SEJARAH YAHUDI DI INDONESIA



Sejarah Yahudi Di Indonesia

Konon, warga Yahudi sudah banyak berdiam di Indonesia sejak jaman kolonial Belanda, khususnya  di  Jakarta,  tapi  tidak  ada tanggal  yang  pasti  kaum Yahudi  menetap  di Indonesia. Sebuah situs Komunitas Yahudi dunia (lihat  di  sini)  mencatat  bahwa pada tahun  1850 seorang  utusan  dari  Jerusalem, Jacob  Saphir,  yang mengunjungi  Batavia (Jakarta), bertemu dengan seorang pedagang Yahudi dari Amsterdam yang menyebutkan bahwa ada  20  keluarga  Yahudi  dari  Belanda  atau  Jerman  tinggal  di  sana,  termasuk anggota pasukan kolonial Belanda.

Beberapa orang Yahudi juga tinggal di Semarang dan Surabaya. Mereka punya beberapa hubungan dengan agama Judaisme (ajaran Yahudi). Atas permintaan Saphir, Komunitas Amsterdam mengirim  rabbi yang mencoba mengorganisasikan  jemaah di  Batavia dan Semarang. Sejumlah Yahudi dari Baghdad atau asli orang Baghdad, dan dari Aden juga bermukim di  Jawa.  Pada tahun 1921, utusan Zionis  dari  Israel  yang bernama Cohen memperkirakan bahwa hampir ada 2,000 orang Yahudi yang tinggal di Jawa.  Sebagai catatan, Vereenigde Oostindische Compagnie (Serikat Dagang India Timur) atau VOC atau Kompeni berdiri pada tahun 1602 dan memegang hak monopoli dari Kerajaan Belanda untuk menguasai jalur perdagangan di Asia selama 21 tahun.

VOC adalah Multi National Company (MNC) pertama di dunia dan juga perusahaan Multi-nasional pertama yang menerbitkan saham. Selama hampir 200 tahun berkuasa, VOC akhirnya bangkrut dan dibubarkan pada tahun 1800 karena terlilit hutang dan kerusuhan. Akhirnya asset dan hutang-hutangnya diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda. Kembali kepada kisah kaum Yahudi. Yahudi Belanda di Surabaya ada yang memegang jabatan penting di pemerintahan,  dan banyak juga yang jadi  pedagang. Kaum Yahudi yang berasal  dari  Baghdad membentuk elemen yang paling orthodox (kolot). Di sana juga  terdapat  kaum Yahudi  asal  Eropa  Tengah  dan  Soviet  Russia,  yang  jumlahnya meningkat di tahun 1930an. Di tahun 1939 ada sekitar 2,000 pemukim Yahudi Belanda dan sejumlah Yahudi stateless (tanpa status kewarganegaraan) yang menjalani hukuman ketika Jepang menduduki Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia, unsur-unsur Yahudi Belanda mulai mengalami kemerosotan dan populasinya pun berkurang karena alasan-alasan politik dan ekonomi.

Ada  sekitar  450  orang  Yahudi  di  Indonesia  pada  tahun  1957,  umumnya  kaum Ashkenazim di  Jakarta  dan  kaum Sephardim di  Surabaya,  komunitas  inilah  yang memelihara sebuah sinagoga di sana. Komunitas tersebut berkurang menjadi 50 orang di tahun  1963.  Ada  sekitar  20  orang  Yahudi  yang  tinggal  di  Jakarta  dan  25  orang  di Surabaya  pada  tahun  1969. Komunitas  ini  diwakili  oleh  the  Board  of  Jewish communities  of Indonesia (Dewan Komunitas-komunitas  Yahudi  di Indonesia)  yang  berkantor di Jakarta. Pada tahun 1997, tercatat  ada sekitar  20 orang Yahudi tinggal di Indonesia, beberapa dari  mereka ada di Jakarta dan beberapa keluarga Yahudi lainnya yang berasal dari Iraq tinggal di Surabaya dan memelihara sebuah sinagoge kecil.

Mereka adalah Pedagang Sukses

Pada abad ke-19 dan 20 serta menjelang Belanda hengkang dari Indonesia, ada sejumlah orang Yahudi yang membuka toko-toko di Noordwijk (kini Jl Juanda) dan Risjwijk (Jl Veteran)  --  dua  kawasan  elite  di  Batavia  kala  itu  --  seperti  Olislaeger, Goldenberg, Jacobson van den Berg, Ezekiel & Sons dan Goodwordh Company. Di sepanjang Jalan Juanda (Noordwijk) dan Jalan Veteran (Rijswijk) jejak Zionis-Yahudi juga ada. Dalam sebuah artikel  di  sebuah media  massa  yang terbit  di  Jakarta,  sejarawan Betawi Alwi Shahab  menyebutkan,  pada  abad  ke-19  dan  ke-20,  sejumlah  orang  Yahudi  menjadi pengusaha papan atas di Jakarta. Beberapa di antaranya bernama Olislaegar, Goldenberg dan Ezekiel. Mereka menjadi pedagang sukses dan tangguh yang menjual permata, emas, intan, perak, arloji, kaca mata dan berbagai komoditas lainnya. Toko mereka berdiri di
sepanjang Jalan Risjwijk dan Noorwijk. Masih menurut Alwi, pada tahun 1930-an dan 1940-an, jumlah orang Yahudi cukup banyak di Jakarta.  Bisa mencapai ratusan orang. Mereka  pandai  berbahasa  Arab,  hingga  sering  dikira  sebagai  orang keturunan  Arab.

Bahkan Gubernur Jenderal Belanda, Residen dan Asisten Residen Belanda di Indonesia banyak yang keturunan Yahudi.  Di  masa  kolonial,  warga  Yahudi  ada  yang  mendapat  posisi  tinggi  di  pemerintahan. Termasuk gubernur jenderal AWL Tjandra van Starkemborgh Stachouwer (1936-1942). Sedangkan Abdullah Alatas (75 tahun) mengatakan, keturunan Yahudi di Indonesia kala
itu banyak yang datang dari negara Arab. Maklum kala itu negara Israel belum terbentuk. Seperti  keluarga Musri  dan Meyer yang datang dari  Irak. Sedangkan Ali  Shatrie (87) menyatakan  bahwa  kaum Yahudi  di  Indonesia  memiliki  persatuan  yang  kuat.  Setiap Sabath atau Sabtu, hari suci kaum Yahudi, mereka berkumpul bersama di Mangga Besar, yang kala itu merupakan tempat pertemuannya.  Di  gedung  itu,  seorang  rabbi,  imam  kaum Yahudi,  memberikan  wejangan  dengan membaca Kitab Zabur. 

Menurut  Ali Shatrie, kaum Yahudi umumnya memakai  paspor Belanda dan mengaku warga negara kincir angin. Sedangkan Abdullah Alatas mengalami  saat-saat hari Sabath dimana warga Yahudi sambil bernyanyi membaca kitab Talmut dan Zabur,  dua  kitab  suci  mereka.  Pada  1957,  ketika  hubungan  antara  RI-Belanda  putus akibat  kasus  Irian  Barat  (Papua),  tidak diketahui  apakah  seluruh  warga  Yahudi meninggalkan Indonesia. Konon, mereka masih terdapat di Indonesia meski jumlahnya tidak lagi seperti dulu. Yang pasti dalam catatan sejarah Yahudi dan jaringan gerakannya, mereka  sudah  lama  menancapkan  kukunya  di  Indonesia.  Bahkan  gerakan  mereka disinyalir  telah  mempengaruhi  sebagian  tokoh  pendiri  negeri  ini.  Sebuah  upaya menaklukkan  bangsa  Muslim terbesar  di  dunia  (Sabili,  9/2-2006). Dalam buku  Jejak Freemason & Zionis di Indonesia disebutkan bahwa gedung Bappenas di Taman Surapati dulunya  merupakan  tempat  para  anggota  Freemason  melakukan  peribadatan  dan pertemuan. Gedung Bappenas di kawasan elit Menteng, dulunya bernama gedung Adhuc Stat dengan logo Freemasonry di kiri kanan atas gedungnya, terpampang jelas ketika itu.

Anggota Freemason menyebutnya sebagai loji atau rumah syetan. Disebut rumah syetan, karena dalam peribadatannya anggota gerakan ini memanggil arwah-arwah atau jin dan syetan, menurut data-data yang dikumpulkan penulisnya Herry Nurdi. Freemasonry atau Vrijmetselarij dalam bahasa Belanda masuk ke Indonesia dengan beragam cara. Terutama lewat  lembaga  masyarakat  dan  pendidikan.  Pada  mulanya  gerakan  itu  menggunakan kedok persaudaraan kemanusiaan, tidak membedakan agama dan ras,  warna kulit  dan gender, apalagi tingkat sosial di masyarakat. Dalam buku tersebut disebutkan, meski pada tahun 1961, dengan alasan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa,  Presiden Sukarno melakukan pelarangan terhadap gerakan Freemasonry di Indonesia. Namun,  pengaruh Zionis tidak pernah surut. Hubungan gelap 'teman tapi mesra' antara tokoh-tokoh bangsa dengan  Israel  masih  terus  berlangsung.  Zionis-Yahudi  mengakar  kuat  di  Indonesia. Melalui  antek-anteknya  yang  ada  di  Indonesia,  mereka  berhasil  menguasai  sektor ekonomi,  terutama bidang perbankan dan merasuki  budaya Indonesia.  Ridwan Saidi, sejarawan Betawi, mengaku prihatin dengan kondisi umat saat ini. Sebab, banyak umat yang  masih  tidak  percaya  gerakan  Zionis-Yahudi.

Bahkan  sebagian  kaum Muslimin memandang  tudingan  gerakan  Zionis-Yahudi  sebagai  sesuatu  yang  mengada-ada atau sekedar dongeng mengisi waktu luang. Padahal, dampak dari  gerakan Zionis ini sangatlah merugikan kaum Muslimin bahkan umat manusia. “Siapa bilang tidak ada gerakan Zionis-Yahudi di sini. Ada dong, sebab akarnya terlalu kuat di Indonesia. Mereka masuk sejak zaman Hindia Belanda,” ujar pria yang puluhan tahun meneliti  dan mengkaji  gerakan Zionis-Yahudi itu.  Benarkah akar Zionis-Yahudi begitu kuat di Indonesia? Apa saja indikasi dan buktinya? Memang, tak mudah melacak jejak gerakan berbahaya ini di Indonesia. Apalagi selama ini,  ZionisYahudi, memang  gerakan  tertutup.  Aktivitas  mereka  berkedok  kegiatan  sosial  atau
kemanusiaan.  Namun sasaran dan tujuannya  sangat  jelas yaitu  Merusak kaum lain khususnya umat islam.  Ibarat orang  yang  sedang  buang  angin dengan  pelan:  tercium  baunya,  tapi  tak  nampak wujudnya. Tidak mudah mengendus dan mendeteksi mereka. Namun dengan membuka buka catatan sejarah, kabut dan misteri seputar jaringan Zionis-Yahudi di Indonesia akan terbuka lebar.

Konspirasi Gedung Bappenas

Gedung dan bangunan ternyata  tak  hanya  memiliki  estetika,  namun juga menyimpan sejarah  peradaban,  tak  terkecuali  gerakan  Zionis-Yahudi  di  Indonesia.  Dari  sejumlah dokumen sejarah, tidak sedikit gedung-gedung yang berdiri dan beroperasi saat ini yang  ternyata dulunya pernah menjadi pusat pengendali gerakan Zionis-Yahudi di Indonesia. Satu di antaranya adalah gedung induk yang saat ini dipakai pemerintah untuk kantor Badan  Perencanaan  Pembangunan  Nasional  (Bappenas)  di  Jalan  Taman  Suropati, Menteng,  Jakarta  Pusat.  Dalam buku  “Menteng  Kota  Taman  Pertama  di  Indonesia” karangan  Adolf  Hueken SJ,  disebutkan,  awalnya gedung  yang  kini  berperan  penting merencanakan pembangunan Indonesia itu adalah bekas loge-gebouw, tempat pertemuan para  vrijmetselaar  (kaum Freemason).  Loge-gebouw atau rumah arloji  sendiri  adalah sebuah sinagoga,  tempat  peribadatan  kaum Yahudi.  Dulu,  kaum Yahudi  memakainya untuk tempat “sembahyang” atau “ngeningkan cipta” kepada Tuhan. Karena tempat itu sering dipergunakan untuk memanggil-manggil  roh halus,  maka masyarakat  Indonesia
sering menyebut loge atau loji  sebagai  rumah setan.  Sementara  Vrijmetselarij  adalah organisasi  bentukan Zionis-Yahudi di Indonesia (Dulu Hindia Belanda).  Ridwan Saidi dalam bukunya  “Fakta  dan  Data  Yahudi  di  Indonesia”  menuliskan  bahwa pimpinan Vrjmetselarij  di  Hindia  Belanda  sekaligus  adalah  ketua  loge.Vrijmetselarij  bukanlah organisasi  yang  berdiri  sendiri. Ia  merupakan  bentukan  dari  organisasi  Freemasonry (tentang Freemasonry lihat  di  sini),  sebuah gerakan Zionis-Yahudi internasional  yang berkedudukan di London, Inggris.

Pada tahun 1717, para emigran Yahudi yang terlempar ke London, Inggris, mendirikan sebuah  gerakan  Zionis  yang  diberi  nama  Freemasonry.  Organisasi  inilah  yang  kini mengendalikan gerakan Zionis-Yahudi di seluruh dunia. Bandingkan lambang Freemason (di  sisi  kiri)  dengan lambang VOC (di  sisi  kanan)  yang memiliki  kemiripan.  Dalam
kenyataannya,  gerakan  rahasia  Zionis-Yahudi  ini  selalu  bekerja  menghancurkan kesejahteraan manusia,  merusak kehidupan politik,  ekonomi dan sosial  negara-negara
yang di  tempatinya.  Mereka ingin menjadi  kaum yang menguasai  dunia  dengan cara merusak bangsa lain, khususnya kaum Muslimin. Mereka sangat berpegang teguh pada cita-cita.  Tujuan  akhir  dari  gerakan  rahasia  Zionis-Yahudi  ini,  salah  satunya,  adalah mengembalikan bangunan Haikal Sulaiman yang terletak di Masjidil Aqsha, daerah AlQuds  yang  sekarang  dijajah  Israel.  Target  lainnya,  mendirikan  sebuah  pemerintahan Zionis internasional di Palestina, seperti terekam dari hasil pertemuan para rabbi Yahudi di Basel, Switzerland. Seperti disinggung di atas, gedung Bappenas memiliki sejarah kuat dengan gerakan Zionis-Yahudi. Tentu, bukan suatu kebetulan, jika lembaga donor dunia seperti  International  Monetary  Fund (IMF)  yang dikuasai  orang-orang Yahudi  sangat berkepentingan  dan  menginginkan  kebijakan  yang  merencanakan  pembangunan  di Indonesia  selaras  dengan program mereka.  Satu per  satu  bukti  kuatnya jejak  Zionis Yahudi di Indonesia bermunculan. Jejak mereka juga nampak di sepanjang Jalan Medan Merdeka  Barat  dengan  berbagai  gedung  pencakar  langitnya.  Menurut  Ridwan  Saidi,  semasa  kolonial  Belanda,  Jalan  Medan  Merdeka  Barat  bernama  Jalan  Blavatsky Boulevard.  Nama  Blavatsky  Boulevard  sendiri  tentu  ada  asal-usulnya.  Pemerintah kolonial Belanda mengambil nama Blavatsky Boulevard dari  nama Helena Blavatsky, seorang tokoh Zionis-Yahudi asal Rusia yang giat mendukung gerakan Freemasonry.

Siapa Blavatsky?

Pada November 1875, pusat gerakan Zionis di Inggris, Fremasonry, mengutus Madame Blavatsky—demikian Helena Balavatsky biasa disebut—ke New York. Sesampainya di
sana,  Blavatsky  langsung  mendirikan  perhimpunan  kaum  Theosofi.  Sejak  awal, organisasi kepanjangan tangan Zionis-Yahudi ini, telah menjadi mesin pendulang dolar
bagi  gerakan  Freemasonry.  Di  luar  Amerika,  sebut  misalnya  di  Hindia  Belanda,  Blavatsky dikenal  sebagai  propagandis  utama ajaran Theosofi.  Pada tahun 1853, saat
perjalanannya  dari  Tibet  ke  Inggris,  Madame  Blavatsky  pernah  mampir  ke  Jawa (Batavia).  Selama satu  tahun  di  Batavia,  ia  mengajarkan  Theosofi  kepada  para  elite kolonial dan masyarakat Hindia Belanda. Sejak itu, Theosofi menjadi salah satu ajaran yang  berkembang  di  Indonesia.  Salah  satu  ajaran  Theosofi  yang  utama  adalah menganggap semua ajaran agama sama.  Ajaran ini sangat mirip dan sebangun dengan pemahaman kaum liberal yang ada di Indonesia. Menurut cerita Ridwan Saidi, di era tahun 1950-an, di Jalan Blavatsky Boulevard (kini Jalan Medan Merdeka Barat) pernah berdiri sebuah loge atau sinagoga. Untuk misinya, kaum Yahudi memakai loge itu sebagai pusat kegiatan dan pengendalian gerakan Zionis di  Indonesia.  Salah  satu  kegiatan  mereka  adalah  membuka  kursus-kursus  okultisme (pemanggilan makhluk-makhluk halus). “Jika saat ini saham mayoritas Indosat dikuasai Singtel,  salah satu perusahaan telekomunikasi  Yahudi asal Singapura,  maka itu sangat wajar.  Sebab  dulunya  Indosat  adalah  sinagoga  dan  kembali  juga  ke  sinagoga,”  ujar mantan anggota DPR yang pernah menginjakkan kakinya ke Israel tersebut.

Tradisi Merantau

Sudah menjadi tradisi hidup kaum Zionis-Yahudi untuk merantau. Tidak ada daerah yang tidak mereka rambah. Di luar Jakarta, kaum Yahudi menetap di daerah Bandung, Jawa Barat.  Pengamat  Yahudi asal  Bandung,  HM Usep Romli mengatakan,  mereka masuk Bandung sejak tahun 1900-an. Untuk meredam resistensi masyarakat Bandung, mereka masuk melalui jalur pendidikan dengan berprofesi sebagai guru. Kebanyakan dari mereka adalah pengikut aliran Theosofi, kaki tangan gerakan Freemasonry internasional. Tempat kumpul  mereka  berada  di  sebuah  rumah  yang  terletak  di  dekat  Jalan  Dipati  Ukur. Masyarakat menyebut rumah itu sebagai rumah setan.
“Dulunya, kawasan Dipati Ukur adalah tempat tinggal orang-orang Belanda dan tempat berkumpulnya kaum terpelajar,  baik dari  Belanda maupun pribumi.  Itulah kenapa jika
ditengok  kawasan  Dipati  Ukur  saat  ini,  banyak  sekali  berdiri  lembaga-lembaga pendidikan, termasuk Universitas Padjajaran (Unpad). Namun saya tidak tahu di mana
tepatnya  markas  kaum Theosofi  tersebut,”  ujar  Usep.  Pada  dasarnya,  mereka  tidak mengalami kesulitan menjajakan pemahamannya karena berpenampilan  lembut,  sopan dan ramah.  Karenanya  banyak  masyarakat  yang simpati  dan tertarik  dengan mereka. Sampai-sampai  banyak  masyarakat  mengultuskan  ucapan  dan  ajaran  mereka,  hingga mengikuti ritual agama Yahudi. “Tanpa disadari ajaran Zionis masuk ke hati dan pikiran masyarakat Bandung dan tumbuh menjadi suatu ajaran yang kuat,” tandas Usep. Khusus di Surabaya, kaum Yahudi membentuk komunitas sendiri di beberapa kawasan kota lama, seperti Bubutan dan Jalan Kayon.  Di Jalan Kayon No 4, Surabaya, hingga kini berdiri sebuah  sinagog,  tempat  peribadatan  kaum Yahudi.  Selama  ini  gerakan  mereka  tidak mudah terdeteksi masyarakat karena mereka berkedok yayasan sosial dan amal.

Antek-Antek Zionis

Panah  beracun  Zionis-Yahudi  terus  dilepaskan  dari  busurnya  dan  terus  mengenai sasarannya.  Setelah  menunggu  satu  dekade,  kini  mereka  sedang  memanen buahnya. Melalui  antek-anteknya  di  Indonesia,  kaum Zionis-Yahudi  “menyetir”  dunia  politik, sektor  ekonomi,  terutama  bidang  perbankan  dan  jaringan  telekomunikasi.  Transaksi saham  menjadi  modal  ampuh  mengendalikan  Indonesia.  Singtel,  perusahaan telekomunikasi  milik  orang Yahudi  yang berkedudukan di  Singapura misalnya,  tahun lalu,  berhasil  menguasai  kepemilikan  PT Indosat,  sebagaimana  diungkapkan  Ridwan Saidi.  Mereka berhasil  menjadi  pemegang saham terbesar  dan berhak  mengatur  arah kebijakan Indosat  ke depan.  Komunikasi  Indonesia,  melalui  Indosat  misalnya,  dalam kendali  Yahudi?  Bandingkan lagi  logo  Indosat  (di  sebelah  kiri)  dengan logo  bintang David sebagai lambang negara Israel (di sebalah kanan) yang mirip bentuknya. Hal serupa terjadi dalam dunia pemberitaan.  Bhakti Investama,  sebuah perusahaan yang sebagian sahamnya milik George Soros, seorang Yahudi yang pada tahun 1998 mengacak-acak ekonomi Indonesia.  Dengan  membeli  saham,  dia  mulai  memasuki  industri  media  di Indonesia Ritel juga menjadi sasaran utama mereka. Philip Morris, sebuah perusahaan rokok  dunia  milik  seorang Yahudi  asal  Amerika  menguasai  kira-kira  sembilan puluh persen saham perusahaan rokok  PT Sampoerna.  Ia  pun berhak mengendalikan bisnis perusahaan rokok ternama di Indonesia itu. Bidang budaya tak luput dari garapan mereka.

Untuk  menjauhkan  Islam  dari  agamanya,  mereka  masuk  ke  dalam  kebatinan  Jawa. Kuatnya akar Freemasonry dapat dilihat dari mantra-mantra memanggil roh halus atau jin yang memakai bahasa Ibrani, bahasa khas kaum Yahudi. Bau Zionis-Yahudi juga tercium tajam di dunia perjudian. Dadu yang sering dipakai dalam permainan judi bermata hewan Zionis.  “Ini  fakta.  Oleh  sebab  itu  saat  menerima  laporan  dari  bawahannya  tentang kuatnya akar Zionisme-Yahudi di Indonesia, Hitler, pemimpin NAZI langsung mengirim pasukannya ke Hindia Belanda untuk memerangi mereka,” ujar Ridwan. Jelas, gerakan Zionis-Yahudi bukanlah gerakan fiktif atau mengada-ada. Ia benar-benar nyata dan terus akan  bergerak  sampai  cita-citanya  tercapai:  Menguasai  dunia.  Oleh  sebab  itu,  kaum Muslimin harus terus memperkuat diri dengan Islam. Tidak boleh lengah atau lalai sedikit pun.  Tetap waspada,  jangan mudah termakan dengan pikiran atau paham bebas,  dan rapatkan barisan, adalah modal kuat melawan mereka. Dan, tak kalah pentingnya, adalah memperkuat dan mengembangkan jaringan dan gerakan yang sedang kita bangun!

Wallahu’alam

0 komentar: