Sistem Mobilisasi dan Kontrol Pemerintah Pendudukan Jelang di Berbagai Daerah di Indonesia

Sistem Mobilisasi dan Kontrol Pemerintah Pendudukan Jelang di Berbagai Daerah di Indonesia - Dalam Undang-Undang Nomor 1 tanggal 7 Maret 1942 menyatakan bahwa Balatentara Nippon melangsungkan pemerintahan militer untuk sementara waktu di daerah yang ditempatinya, agar mendatangkan keamanan yang sentosa dan segera . Undang-undang yang dikeluarkan oleh Letnan Jenderal Hitoshi
Imamura, Panglima Tentara Keenam Belas itu sebenarnya melancarkan propaganda bahwa bangsa Jepang adalah saudara tua bangsa Indonesia. Dengan mengatakan hal ini, maka kedatangan bangsa Jepang disambut gembira oleh bangsa Indonesia. 
Sebab menurut mereka, bangsa Jepang dapat melepaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan dan segera menciptakan kemerdekaan. Apa yang dijanjikan oleh Jepang tersebut, ternyata hanyalah isapan jempol belaka. Bangsa Jepang tidak berusaha untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, malah lebih memeras lagi dan lebih membuat bangsa Indonesia sengsara, baik secara jiwa, raga, maupun materi. Eksploitasi ekonomi terjadi di mana-mana. Produksi pangan makin merosot, terutama beras dan kejadian ini makin membuat rakyat Indonesia makin menderita. Rakyat dipaksa untuk menyerahkan sebagian besar, atau bahkan seluruh hasil sawah dan kebunnya kepada pemerintah. Padi yang disetor kepada pemerintah dibayar dengan harga yang sangat rendah atau tidak dibayar sama sekali karena dianggap sebagai pajak.
Apa yang dilakukan Jepang terhadap masyarakat Indonesia adalah sebuah upaya untuk memenuhi kebutuhan Jepang. Eksploitasi terhadap sektor pertanian, perkebunan, dan perhutanan adalah langkah-langkah Jepang untuk penyediaan keperluan perang dan konsumsi para prajuritnya. Dalam sektor pertanian, Jepang berhasil memonopoli seluruh hasil pertanian. Dalam sektor perkebunan, rakyat Indonesia harus menanam tanaman jarak yang sangat dibutuhkan sebagai bahan pelumas mesin pesawat terbang dan persenjataan. Begitu pula di sector kehutanan, Jepang melakukan penebangan liar untuk dijadikan tanah pertanian baru yang dibuka di dekat markas prajurit Jepang.
Dalam menghadapi Perang Asia Timur Raya, Jepang mengatur siasat untuk mengatur keperluan ekonominya. Salah satunya, yaitu dengan dikeluarkannya aturan untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pemerintah Jepang juga menyita harta dan perusahaan dengan bebas milik orang-orang barat, hal ini dilakukan agar tidak terjadi lonjakan harga. Selain itu, beberapa perusahaan vital seperti pertambangan, listrik, telekomunikasi dan perusahaan transpor langsung dikuasai pemerintah Jepang. Apabila ada yang melanggar aturan tersebut, maka akan diberi hukuman berat.
Dengan pola ekonomi perang yang diterapkannya, maka setiap wilayah harus melaksanakan Sistem Autarki, yaitu setiap daerah harus memenuhi kebutuhannya sendiri serta harus dapat memenuhi kebutuhan perang. Pulau Jawa dibagi atas 17 autarki, Sumatra 3 autarki dan 3 lingkungan dari daerah minseifu (yang diperintah Angkatan Laut). Akibat sistem ekonomi tersebut maka pada tahun 1944, keadaan ekonomi makin parah. Kekurangan sandang dan pangan terjadi di mana-mana. Hal ini akhirnya disiasati dengan pengerahan barang dan menambah bahan pangan yang dilakukan oleh Jawa Hokokai, Nagyo Kumiai (Koperasi pertanian) dan instansi-instansi pemerintah lainnya. Selain itu, untuk meningkatkan produksi pangan maka pemerintah Jepang menganjurkan untuk membuka lahan baru. Tetapi, dampaknya sangatlah buruk untuk hutan-hutan yang tumbuh di Indonesia. Hutan-hutan ini ditebang secara liar untuk dijadikan lahan pertanian yang baru. Contohnya, di Pulau Jawa, di pulau ini tidak kurang dari 500.000 hektar hutan ditebang secara liar.
Pemerintah Jepang pun mengatur pengerahan jumlah makanan. Cara yang digunakan adalah penyetoran padi atau hasil panen lainnya kepada pemerintah, dan pemerintah Jepang juga lah yang mengatur seberapa besar porsi pembagiannya. Dari jumlah hasil panen, rakyat Indonesia hanya boleh memiliki 40 % dari hasil panen mereka sendiri. Sekitar 30 % harus diserahkan kepada pemerintah melalui kumiai penggilingan padi, sedangkan 30 % lagi untuk penyediaan bibit dan disetorkan kepada lumbung desa.
Rakyat Indonesia juga harus terbebani oleh pekerjaan tambahan berupa menanam tanaman jarak. Hal ini makin menambah penderitaan rakyat Indonesia. Selain pengorbanan jiwa dan materi, penderitaan rakyat Indonesia juga harus ditambah dengan terjadinya bencana alam seperti banjir yang parah. Di desa-desa, tenaga kerja semakin berkurang, karena mayoritas dijadikan tenaga romusha. Akibatnya, banyak rakyat yang menderita kekurangan pangan dan giz i, sehingga stamina kerja mereka sangat berkurang. Berbagai penyakit mulai bermunculan, kelaparan merajalela dan angka kematian tinggi. Bayangkan saja, di Wonosobo, pada masa ini, angka kematiannya mencapai 53,7 % dan di Purworejo mencapai 24 %. Setoran-setoran yang harus diserahkan rakyat kepada pemerintah Jepang, berlaku untuk semua lapisan masyarakat, termasuk kaum nelayan. Bagi mereka yang menangkap ikan, wajib menyetorkannya kepada kumiai perikanan. Mereka harus menyerahkan sebagian besar dari hasil tangkapannya, dan apa yang mereka terima hanyalah sebagai belas kasih dari para pengurus kumiai. Secara garis besar, pendudukan tentara Jepang di Indonesia menyebabkan berbagai permasalahan, di antaranya sebagai berikut.
  1. Kekurangan bahan makanan yang menyebabkan bencana kelaparan. diberbagai pelosok Indonesia. Hal ini disebabkan rakyat hanya mendapatkan 20 % dari hasil panen mereka, sehingga tidak mencukupi sama sekali kebutuhan hidup mereka.
  2. Tanah pertanian tidak menjadi subur karena terus ditanami dengan tanaman sejenis.
  3. Para petani tidak mempunyai waktu untuk mengolah lahan pertaniannya karena waktunya dihabiskan untuk bekerja di lahan milik pemerintah Jepang seperti di perkebunan kapas dan jarak.
  4. Produksi kapas yang tidak memenuhi kebutuhan masyarakat, mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan sandang. Hal ini disiasati dengan menggunakan pakaian dari karung goni atau bagor.
  5. Terjadinya pemerasan tenaga rakyat berupa romusha. Mereka dipekerjakan secara paksa, terutama untuk proyek-proyek militer seperti pembuatan lapangan terbang, jalan raya, jembatan, benteng pertahanan, dan jalan kereta api.
Pekerja romusha ini diambil dari desa-desa secara paksa, terutama dari pulau Jawa yang padat penduduknya. Ribuan romusha dikirim untuk mengerjakan proyek-proyek di pulau Jawa, luar pulau Jawa, bahkan ke luar negeri, seperti Malaya, Thailand, dan Birma. Menurut hasil perkiraan, sekitar 300.000 tenaga romusha yang dikirim ke luar Jawa, 70.000 di antaranya kembali ke desanya dalam keadaan yang menyedihkan. Akibatnya, banyak pemuda desa yang menghilang karena takut dijadikan tenaga romusha. Dari sekian banyak dampak buruk yang dihasilkan oleh penjajahan Jepang di Indonesia, terdapat juga dampak positifnya. Misalnya saja terjadinya perubahanperubahan di desa-desa. Hal ini dapat terjadi karena tenaga romusha yang diambil dari suatu desa, lalu dikirim keluar desanya, dan pada saat kembali mereka malah mendapat status yang lebih tinggi daripada yang lainnya, serta dapat melakukan perubahan-perubahan bagi desanya. Akan tetapi, meskipun ada dampak positif dari suatu penjajahan, tetap saja penjajahan akan lebihbanyak menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan dibanding kesejahteraan. Posisi Jepang semakin terjepit akibat kekalahan-kekalahan yang dialami dalam setiap medan pertempuran melawan Sekutu. Oleh karena itu, untuk mempertahankan pengaruh Jepang di negara-negara yang didudukinya, Perdana Menteri Koiso mengeluarkan Janji Kemerdekaan pada tanggal 7 September 1944 dalam sidang Parlemen Jepang di Tokyo. Sebagai bukti dan tindak lanjut janji tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada (pemimpin militer di Jawa) mengumumkan dibentuknya Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini bertugas mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang menyangkut segi politik dan ekonomi yang diperlukan bagi pembentukan negara Indonesia merdeka. Tidak beberapa lama, BPUPKI dibubarkan dan digantikan oleh Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 7 Agustus 1945, badan ini baru diresmikan. Akan tetapi, setelah mendengar berita penyerahan tanpa syarat Jepang terhadap Sekutu, kemerdekaan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia terwujud bukan atas nama PPKI, melainkan atas nama Bangsa Indonesia itu sendiri.

0 komentar: