Manusia Lupa Belajar Dari Sejarah

Oleh: Ibnu Din Assingkiri


Perjalanan hidup bukan sesukar mana tapi manusia sering mengambil jalan pintas (shortcut) hanya karena mau cepat tiba ke tujuan. Jalan pintas banyak hambatan (dan kesalahan) namun manusia masih sanggup karena tidak sabar. Manusia selalu tegar dan tak mau belajar dari pengalaman orang-orang terdahulu. Sesungguhnya belajar dari kesalahan sendiri sangat merugikan karena dampaknya pasti terkena kepada diri sendiri. Lebih baik belajar dari kesalahan orang lain - lebih aman dari resiko. Ilmu ini tersedia dan telah dipelajari sejak dari tingkat sekolah dasar. Ini dinamakan ilmu sejarah.


Apakah yang kebanyakan siswa (termasuk penulis) buat saat subjek sejarah? - Tidur. Ada banyak faktor yang menyebabkan siswa tidur. Salah satu yang utama ialah sejarah adalah narasi yang membosankan. Coba bayangkan jika sejarah ditulis dengan gaya puisi macho Imron Tohari, puisi cerdas dan mencerdaskan Aras Sandi dan jurus-jurus segar puisi Neogi Arur. Kemudian dibaca seperti deklamasi puisi ala Tosa Poetra atau pertunjukan teater ala Lingsir Wengi oleh guru dan siswa (lebey.com). Mungkin banyak siswa akan belajar sejarah dengan lebih baik.


Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, dalam sub topik - Belajar dari sejarah:


“Sejarah adalah topik ilmu pengetahuan yang sangat menarik. Tak hanya itu, sejarah juga mengajarkan hal-hal yang sangat penting, terutama mengenai: keberhasilan dan kegagalan dari para pemimpin kita, sistem perekonomian yang pernah ada, bentuk-bentuk pemerintahan, dan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan manusia sepanjang sejarah. Dari sejarah, kita dapat mempelajari apa saja yang memengaruhi kemajuan dan kejatuhan sebuah negara atau sebuah peradaban. Kita juga dapat mempelajari latar belakang alasan kegiatan politik, pengaruh dari filsafat sosial, serta sudut pandang budaya dan teknologi yang bermacam-macam, sepanjang zaman.


Salah satu kutipan yang paling terkenal mengenai sejarah dan pentingnya kita belajar mengenai sejarah ditulis oleh seorang filsuf dari Spanyol, George Santayana. Katanya: “Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya.”


Filsuf dari Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan dalam pemikirannya tentang sejarah: “Inilah yang diajarkan oleh sejarah dan pengalaman: bahwa manusia dan pemerintahan tidak pernah belajar apa pun dari sejarah atau prinsip-prinsip yang didapat darinya.” Kalimat ini diulang kembali oleh negarawan dari Inggris Raya, Winston Churchill, katanya: “Satu-satunya hal yang kita pelajari dari sejarah adalah bahwa kita tidak benar-benar belajar darinya.”


Kenapa manusia sering tidak mengambil iktibar dan belajar pada kesalahan (atau keberhasilan) orang-orang terdahulu masih menjadi persoalan berat. Jawabannya adalah tak lain dari, manusia mudah lupa. Saya petik karya mantan perdana menteri Malaysia, Tun Dr. Mahathir yang cerdas dalam politik dan juga sebagai penulis. Sajaknya yang mantap dengan jurus tipografi berjudul Melayu mudah lupa.


Melayu mudah lupa

Melayu mudah lupa
Melayu mudah lupa
Dulu bangsanya dipijak
Melayu mudah lupa
Dulu bangsanya retak
Melayu mudah lupa
Dulu bangsanya teriak
Melayu mudah lupa
Dulu bangsanya haprak
Melayu mudah lupa
Dulu bangsanya kelas dua
Melayu mudah lupa
Dulu bangsanya hina
Melayu mudah lupa
Dulu bangsanya sengketa
Melayu mudah lupa
Dulu bangsanya derita
Melayu mudah lupa
Dulu bangsanya kerdil
Melayu mudah lupa
Dulu bangsanya terpencil
Melayu mudah lupa
Tidak daulat
Tidak maruah
Tidak bebas
Melayu mudah lupa
Melayu mudah lupa
Melayu mudah lupa
Sejarah bangsanya yang lena
Tanah lahirnya yang merekah berdarah
Ingatlah
Ingatlah
Ingatlah
Wahai bangsaku
Jangan mudah lupa lagi
Karena perjuanganmu belum selesai …

Mahathir Mohamad, 2001
– sumber Wikipedia Bahasa Melayu


Di sini kita tak akan menilai estetika dan puitika sajak di atas dengan mendalam. Cukuplah sekedar mengambil pandangan seorang negarawan yang begitu mencintai bangsanya (dalam konteks sajak ini - Melayu) berulang-ulang menyebut kata “Melayu mudah lupa” sebanyak limabelas kali. Kenapa disebut berulang-ulang? Tentu bukan pada alasan menambah efek tipografi karena Tun Mahathir bukanlah seorang penulis puisi yang ketagihan efek tipografi. Beliau adalah seorang dokter ahli bedah sebelum terjun ke dunia politik. Lantaran itu, tak perlulah dibedah sajaknya lagi. Jadi kenapa diulang-ulang kata-kata itu jika ia tidak benar?


Lihatlah pula ketimpangan moral mutakahir ini bersangkut dengan gejala homoseksual yang mendatangkan penyakit fisik dan jiwa. Bukankah sejarah yang paling benar yakni Al Quran telah menampilkan kisah kaum Lut (Sodom) yang ditonggang balik oleh kekuasaan Allah akibat tonggang balik tabiat seks mereka sendiri? Lihatlah bukti sejarah yang paling sahih:


“Maka apabila datang (waktu pelaksanaan) perintah Kami, Kami jadikan negeri kaum Lut itu tonggang balik (tertimbus segala yang ada di muka buminya), dan Kami menghujaninya dengan batu-batu dari tanah yang dibakar, menimpanya bertalu-talu.” - Surah Hud ayat 82


Mengapa perbuatan tonggang balik atau meminjam kata kiasan Aras Sandi dalam serial Kang Juned, “malpraktek” sangat-sangat dilarang oleh Allah. Tentulah ada efek yang sangat buruk kepada manusia itu sendiri karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu. Tapi manusia tetaplah lupa akan sejarah ini dan terus mengulangi kesalahan orang-orang terdahulu.


"Sesungguhnya sejarah itu vital dan penting karena mengingatkan kita pada kesalahan lalu agar tidak diulangi lagi"

0 komentar: