Sisingamangaraja XII (1845 – 1907) Pejuang Islam yang Gigih
Sisingamangaraja
merupakan nama besar dalam sejarah Batak. Dia tokoh pemersatu. Dinasti
Sisingamangaraja dimulai sejak pertengahan tahun 1500-an, saat Raja
Sisingamangaraja I yang lahir tahun 1515 mulai memerintah. Dia memang
bukan raja pertama di sana. Pemerintahan masa sebelum itu dikenal dengan
nama bius. Satu bius merupakan kumpulan sekitar tujuh horja. Sedangkan
satu horja terdiri dari 20 huta atau desa yang punya pimpinan sendiri.
Ada Bius Toba, Patane Bolon, Silindung dan sebagainya.
Dari 12 orang yang melanjutkan dinasti
Sisingamangaraja, Singamangaraja XII merupakan raja paling populer dan
diangkat sebagai pahlawan nasional sejak 9 November 1961. Lukisan
dirinya yang dibuat Augustin Sibarani yang kemudian tercetak di uang Rp
1.000 yang lama, merupakan satu-satunya “foto” diri Sisingamangaraja.
Dia naik tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya Singamangaraja XI
yang bernama Ompu Sohahuaon.
Penobatan Si Singamangaraja XII sebagai Maharaja di negri Toba bersamaan dengan dimulainya open door policy
(politik pintu terbuka). Belanda merasa perlu mengamankan modal asing
yang beroperasi di Indonesia yang tidak mau menandatangani Korte
Verkaring ( perjanjian pendek) di Sumatra terutama Aceh dan Tapanuli.
Kedua konsultan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa
lainya. Belanda sendiri berusaha menanamkan monopilinya di kedua
kesultanan tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi
selanjutnya untuk melahirkan peperangan yang berkepanjangan hingga
puluhan tahun.
Satu yang masih terus jadi bahan diskusi
hingga hari ini, adalah agama yang anutan Sisingamangaraja XII. Sebagian
yakin, dia penganut kepercayaan lama yang dianut sebagian besar orang
Batak. Mirip dengan dua agama besar dunia Islam dan Kristen, agama Batak
hanya mengenal satu Yang Maha Kuasa, Debata Mulajadi Na Bolon atau Ompu
Mulajadi Nabolon. Sekarang agama Batak lama sudah ditinggalkan, walau
tentu saja kepercayaan tradisional masih dipertahankan.
Daya tempur yang sangat lama ini karena
di tunjang oleh ajaran agama islam. Hal ini jarang jarang di kemukakan
oleh para sejarawan, karena merasa kurang relevan dengan predikat
Pahlawan Nasional. Atau karena alasan-alasan lain merasa kurang perlu
membicarakanya. Kalau toh mau membicarakan tentang agama yang di anut
oleh Si Singamangaraja XII, mereka lebih cenderung untuk mengakui Si
Singamangaraja XII beragama Pelbagu. Pelbagu semacam agama animisme yang
mengenal pula pemujaan dewa. Debata Mulajadi sebagai mahadewa. Juga
mengaenal ajaran Trimurti: Batara Guru (dewa kejayaan), Debata Ser
Satu hal yang sukar diterima adalah bila
Si Singamangaraja XII beragama animisme, karena kalu kita perhatikan Cap
Si Singamangaraja XII yang bertuliskan huruf arab berbunyi; Inilah Cap
Maharaja di negri Toba kampung Bakara kotanya. Hijrah Nabi 1304. Pada
cap tersebut terlihat jelas penggunaan tahun hijriah Nabi. Hal ini
memberikan gambaran tentang besarnya pengaruh ajaran Islam yang menjiwai
diri Si Singamangaraja XII. Adapun huruf batak yang masih pula di
abadikan, adalah sama dengan tindakan Pangeran Diponegoro yang masih
mengguakan huruf jawa dalam menulis surat.
Begitu pula kalau kita perhatikan bendera
perangnya. Terlihat pengaruh Islam dalam gambar kelewang, matahari dan
bulan. Akan lebih jelas bila kita ikuti keterangan beberapa majalah atau
koran Belanda yang memberitakan tentang agama yang di anut oleh Si
Singamangaraja XII, antara lain; Volgens berichten van de bevolking
moet de togen, woordige titularis een 5 tak jaren geleden tot den Islam
jizn bekeerd, doch hij werd geen fanatiek Islamiet en oefende geen druk
op jizn ongeving uit om zich te bekeeren. ( Sukatulis, 1907, hlm, 1)
Menurut kabar-kabar dari penduduk, raja
yang sekarang (maksud Titularis adalah Si Singamangaraja XII) semenjak
lima tahun yang lalu memeluk agama Islam yang fanatik, demikian pula dia
meneka supaya orang-orang sekelilingnya menukar agamanya. Berita di
atas ini memberikan data kepada kita bahwa Si Singamangaraja XII
beragama Islam. Selain itu, di tambahkan pula tentang rakyat yang tidak
beragama Islam, dan Si Singamangaraja XII tidak mengadakan paksaan atau
penekanan lainnya. Hal ini sekaligus memberikan gambaran pula tentang
penguasaan Si Singamangaraja XII terhadap ajaran agama itu sendiri.
Mohammad Said, dalam bukunya
Sisingamangaraja XII menyatakan kemungkinan benar bahwa Sisingamangaraja
seorang Muslim. Pedomannya berasal dari informasi dalam tulisan
Zendeling berkebangsaan Belanda, J.H Meerwaldt, yang pernah menjadi guru
di Narumonda dekat Porsea. Meerwaldt mendengar Sisingamangaja sudah
memeluk Islam.
Di majalah Rheinische
Missionsgessellschaft tahun 1907 yang diterbitkan di Jerman yang
menyatakan, bahwa Sisingamangaraja, kendati kekuatan adi-alamiah yang
dikatakan ada padanya, dapat jatuh, dan bahwa demikian juga halnya
dengan beralihnya dia menjadi orang Islam dan hubungannya kepada orang
Aceh.
Hubungan dengan Aceh ini terjadi Belanda
menyerang Tanah Batak pada tahun 1877. Karena lemah secara taktis,
Sisingamangaraja XII menjalin hubungan dengan pasukan Aceh dan dengan
tokoh-tokoh pejuang Aceh beragama Islam untuk meningkatkan kemampuan
tempur pasukannya. Dia berangkat ke wilayah Gayo, Alas, Singkel, dan
Pidie di Aceh dan turut serta pula dalam latihan perang Keumala.
Pertukaran perwira dilakukan. Perwira
terlatih Aceh ikut dalam pasukan Sisingamangaraja XII untuk membantu
strategi pemenangan perang, sementara perwira Batak terus dilatih di
Aceh. Salah satunya Guru Mengambat, salah seorang panglima perang
Sisingamangaraja XII. Guru Mengambat mendapat gelar Teungku Aceh.
Informasi itu berdasarkan Kort Verslag
Residen L.C Welsink pada 16 Agustus 1906. Dalam catatan itu disebutkan,
seorang panglima Sisingamangaraja XII bernama Guru Mengambat dari Salak
(Kab. Pakpak Hasundutan sekarang) telah masuk Islam. Informasi ini
diperoleh oleh Welsink dari Ompu Onggung dan Pertahan Batu.
Dalam sebuah surat rahasia kepada
Departement van Oorlog, Belanda, Letnan L. van Vuuren dan Berenshot pada
tanggal 19 juli 1907 menyatakan, Dat bet vaststaatdat de oude S .S. M.
Met zijn zonns tot den Islam waren over gegaan, al zullen zij wel niet
Mohamedan in merg en been geworden zijn/ Bahwa sudah pasti S. S. M. yang
tua dengan putra-putranya telah beralih memeluk agama Islam, walaupun
keislaman mereka tidak seberapa meresap dalam sanubarinya.
Surat Kabar Belanda Algemcene
Handeslsblad pada edisi 3 Juli 1907, sebagaimana dinyatakan Mohammad
Said dalam bukunya, menuliskan, “Menurut kabar dari pendudukan, sudahlah
benar raja yang sekarang (maksudnya Sisingamangaraja) semenjak lima
tahun yang lalu telah memeluk Islam. Tetapi dia bukanlah seorang Islam
yang fanatik, demikian pula dia tidak menekan orang-orang di
sekelilingnya menukar agamanya”.
Informasi ini semakin menguatkan dugaan
Sisingamangaraja XII telah memeluk Islam. Apalagi terlihat pola-pola
Islam dalam pola administrasi pemerintahannya, misalnya bendera dan
stempel.
Bendera Sisingamangaraja XII yang
berwarna merah dan putih., berlambang pedang kembar, bulan dan bintang,
mirip dengan bendera Arab Saudi sekarang. Bedanya bulan dalam bendera
Sisingamangaraja XII yang terletak di seblah kanan pedang merupakan
bulan penuh atau bulan purnama, bukan bulan sabit. Sedangkan bintang
yang terletak di sebelah kiri memiliki delapan gerigi, bukan lima
seperti yang biasa terlihat di mesjid dalam lambang tradisi Islam
lainnya. Namun benda bergerigi delapan itu bisa juga diartikan sebagai
matahari.
Bagian luar stempel Sisingamangaraja yang
mempunyai 12 gerigi pinggiran juga menggunakan tarikh Hijriah dan huruf
Arab. Namun huruf Arab itu untuk menuliskan bahasa Batak, “Inilah cap
Maharaja di Negri Toba Kampung Bakara Nama Kotanya, Hijrat Nabi 1304”.
Sedangkan aksara bataknya menuliskan Ahu Sahap ni Tuwan Singa Mangaraja
mian Bakara, artinya Aku Cap Tuan Singa Mangaraja Bertakhta di Bakara.
“Sebenarnya bendera dan stempel itu sudah
mencirikan corak Islam dalam pemerintahan Sisingamangaraja. Dengan
demikian kuat kemungkinan dia sudah memeluk Islam, tetapi tidak ada data
otentik jadi tidak bisa dipastikan kebenarannya,” kata Ketua Majelis
Ulama Sumut H Mahmud Azis Siregar.
Keterangan lebih mendalam disampaikan, Dada Meuraxa dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Suku-suku di Sumatera Utara. “Sisingamangaraja XII sudah masuk Islam dan disunatkan di Aceh waktu beliau datang ke Banda Aceh meminta bantuan senjata,” kata Meuraxa.
Dalam buku itu Meuraxa menyebutkan, keterangan itu berdasarkan
pernyataan seorang sumber, Tuanku Hasyim, yang mengutip pernyataan
bibi-nya yang juga istri Panglima Polem yang menyaksikan sendiri upacara
tersebut di Aceh.
“Walaupun belum cukup fakta-fakta
Sisingamangaraja seorang Islam, tetapi gerak hidupnya sangat terpengaruh
cerita Islam. Sampai kepada cap kerajaannya sendiri tulisan Arab.
Benderanya yang memakai bulan bintang dan dua pedang Arab ini pun
memberikan fakta terang,” tulis Dada Meuraxa.
Singamangaraja XII sendiri bernama Ompu
Pulobatu, lahir pada 18 Februari 1845 dan meninggal 7 Juni 1907 dalam
sebuah pertempuran dengan Belanda di Dairi. Sebuah peluru menembus
dadanya. Menjelang nafas terakhir, akibat tembakan pasukan Belanda yang
dipimpin Kapten Hans Christoffel itu, dia tetap berucap, “Ahuu Sisingamangaraja”.
Ucapan itu identik dengan kegigihannya
berjuang.Turut tertembak juga waktu itu dua putranya Patuan Nagari dan
Patuan Anggi, serta putrinya Lopian. Sedangkan sisa keluarganya ditawan
di Tarutung. Itulah akhir pertempuran melawan penjajahan Belanda di
tanah Batak sejak tahun 1877. Sisingamangaraja sendiri kemudian
dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di Silindung.
Makamnya baru dipindahkan ke Soposurung, Balige seperti sekarang ini
sejak 17 Juni 1953.
sumber :- http://mjinstitute.com/sejarah/21-si-singamangaraja-xii-gugur-sebagai-pahlawan-islam
- http://khairulid.blogspot.com/2005/03/mempertentangkan-agama-sisingamangaraja.html
0 komentar: