Sejarah Perang Mu'tah - 3000 Pasukan Muslim Melawan 200.000 Pasukan Romawi

Sejarah Perang Mu'tah - 3000 Pasukan Muslim Melawan 200.000 Pasukan Romawi- 200 ribu orang kalah melawan 3 ribu orang. Pasti Sobat takjub dan terheran-heran bukan? Yap...kekalahan ini memang pernah dialami 200 ribu orang pasukan Romawi kala melawan 3 ribu pasukan Muslim. Pertempuran ini terjadi pada awal era perkembangan Islam pada zaman Rasulullah SAW.
Perang yang kerap disebut perang Mu’tah ini terjadi pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun 8 H atau tahun 629 M, pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab sekitar dataran Syam, jajahan Romawi. Pasukan yang super besar tersebut merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab sekitar dataran Syam, jajahan Romawi.

Pecahnya Perang Mu’tah terjadi katika Nabi Muhammad SAW mengirim utusan bernama al-Harits bin Umair al-‘Azdi ke penguasa Bashra (Romawi Timur) bernama Hanits bin Abi Syamr Al-Ghassani yg baru diangkat oleh Kekaisaran Romawi. Baru sampai di tengah perjalanan, utusan tersebut dicegat dan ditangkap penguasa setempat bernama Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani, pemimpin dari bani Gasshaniyah (daerah jajahan romawi) dan dibawa ke hadapan kaisar Romawi Heraclius.

Naas, kekejaman pemimpin bani Gasshaniyah ini tega memenggal kepalanya. Pada tahun yang sama juga, 15 orang utusan Rasulullah dibunuh di Dhat al Talh daerah disekitar negeri Syam (Irak). Padahal, sebelum-sebelumnya kejadian ini tidak pernah terjadi.

Pembunuhan tersebut dianggap sebagai pelecehan dan menyalahi aturan politik dunia. Membunuh utusan, berbarti sama saja mengajak untuk berperang. Mendengar utusannya dibunuh, Rasulullah merasa sedih dan marah.

Ia kemudian mengutus sebanyak 3000 orang untuk berangkat ke daerah Syam, sebuah pasukan terbesar yang dimiliki kaum muslim setelah perang Ahzab.

Rasulullah SAW sadar bahwa melawan penguasa Bushra berarti juga melawan pasukan Romawi yang juga pasukan terbesar dan adidaya di muka bumi kala itu. Namun ini harus dilakukan karena bisa saja suatu saat pasukan lawan akan menyerang Madinah. Kelak pertempuran ini adalah awal dari pertempuran Arab – Byzantium.

Perang ini merupakan kali pertama Rasulullah SAW mengangkat tiga panglima sekaligus, YAKNI Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib, Abdullah bin Rawahah Ia mengetahui betul bagaimana kekuatan militer Romawi yang tak tertandingi pada waktu itu. Ketika pasukan ini berangkat Khalid bin al-Walid secara sukarela juga ikut menggabungkan diri. Dengan keikhlasan dan kesanggupannya dalam perang hendak memperlihatkan itikad baiknya sebagai orang Islam.

Saat bernagkat berjihad ke jalan Allah, sanak saudara kemudian beramai-ramai mengucapkan selamat jalan kepada komandan-komandan beserta pasukannya itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga turut mengantarkan mereka sampai ke Tsaniatul Wada’, diluar kota Madinah dengan memberikan pesan kepada mereka: Jangan membunuh wanita, bayi, orang-orang buta atau anak-anak, jangan menghancurkan rumah-rumah atau menebangi pohon-pohon.

Musuh ternyata mendengar tentang keberangkatan mereka. Kaum Romawi dan sekutunya kemudian mempersiapkan pasukan super besar untuk menghadapi kekuatan kaum Muslimin.

Sebanyak 100 ribu pasukan tentara Romawi dikerahka oleh Kaisar Heraclius. Jumlah yang sama juga dikerahkan oleh Syurahbil bin ‘Amr sehingga gabungan keduanya menjadi 200 ribu orang.

Kaum Muslimin awalnya kecut mendengar jumlah kekuatan musuh ini. Bahkan perjalanan sempat terhenti selama dua malam. Namun semangat Abdullah bin Rawahah ternyata mampu mengobarkan kembali semangat pasukan Muslimin.

Majulah! Hanya ada salah satu dari dua kebaikan; menang atau gugur (syahid) di medan perang.” Lalu mereka mengatakan, “ Demi Allah, Ibnu Rawahah berkata benar.”

Saat peperangan terjadi, pasukan Islam dipimpin Zaid bin Haritsah yang dengan gagah berani dengan bendera di tangannya. Namun Allah mencintai Zaid dan mengambilnya lewat sebuah tombak Romawi menancap di tubuhnya.

Sesaat kemudian, Ja’far bin Abu Thalib segera mengambil alih pasukan. Beliau maju ke tengah-tengah barisan musuh sambil mengibaskan pedang kiri dan kanan memukul rubuh setiap musuh yang mendekat kepadanya sampai akhirnya, pasukan musuh dapat mengepung dan mengeroyoknya. Ja’far berputar-putar mengayunkan pedang di tengah-tengah musuh yang mengepungnya.

Dia mengamuk menyerang musuh ke kanan dan kiri dengan hebat sambil bersenandung: Wahai … surga nan nikmat sudah mendekat Minuman segar, tercium harum Tetapi engkau Rum … Rum…. Menghampiri siksa Di malam gelap gulita, jauh dari keluarga Tugasku … menggempurmu .. Sampai suatu ketika, ada seorang pasukan Romawi yang menebas tangan kanannya hingga putus. Darah suci pahlawan Islam tertumpah ke bumi. Lalu bendera dipegang tangan kirinya. Rupanya pasukan Romawi tidak rela bendera itu tetap berkibar. Tangan kirinya pun ditebas hingga putus. Kini ia kehilangan dua tangannya. Yang tersisa hanyalah sedikit lengan bagian atas. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tidak surut, Ja’far tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata lawan. Ada diantara mereka yang menyerang Ja’far dan membelah tubuhnya menjadi dua.

Berdasarkan keterangan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau akibat tusukan pedang dan anak panah.

Pasukan kemudian diambil alih oleh Ibnu Rawahah. Ia menerjang lawannya dari muka dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan perduli. Sekarang setelah menjadi panglima seluruh pasukan yang akan dimintai tanggung jawabnya atas hidup mati pasukannya, setelah terlihat kehebatan tentara romawi seketika seolah terlintas rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejap, kemudian ia membangkitkan seluruh semangat dan kekutannya dan melenyapkan semua kekhawatiran dari dirinya, sambil berseru: “Aku telah bersumpah wahai diri, maju ke medan laga Tapi kenapa kulihat engkau menolak syurga ….. Wahai diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati Inilah kematian sejati yang sejak lama kau nanti …….Tibalah waktunya apa yang engkau idam-idamkan selama ini Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah ksatria sejati ….!”(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid dan Ja’far yang telah mendahului gugur sebagai syuhada).

Para sahabat dan Rasulullah SAW tidak henti-hentinya meneteskan air mata setalah mendengar dua pemimpin pasukannya meninggal. Tangis duka. Tangis kehilangan. Kehilangan sahabat-sahabat terbaik. Kehilangan pahlawan-pahlawan pemberani. Namun bersamaan dengan tangis itu juga ada kabar gembira bagi mereka. Bahwa ketiga orang itu kini disambut para malaikat dengan penuh hormat, dijemput para bidadari, dan mendapati janji surga serta ridha Ilahi. Secara khusus kepada Ja’far bin Abu Thalib yang terbelah tubuhnya, ia dijuluki dengan Ath-Thayyar (penerbang) atau Dzul-Janahain (orang yang memiliki dua sayap) sebab Allah menganugerahinya dua sayap di surga, dan dengan sayap itu ia bisa terbang di surga sekehendaknya.

Pasukan Muslimin sadar, tidaklah mungkin menandingi pasukan sebesar pasukan Romawi tanpa siasat yang jitu. Ia lalu mengatur strategi, ditebarkan rasa takut ke diri musuh dengan selalu mengganti formasi pasukan setiap hari. Pasukan di barisan depan ditukar dibelakang, dan yang dibelakang berada didepan. Pasukan sayap kanan berganti posisi ke kiri begitupun sebaliknya.

Tujuannya adalah agar pasukan romawi mengira pasukan muslimin mendapat bantuan tambahan pasukan baru. Selain itu, khalid bin Walid mengulur-ulur waktu peperangan sampai sore hari karena menurut aturan peperangan pada waktu itu, peperangan tidak boleh dilakukan pada malam hari. Khalid memerintahkan beberapa kelompok prajurit kaum muslimin pada pagi harinya agar berjalan dari arah kejauhan menuju medan perang dengan menarik pelepah-pelepah pohon sehingga dari kejauhan terlihat seperti pasukan bantuan yang datang dengan membuat debu-debu berterbangan.

Pasukan musuh yang menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa pasukan muslim benar-benar mendapatkan bala bantuan. Mereka berpikir, bahwa kemarin dengan 3000 orang pasukan saja merasa kewalahan, apalagi jika datang pasukan bantuan. Karena itu, pasukan musuh merasa takut dan akhirnya mengundurkan diri dari medan pertempuran.

Dengan kemunduran ini, berarti kemenangan untuk pasukan Muslimin. Korban dari pihak muslim hanya 12 orang (al-Bidayah wan Nihayah (4/214)), sedangkan pasukan Romawi tercatat sekitar 20.000 orang.

0 komentar: