Menemukan Jejak-jejak Sejarah Bekasi yang Terbengkalai
Bekasi,
kota penyangga ibukota yang mungkin tak banyak orang yang tahu. Bahkan
tak sedikit orang rantau ketika pulang ke kampung halamannya pasti tetap
saja menyebut kota ini sebagai Jakarta. Padahal jelas-jelas, Bekasi dan
Jakarta itu berbeda. Bekasi secara administratif
sudah masuk wilayah propinsi Jawa Barat meski tak sedikit kegiatan di
wilayah tersebut yang turut menyokong kegiatan yang ada di Ibukota
Indonesia itu. Kota ini berada dalam lingkungan megapolitan Jabodetabek
dan menjadi kota besar keempat di Indonesia. Saat ini Bekasi berkembang
menjadi kawasan sentra industri dan kawasan tempat tinggal kaum urban.
Selain itu, ternyata Bekasi juga banyak menyimpan misteri sejarah yang
bahkan beberapa di antaranya masih menjadi penelitian bagi beberapa
antropolog dan ahli sejarah. Kali ini saya ingin mengulas hal-hal yang
saya ketahui tentang Bekasi.
1. Kerajaan Tarumanegara dan Peninggalannya
Konon, Bekasi merupakan salah satu wilayah kekuasaan dari kerajaan Hindu beraliran Wisnu yang pernah berkuasa sekitar abad ke-4 s/d 7M di nusantara. Hal ini dibuktikan dari adanya peninggalan Prasasti Tugu. Prasasti tersebut ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
Saat ini prasasti itu disimpan di Museum Sejarah Jakarta, isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 di masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau. Sungai Gomati dan Candrabaga yang digali pada sekitar tahun 417 M itu sekarang adalah Kali Bekasi. Panjang penggalian saat itu diketahui sekitar 6112 tombak panjangnya (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
2. Situs Buni dan Kerajaan Segara Pasir
Menurut pendapat ahli antropologi dan sejarawan Betawi, Ridwan Saidi, Tarumanegara bukanlah kerajaan pertama yang ada di Bekasi, jauh sebelum itu ada Kerajaan Segara Pasir. Hal ini dibuktikan oleh adanya Situs Buni yang terdapat di sekitar wilayah kecamatan Babelan. Menurut Ridwan, sebelum Masehi, di tatar Pasundan ada 46 kerajaan kuno. Salah satunya adalah Segara Pasir itu yang mendirikan pusat pemerintahannya di daerah pesisir pantai utara Bekasi. Kebudayaan Kerajaan Segara Pasir juga dipengaruhi oleh Egypt Kuno (Mesir). Hal tersebut bisa dilihat dari manik-manik yang banyak ditemukan di sekitar Situs Buni.
Data-data yang dikumpulkan menyatakan bahwa situs Buni adalah kompleks pemakaman resi. Maka tidak mengherankan, jika sampai saat ini warga masih mudah menemukan sejumlah benda-benda purbakala, seperti manik-manik, mata tombak, perhiasan, dan tulang belulang. Bahkan, pada tahun 1950-1980-an, Situs Buni menjadi “surga” bagi para pemburu harta karun.
3. Nyai Rohmah, Si Perempuan Bekasi
Siti Rohmah dinikahi KH Noer Alie (ulama besar Bekasi yang belakangan didaulat sebagai pahlawan nasional oleh Presiden SBY) pada April 1940. Nyai Rohmah merupakan anak dari guru KH Noer Alie, Guru Mughni. Saat itu, Nyai Rohmah merupakan orang di belakang Singa Bekasi sekaligus pendukung perjuangannya. Mirip dengan Kartini, Nyai Rohmah pun berjuang lewat pendidikan.
MELATI DI TAPAL BATAS
Engkau gadis muda jelita bagai sekuntum melati
Engkau sumbangkan jiwa raga di tapal batas Bekasi
Engkau dinamakan srikandi, pendekar putri sejati
Engkau turut jejak pemuda, turut mengawal negara
Oh pendekar putri nan cantik, dengarlah panggilan ibu
Sawah ladang rindu menanti akan sumbangan baktimu
Duhai putri muda remaja, suntingan kampung halaman
Kembali ke pangkuan bunda, berbakti kita di ladang
Ismail Marzuki (1947)
(Konon lagu ini dibuat karena terinspirasi oleh Nyi Rohmah)
4. Enam Monumen Bekasi
Pertama monumen tonggak berdirinya Bekasi terletak di Jalan.Veteran, depan Kompleks Kodim 0507. Berbentuk tugu segi lima dengan tinggi 5,8 meter, berdiri di tengah lapangan yang dikelilingi pagar lima persegi setinggi 1 meter. Dominasi angka lima melambangkan sebagai lima dasar Negara, yaitu Pancasila. Di tempat ini pernah terjadi sebuah peristiwa penting, yakni digelarnya rapat akbar yang diikuti oleh sekitar 40.000 warga Bekasi pada tanggal 17 Januari 1950. Rapat akbar tersebut dipimpin langsung oleh KH. Noer Ali, yang menyatakan bahwa rakyat Bekasi setia kepada Pemerintahan Republik Indonesia dan keinginan untuk memisahkan diri dari Karisidenan Jatinegara, mandiri menjadi Kabupaten Bekasi. Kondisi monumen tersebut cukup terawat, hanya saja tidak ada petunjuk apapun di lokasi yang mengisahkan tentang sejarah tugu perjuangan tersebut.
Kedua, monumen yang terletak di Jalan Agus Salim, posisinya tepat di tengah jalan pertigaan. Daerah tersebut dikenal sebagai kampung tugu. Bentuknya segi empat setinggi 210 cm. Puncaknya atau yang biasa disebut sebagai kepala tugu setinggi 75 cm. Di puncak tugu tersebut, dilengkapi dengan pecahan peluru, mortir, granat tangan, sepucuk pistol genggam milik pejuang, tepat di tengah ada sebuah botol tanpa tutup, konon didalamnya berisi gulungan kertas yang bertulis nama-nama pejuang. Dasar tugu berbentuk segi tiga dan di kelilingi rantai. Tugu ini dibangun pada 13 Desember 1949 untuk memperingati pembumihangusan Bekasi pada 13 Desember 1949 atau yang dikenal sebagai peristiwa “Bekasi Lautan Api”. Menurut Budayawan Unisma Bekasi, Abdul Khoir, tugu ini dibangun atas prakarsa seorang tokoh pejuang Bekasi, Moh. Husain Kamalay. “Di dalam botol ada gulungan kertas yang berisi nama-nama pejuang yang membangun tugu tersebut,” terang Khoir.
Ketiga, di bumi perkemahan Bekasi yang berada di kompleks GOR Bekasi, Jalan. A.Yani juga terdapat Tugu Perjuangan Rakyat Bekasi. Masyarakat Bekasi lebih mengenalnya sebagai tugu pramuka. Wajar, sebab tidak ada penanda apapun semisal plang atau papan yang mengisahkan tentang monumen yang dibangun pada masa pemerintahan Bupati Abdul Fatah tahun 1978. Monumen ini dibangun di atas kolam air berbentuk segi lima, di bagian depan ada lima buah setinggi 17 meter yang melambangkan Pancasila dan hari kemerdekaan. Dibelakangnya terdapat relief yang mengambarkan perjuangan rakyat Bekasi dalam empat periode. Sayangnya kondisinya pun memprihatinkan, kumuh dan tekesan tidak terawat. Jika malam hari kerap dijadikan tempat mesra bagi muda-mudi, sebab suasananya yang remang-remang.
Keempat, ada monumen di Makam Pahlawan Bulak Kapal yang luasnya 8.350 meter persegi, dibangun pada tahun 1966. Tidak ada data yang pasti tentang siapa saja yang dikuburkan di makam pahlawan ini.
Kelima, di Kabupaten Bekasi terdapat juga monumen Bambu Runcing. Terletak di pertigaan jalan Warung Bongkok, Desa Suka Danau, Kecamatan Cibitung. Berbentuk bambu runcing dibangun pertama kali pada tahun 1962 oleh prakarsa Leguin Veteran RI mengunakan bambu yang diisi dengan kayu. Tugu ini direnovasi mengunakan besi rel kereta api pada 10 Agustus 1970 dan diresmikan bertepatan dengan hari kemerdekaan RI, 17 Agustus 1970. Di tempat ini pernah terjadi pertempuran hebat yang menewaskan banyak pejuang. Ada juga gedung tinggi Tambun yang teletak di Jalan Diponegoro, Kabupaten Bekasi.
Keenam, Monumen Kali Bekasi yang terletak di samping jembatan Kali Bekasi Jalan Djuanda, dekat Stasiun Bekasi. Di tempat ini pernah terjadi pembantaian 90 tentara Jepang oleh Pejuang Bekasi pada tanggal 18 Agustus 1945. Atau terkenal dengan “Tragedi Kali Bekasi”, Hal ini membuat Soekarno mengunjungi Bekasi untuk menenangkan rakyat supaya tidak meluas menjadi kerusuhan rasial. Di tempat ini, kerap dikunjungi orang-orang Jepang untuk melakukan acara tabur bunga. Sampai saat ini belum ada penjelasan resmi dari Pemkot Bekasi terkait dengan makna filosofi dari bangunan tersebut. Dahulu Kali Bekasi juga merupakan tempat pemenggalan para penjajah Belanda oleh rakyat Bekasi yang akhirnya sempat mengubah air di kali ini berubah warnanya menjadi merah pekat.
5. Gedung Juang 45
Gedung yang ada di bilangan Tambun ini, tepatnya di jalan Sultan Hasanudin, dekat Pasar Tambun dan Stasiun kereta api Tambun. Gedung ini sekarang keadaannya sudah sangat memprihatinkan. Pemkab Bekasi pun terlihat tidak memberikan perhatian terhadap gedung merupakan bagian dari sejarah keberadaan kota Bekasi ini.
Bangunan berarsitektur neoklasik ini dibangun oleh tuan tanah Kow Tjing Kie pada tahun 1910. Pada masa perang kemerdekaan, gedung tinggi ini menjadi markas pasukan Republik dan menjadi target serangan pesawat tempur Belanda. Anehnya, peluru meriam yang dijatuhkan tidak meledak dan hanya menimbulkan kerusakan kecill.
KARAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
Chairil Anwar (1948)
Saat ini saya kembali berkontemplasi akan banyaknya peninggalan sejarah Bekasi yang tak terurus bahkan hampir terlupakan. Seakan merasa terpanggil bahwa saya harus turut ambil bagian untuk mengumpulkan kembali semua hal yang terserak hingga menyatu dan tersusun dalam keadaan yang seharusnya. Bekasi kota kenangan, di sanalah segala rasa itu singgah.
Ditulis dari berbagai sumber
1. Kerajaan Tarumanegara dan Peninggalannya
Konon, Bekasi merupakan salah satu wilayah kekuasaan dari kerajaan Hindu beraliran Wisnu yang pernah berkuasa sekitar abad ke-4 s/d 7M di nusantara. Hal ini dibuktikan dari adanya peninggalan Prasasti Tugu. Prasasti tersebut ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
Saat ini prasasti itu disimpan di Museum Sejarah Jakarta, isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 di masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau. Sungai Gomati dan Candrabaga yang digali pada sekitar tahun 417 M itu sekarang adalah Kali Bekasi. Panjang penggalian saat itu diketahui sekitar 6112 tombak panjangnya (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
2. Situs Buni dan Kerajaan Segara Pasir
Menurut pendapat ahli antropologi dan sejarawan Betawi, Ridwan Saidi, Tarumanegara bukanlah kerajaan pertama yang ada di Bekasi, jauh sebelum itu ada Kerajaan Segara Pasir. Hal ini dibuktikan oleh adanya Situs Buni yang terdapat di sekitar wilayah kecamatan Babelan. Menurut Ridwan, sebelum Masehi, di tatar Pasundan ada 46 kerajaan kuno. Salah satunya adalah Segara Pasir itu yang mendirikan pusat pemerintahannya di daerah pesisir pantai utara Bekasi. Kebudayaan Kerajaan Segara Pasir juga dipengaruhi oleh Egypt Kuno (Mesir). Hal tersebut bisa dilihat dari manik-manik yang banyak ditemukan di sekitar Situs Buni.
Data-data yang dikumpulkan menyatakan bahwa situs Buni adalah kompleks pemakaman resi. Maka tidak mengherankan, jika sampai saat ini warga masih mudah menemukan sejumlah benda-benda purbakala, seperti manik-manik, mata tombak, perhiasan, dan tulang belulang. Bahkan, pada tahun 1950-1980-an, Situs Buni menjadi “surga” bagi para pemburu harta karun.
3. Nyai Rohmah, Si Perempuan Bekasi
Siti Rohmah dinikahi KH Noer Alie (ulama besar Bekasi yang belakangan didaulat sebagai pahlawan nasional oleh Presiden SBY) pada April 1940. Nyai Rohmah merupakan anak dari guru KH Noer Alie, Guru Mughni. Saat itu, Nyai Rohmah merupakan orang di belakang Singa Bekasi sekaligus pendukung perjuangannya. Mirip dengan Kartini, Nyai Rohmah pun berjuang lewat pendidikan.
MELATI DI TAPAL BATAS
Engkau gadis muda jelita bagai sekuntum melati
Engkau sumbangkan jiwa raga di tapal batas Bekasi
Engkau dinamakan srikandi, pendekar putri sejati
Engkau turut jejak pemuda, turut mengawal negara
Oh pendekar putri nan cantik, dengarlah panggilan ibu
Sawah ladang rindu menanti akan sumbangan baktimu
Duhai putri muda remaja, suntingan kampung halaman
Kembali ke pangkuan bunda, berbakti kita di ladang
Ismail Marzuki (1947)
(Konon lagu ini dibuat karena terinspirasi oleh Nyi Rohmah)
4. Enam Monumen Bekasi
Pertama monumen tonggak berdirinya Bekasi terletak di Jalan.Veteran, depan Kompleks Kodim 0507. Berbentuk tugu segi lima dengan tinggi 5,8 meter, berdiri di tengah lapangan yang dikelilingi pagar lima persegi setinggi 1 meter. Dominasi angka lima melambangkan sebagai lima dasar Negara, yaitu Pancasila. Di tempat ini pernah terjadi sebuah peristiwa penting, yakni digelarnya rapat akbar yang diikuti oleh sekitar 40.000 warga Bekasi pada tanggal 17 Januari 1950. Rapat akbar tersebut dipimpin langsung oleh KH. Noer Ali, yang menyatakan bahwa rakyat Bekasi setia kepada Pemerintahan Republik Indonesia dan keinginan untuk memisahkan diri dari Karisidenan Jatinegara, mandiri menjadi Kabupaten Bekasi. Kondisi monumen tersebut cukup terawat, hanya saja tidak ada petunjuk apapun di lokasi yang mengisahkan tentang sejarah tugu perjuangan tersebut.
Kedua, monumen yang terletak di Jalan Agus Salim, posisinya tepat di tengah jalan pertigaan. Daerah tersebut dikenal sebagai kampung tugu. Bentuknya segi empat setinggi 210 cm. Puncaknya atau yang biasa disebut sebagai kepala tugu setinggi 75 cm. Di puncak tugu tersebut, dilengkapi dengan pecahan peluru, mortir, granat tangan, sepucuk pistol genggam milik pejuang, tepat di tengah ada sebuah botol tanpa tutup, konon didalamnya berisi gulungan kertas yang bertulis nama-nama pejuang. Dasar tugu berbentuk segi tiga dan di kelilingi rantai. Tugu ini dibangun pada 13 Desember 1949 untuk memperingati pembumihangusan Bekasi pada 13 Desember 1949 atau yang dikenal sebagai peristiwa “Bekasi Lautan Api”. Menurut Budayawan Unisma Bekasi, Abdul Khoir, tugu ini dibangun atas prakarsa seorang tokoh pejuang Bekasi, Moh. Husain Kamalay. “Di dalam botol ada gulungan kertas yang berisi nama-nama pejuang yang membangun tugu tersebut,” terang Khoir.
Ketiga, di bumi perkemahan Bekasi yang berada di kompleks GOR Bekasi, Jalan. A.Yani juga terdapat Tugu Perjuangan Rakyat Bekasi. Masyarakat Bekasi lebih mengenalnya sebagai tugu pramuka. Wajar, sebab tidak ada penanda apapun semisal plang atau papan yang mengisahkan tentang monumen yang dibangun pada masa pemerintahan Bupati Abdul Fatah tahun 1978. Monumen ini dibangun di atas kolam air berbentuk segi lima, di bagian depan ada lima buah setinggi 17 meter yang melambangkan Pancasila dan hari kemerdekaan. Dibelakangnya terdapat relief yang mengambarkan perjuangan rakyat Bekasi dalam empat periode. Sayangnya kondisinya pun memprihatinkan, kumuh dan tekesan tidak terawat. Jika malam hari kerap dijadikan tempat mesra bagi muda-mudi, sebab suasananya yang remang-remang.
Keempat, ada monumen di Makam Pahlawan Bulak Kapal yang luasnya 8.350 meter persegi, dibangun pada tahun 1966. Tidak ada data yang pasti tentang siapa saja yang dikuburkan di makam pahlawan ini.
Kelima, di Kabupaten Bekasi terdapat juga monumen Bambu Runcing. Terletak di pertigaan jalan Warung Bongkok, Desa Suka Danau, Kecamatan Cibitung. Berbentuk bambu runcing dibangun pertama kali pada tahun 1962 oleh prakarsa Leguin Veteran RI mengunakan bambu yang diisi dengan kayu. Tugu ini direnovasi mengunakan besi rel kereta api pada 10 Agustus 1970 dan diresmikan bertepatan dengan hari kemerdekaan RI, 17 Agustus 1970. Di tempat ini pernah terjadi pertempuran hebat yang menewaskan banyak pejuang. Ada juga gedung tinggi Tambun yang teletak di Jalan Diponegoro, Kabupaten Bekasi.
Keenam, Monumen Kali Bekasi yang terletak di samping jembatan Kali Bekasi Jalan Djuanda, dekat Stasiun Bekasi. Di tempat ini pernah terjadi pembantaian 90 tentara Jepang oleh Pejuang Bekasi pada tanggal 18 Agustus 1945. Atau terkenal dengan “Tragedi Kali Bekasi”, Hal ini membuat Soekarno mengunjungi Bekasi untuk menenangkan rakyat supaya tidak meluas menjadi kerusuhan rasial. Di tempat ini, kerap dikunjungi orang-orang Jepang untuk melakukan acara tabur bunga. Sampai saat ini belum ada penjelasan resmi dari Pemkot Bekasi terkait dengan makna filosofi dari bangunan tersebut. Dahulu Kali Bekasi juga merupakan tempat pemenggalan para penjajah Belanda oleh rakyat Bekasi yang akhirnya sempat mengubah air di kali ini berubah warnanya menjadi merah pekat.
5. Gedung Juang 45
Gedung yang ada di bilangan Tambun ini, tepatnya di jalan Sultan Hasanudin, dekat Pasar Tambun dan Stasiun kereta api Tambun. Gedung ini sekarang keadaannya sudah sangat memprihatinkan. Pemkab Bekasi pun terlihat tidak memberikan perhatian terhadap gedung merupakan bagian dari sejarah keberadaan kota Bekasi ini.
Bangunan berarsitektur neoklasik ini dibangun oleh tuan tanah Kow Tjing Kie pada tahun 1910. Pada masa perang kemerdekaan, gedung tinggi ini menjadi markas pasukan Republik dan menjadi target serangan pesawat tempur Belanda. Anehnya, peluru meriam yang dijatuhkan tidak meledak dan hanya menimbulkan kerusakan kecill.
KARAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
Chairil Anwar (1948)
Saat ini saya kembali berkontemplasi akan banyaknya peninggalan sejarah Bekasi yang tak terurus bahkan hampir terlupakan. Seakan merasa terpanggil bahwa saya harus turut ambil bagian untuk mengumpulkan kembali semua hal yang terserak hingga menyatu dan tersusun dalam keadaan yang seharusnya. Bekasi kota kenangan, di sanalah segala rasa itu singgah.
Ditulis dari berbagai sumber
0 komentar: