Kisah Keturunan Dinasti Han Di Pulau Jawa
Ketika
membaca sejarah Tionghoa Indonesia, saya menemukan satu paragraph
menarik yang menceritakan adanya keturunan dinasti Han di pulau Jawa
sejak jaman Han. Sebelum menarik kesimpulan benar atau salah paragraph
yang akan saya tuliskan di bawah dan sambil menanti datangnya buku
“Notes Yong An” 庸庵筆記yang menuliskan itu, kita perlu bersikap arif dengan
tidak mengenyampingkan kemungkinan benarnya juga ada kemungkinan
salahnya, bergerak terus dalam tafsir menafsir, di dalam pergerakan itu
akan melahirkan wawasan baru dan wacana baru hingga nantinya mungkin
bisa terhenti, pembedahan teks ke teks, kedalaman isi teks, komparasi
hingga objek situs jika ada dan sebagainya. Derrida mengatakan bahwa
bahasa adalah intensionalitas kita perlu sadari bahwa segala sesuatu
adalah teks, yang bisa dibaca dalam perspektif bahasa.
Sekilas sejarah penulis “Notes Yong An”. Pada masa dinasti Qing, Xue Chengfu 薛成福 ( 1838-1894 ) adalah seorang pejabat tinggi kerajaan Qing yang menjadi murid Zeng Guofan 曾國藩, sempat menjadi duta Qing di empat negara Eropa. Salah satu yang menarik adalah desakannya kepada Inggris agar mengijinkan kerajaan Qing untuk membuka konsulat di wilayah Asia Tenggara dan Burma.
Sekilas isi yang dikutip oleh prof.Huang Kunzhang 黃昆章 dalam “Sejarah Tionghoa Indonesia” dan diterjemahkan secara bebas oleh saya.
Pada masa dinasti Han Timur, di Dinghai 定海( skrg. Kabupaten Zhen Hai 鎮海Provinsi Zhejiang 浙江 ) ada seorang pelajar ( 茂才 ) yang ditangkap oleh penjahat dari Nan Yue 南粵 ( Guangdong Selatan ), setelah berhasil melarikan diri, ia menjadi pedagang, ketika ia berlayar ke Singapore, terkena hantaman angin topan dan terombang ambing hingga pulau Jawa, disana ia menetap selama 5 tahun baru kembali ke Tiongkok.
Orang Dinghai ini pernah berkata kepada orang lain bahwa di pulau Jawa wilayah selatan ada perkampungan dan bernama kampung marga Liu 劉莊, disana yang tinggal ada sekitaran ribuan keluarga dan semua bermarga Liu. Mereka berkumpul dan menetap disana, karena mereka adalah keturuan kaisar Huidi 惠帝 ( 194 BCE-199 BCE ).
Dia juga mengatakan bahwa orang kampung Liu itu hendak menulis ulang dan menata kembali buku marga Liu, minta ia membuat kerangkanya. Ia kemudian membuka halaman pertama dari buku marga Liu, dilihat di dalamnya asal muasal klan marga Liu di Jawa : Saat masa kaisar Hui, ibusuri Lv sakit keras, ia ( Lv ) memberikan kekuasaan pada marga Lv.
Setelah ibu suri Lv meninggal, para pejabat kemudian membunuh orang-orang ibusuri, bahkan membunuh anak Huidi, yakni Shaodi 少帝. Istri Shaodi, permaisuri Zhang menyuap para kasim, bayi yang berumur 3 tahun, anak Shaodi digendong keluar dari istana di malam hari. Diberi kepada adik pemaisuri Zhang yang bernama Zhang Yan 張偃 yang kemudian memeliharanya diam-diam.
Saat raja Yue Selatan 南粵王 Zhao Tuo 趙佗 mengirim upeti ke istana, Zhang Yan memanfaatkan itu dengan mengirimkan ke Nan Yue. Zhao Tuo saat mengetahui anak itu adalah cucu pertama dari Huidi, iapun member jabatan dan tanah kepada anak itu. Tapi saat setelah bergenerasi-generasi ( tulisannya belasan generasi ), tanah pemberian itu sudah melenyap, yang mengakibatkan keturunannya menjadi rakyat biasa.
Keturunannya bertambah banyak, walau sudah berpindah, tapi selama 2000 tahun ini buku marga Liu masih bisa dicek. Dalam rumah abu marga Liu di pulau Jawa, masih menyimpan 3 buah pusaka, pertama adalah cap kerajaan kecil istana Han 漢宮小玉禧, kedua adalah kaca perunggu kuno, satunya adalah giok Ruyi. Ke 3 pusaka ini adalah kenang-kenangan dari permaisuri Zhang untuk anaknya, yang kemudian menjadi pusaka warisan keluarga. Rumah abu Liu amat luas, depan altar Di zi 帝子 ( Shao di 少帝 ), belakang altar Huidi dan permaisuri Zhang.
Walau terdengar menggelikan dan kekurangan catatan sejarah, tapi kita tidak bisa menutup kemungkinan dari legenda ini bahwa jaman Han dahulu sudah ada orang Tionghoa yang tinggal di pulau Jawa. Dan beberapa penggalian arkeologis dan catatan sejarah sudah membuktikan adanya hubungan antara Tiongkok dan tiga pulau utama Indonesia. Hanya yang perlu dicari adalah rumah abu marga Liu yang ditulis oleh Xue Chengfu itu ada dimana ? Apakah ada cap istana ? Apakah ada cerita pendukung atau catatan pendukung ? Kronologisnya menurut versi lain seperti apa ? Ini bisa menjadi bahan diskusi atau juga bisa menjadi dongeng tertawaan, tapi perlu diingat bahwa kemungkinan wacana baru, apakah pada masa dinasti Han sudah ada orang Tionghoa yang menetap di Indonesia ?
Sekilas sejarah penulis “Notes Yong An”. Pada masa dinasti Qing, Xue Chengfu 薛成福 ( 1838-1894 ) adalah seorang pejabat tinggi kerajaan Qing yang menjadi murid Zeng Guofan 曾國藩, sempat menjadi duta Qing di empat negara Eropa. Salah satu yang menarik adalah desakannya kepada Inggris agar mengijinkan kerajaan Qing untuk membuka konsulat di wilayah Asia Tenggara dan Burma.
Sekilas isi yang dikutip oleh prof.Huang Kunzhang 黃昆章 dalam “Sejarah Tionghoa Indonesia” dan diterjemahkan secara bebas oleh saya.
Pada masa dinasti Han Timur, di Dinghai 定海( skrg. Kabupaten Zhen Hai 鎮海Provinsi Zhejiang 浙江 ) ada seorang pelajar ( 茂才 ) yang ditangkap oleh penjahat dari Nan Yue 南粵 ( Guangdong Selatan ), setelah berhasil melarikan diri, ia menjadi pedagang, ketika ia berlayar ke Singapore, terkena hantaman angin topan dan terombang ambing hingga pulau Jawa, disana ia menetap selama 5 tahun baru kembali ke Tiongkok.
Orang Dinghai ini pernah berkata kepada orang lain bahwa di pulau Jawa wilayah selatan ada perkampungan dan bernama kampung marga Liu 劉莊, disana yang tinggal ada sekitaran ribuan keluarga dan semua bermarga Liu. Mereka berkumpul dan menetap disana, karena mereka adalah keturuan kaisar Huidi 惠帝 ( 194 BCE-199 BCE ).
Dia juga mengatakan bahwa orang kampung Liu itu hendak menulis ulang dan menata kembali buku marga Liu, minta ia membuat kerangkanya. Ia kemudian membuka halaman pertama dari buku marga Liu, dilihat di dalamnya asal muasal klan marga Liu di Jawa : Saat masa kaisar Hui, ibusuri Lv sakit keras, ia ( Lv ) memberikan kekuasaan pada marga Lv.
Setelah ibu suri Lv meninggal, para pejabat kemudian membunuh orang-orang ibusuri, bahkan membunuh anak Huidi, yakni Shaodi 少帝. Istri Shaodi, permaisuri Zhang menyuap para kasim, bayi yang berumur 3 tahun, anak Shaodi digendong keluar dari istana di malam hari. Diberi kepada adik pemaisuri Zhang yang bernama Zhang Yan 張偃 yang kemudian memeliharanya diam-diam.
Saat raja Yue Selatan 南粵王 Zhao Tuo 趙佗 mengirim upeti ke istana, Zhang Yan memanfaatkan itu dengan mengirimkan ke Nan Yue. Zhao Tuo saat mengetahui anak itu adalah cucu pertama dari Huidi, iapun member jabatan dan tanah kepada anak itu. Tapi saat setelah bergenerasi-generasi ( tulisannya belasan generasi ), tanah pemberian itu sudah melenyap, yang mengakibatkan keturunannya menjadi rakyat biasa.
Keturunannya bertambah banyak, walau sudah berpindah, tapi selama 2000 tahun ini buku marga Liu masih bisa dicek. Dalam rumah abu marga Liu di pulau Jawa, masih menyimpan 3 buah pusaka, pertama adalah cap kerajaan kecil istana Han 漢宮小玉禧, kedua adalah kaca perunggu kuno, satunya adalah giok Ruyi. Ke 3 pusaka ini adalah kenang-kenangan dari permaisuri Zhang untuk anaknya, yang kemudian menjadi pusaka warisan keluarga. Rumah abu Liu amat luas, depan altar Di zi 帝子 ( Shao di 少帝 ), belakang altar Huidi dan permaisuri Zhang.
Walau terdengar menggelikan dan kekurangan catatan sejarah, tapi kita tidak bisa menutup kemungkinan dari legenda ini bahwa jaman Han dahulu sudah ada orang Tionghoa yang tinggal di pulau Jawa. Dan beberapa penggalian arkeologis dan catatan sejarah sudah membuktikan adanya hubungan antara Tiongkok dan tiga pulau utama Indonesia. Hanya yang perlu dicari adalah rumah abu marga Liu yang ditulis oleh Xue Chengfu itu ada dimana ? Apakah ada cap istana ? Apakah ada cerita pendukung atau catatan pendukung ? Kronologisnya menurut versi lain seperti apa ? Ini bisa menjadi bahan diskusi atau juga bisa menjadi dongeng tertawaan, tapi perlu diingat bahwa kemungkinan wacana baru, apakah pada masa dinasti Han sudah ada orang Tionghoa yang menetap di Indonesia ?
0 komentar: