran wisata sejarah sebagai sarana mengunjungi situs bersejarah. Model ini mirip sekali dengan lawatan sejarah. Pada model wisata sejarah siswa menikmati obyek sejarah layaknya mereka sebagai tourist dan berkesan rekreatif. Kelima, pengajar dapat memilih model studi sejarah murni artinya sorang guru memberi beban penugasan penelitian sejarah murni kepada siswa dengan pembatasan-pembatasan yang sudah diprogrmkan sebaik-baiknya. Dari kelima alternative pilihan tersebut dapat dipilih alternative keempat sesuai dengan tujuan penelitian yakni Wisata Sejarah sebagai Model pembelajaran sejarah di jurusan pendidikan Sejarah.
Tanggung jawab seperti itu tentu saja harus melibatkan berbagai elemen masyarakat, baik itu pemerintah maupun akademisi berupa pemberian pemahaman dan pengertian kepada masyarakat akan arti penting dan makna dari pembelajaran sejarah. Upaya terkini yang dapat dilakukan melalui perguruan tinggi adalah pemberian pendidikan sosial kepada masyarakat dengan melibatkan sejarawan, antropolog dan sosiolog. Dengan pendekatan humanis dan manusiawi ini, kepedulian serta kesadaran (consciousness) masyarakat dapat bertumbuh. Dengan cara itulah, penghargaan terhadap sejarah dapat berjalan dengan baik. Niscaya tanpa itu, maka sejarah tersebut akan dianggap membosankan.
Dalam pembelajaran sangat diperlukan adanya pemilihan bentuk model pembelajaran yang berpegang pada hakekat belajar dan pembelajaran, dengan tetap berdasarkan karakteristik ilmu yang akan diajarkan pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa ketepatan guru oleh memilih model dan metode. Pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa, karena model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas proses belajar megajar yang dilakukan guru.
Oleh:
Erond L. Damanik, M.Si
Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial
Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan
2010
0 komentar: