Warisan Sejarah
Apa yang kita peroleh dari orang tua kita
yang telah meninggalkan alam fana? sebagai anak “yang ditinggalkan”,
ada hak yang diperoleh dari orang tua yaitu warisan berupa harta benda
yang dimilikinya. Apa yang diwariskan oleh Rosululloh Muhammad SAW
kepada umatnya? “Aku tinggalkan dua warisan, selama kedua-duanya
kamu pegang teguh maka kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu
Al-Qur`an dan Sunnah Rasul-Nya (Hadist) “.
Kata warisan merupakan serapan dari bahasa arab. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan.
Maknanya menurut bahasa ialah ‘berpindahnya sesuatu dari seseorang
kepada orang lain’, atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Warisan
diartikan sebagai peninggalan, yaitu segala sesuatu yang ditinggalkan
oleh orang yang meninggal dinyatakan sebagai peninggalan. Wujud warisan
berupa kebendaan dan non-benda.
Dalam pengajaran sejarah, yang dimaksud dengan peninggalan sejarah itu bisa berupa: (1) Tulisan ; prasasti dan naskah kuno, (2) Bangunan ; candi, benteng, masjid, istana atau keraton, (3) Benda : fosil, artefak, patung, peralatan dari masa lampau, (4) Karya seni ; tarian tradisional, dongeng, lagu daerah, seni pertunjukan dan (5) Adat Istiadat.
Bentuk peninggalan sejarah berupa kebendaan yang bisa kita temukan di
museum-museum, cagar budaya, kampung adat, dan lainnya. Peninggalan
sejarah ini menjadi warisan sejarah yang menjadi aset bangsa yang
berharga dan bila dipelihara dengan baik bakal menjadi obyek pariwisata
penghasil devisa. Maka dalam definisi ini, peninggalan sejarah merupakan
warisan yang bergaya guna bagi generasi manusia selanjutnya.
Sebetulnya pengertian warisan bukan hanya
terbatas pada kebendaan tetapi juga termasuk non-benda. Ayat-ayat
Al-Qur’an banyak menegaskan hal ini, demikian pula sabda Rasulullah
saw.. Di antaranya Allah berfirman: “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud …” (an-Naml: 16) “… Dan Kami adalah pewarisnya.” (al-Qashash: 58). Selain itu kita dapati dalam hadits Nabi saw.: “Ulama adalah ahli waris para nabi”. Semua menunjukan warisan non-benda.
Wisdom Heritage
Sejarah adalah guru kehidupan. Mewarisi sejarah adalah reliving the experience of other people kemampuan
menghidupkan kembali pengalaman orang lain. Pengalaman masa lalu
memberikan hikmah kebijaksanaan pada ruang kehidupan masa kini.
Banyak tokoh-tokoh
besar bangsa Indonesia yang memiliki pengalaman hidup yang luar biasa
dan mengarungi kehidupannya dengan penuh bijaksana yang dapat memberikan
teladan bagi manusia bangsa Indonesia masa kini. Dengan jurus sederhana
: Amati – Tiru – Modifikasi (ATM) bukan hal yang mustahil kita bisa sebesar tokoh-tokoh besar itu.
Amati dengan cara
“mengakrabi” para pelaku sejarah lewat biografinya, pemikirannya dan
kiprahnya. Tiru pola pikir, sikap dan tindaknya serta modifikasi sesuai
dengan situasi dan kondisi kekinian maka kita akan menemukan hikmah
kebijaksanaan dalam mengarungi hidup dan kehidupan kini dan akan datang.
Akar Sejarah
Sejarah adalah pohon kehidupan, yang kokoh kuat menjulang ke langit manakala tertanam dalam akar yang menjadi fondamennya.
Menangkap pesan-pesan sejarah untuk menciptakan sejarah, untuk mengetahui “pohon sejarah” apa yang sedang dibuat. “Kasyajaratin thayyibah”
pohon sejarah yang sukses dengan fondasi akar yang kuat, batang yang
menjulang dan ranting yang merindang serta buah sejarah yang bisa
dinikmati sepanjang musim. “Kasyajaratin khabisyah” pohon sejarah yang rapuh, akar yang tercabut dari bumi, tidak ajeg dalam hidup yang akhirnya mudah runtuh dan rubuh.
Mengapa Allah
memberikan rumusan, untuk memperoleh masa depan, harus menoleh kemasa
lalu? Sejarah memberikan Mau’idzah (pelajaran) yang membuat umat Islam
dzikra (sadar) sebagai actor sejarah, untuk menciptakan sejarah yang
benar.
Pohon kehidupan di muka
bumi ini telah Allah tanam sejak Allah menciptakan Adam a.s dan Ibnu
Adam (keturunannya) untuk mengemban amanah penegakan kekuasaan Allah di
bumi sebagai Khalifah Allah, wakil atau mandataris Allah. Inilah pohon
kehidupan yang dikehendaki oleh Sang Maha Pencipta Raja seluruh Alam
semesta yaitu pohon “Kasyajaratin thayyibah”.
Ramalan/Prediksi Sejarah
Prediksi dalam sejarah (history of future),
bisa diartikan sebagai pembuatan proyeksi ke depan atau ke masa depan.
Hal ini dianggap sangat perlu, karena tanpa pandangan atau proyeksi ke
depan tadi, sejarah serupa seseorang yang meloncat dalam gelap, yaitu
melangkah tanpa arah pasti.
Hanya saja, seperti
disebutkan Kuntowijoyo, prediksi dalam sejarah bukanlah tugas pokok
sejarawan, tetapi yang menjadi tugas utama sejarawan adalah
merekonstruksi masa lampau. Menurut sejarawan dan budayawan muslim ini,
tentang prediksi itu, awal kali muncul, yang ada hanya ramalan (prediksi
cuaca), ramalan bisnis dan ramalan statistic. Akan tetapi kalaupun
sejarawan mau membuat prediksi dalam sejarah, yaitu berbicara tentang
masa depan, ia harus ekstra hati-hati. Sebab, sejarah tidak memiliki
fakta untuk itu. Prediksi sejarah menurut Kuntowijoyo, hanya
ekstrapolasi, atau pemikiran berdasarkan historical trend.
Tidak jauh berbeda
dengan Kuntowijoyo, untuk melakukan prediksi histories ini, Louis
Gottschalk, menawarkan langkah operasional lebih kongkrit dan dianggap
dapat membantu ahli sejarah. Pertama, operasional pemikiran dengan penuh
hati-hati sejarawan melakukan prediksi-prediksi sendiri. Kedua,
operasional dengan membuat analogi sejarah atau mengqiyaskan dengan
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, serta dengan mengusut
trend-trend sejarah.
Perlu dibedakan antara
ramalan atau prediksi dalam sejarah dengan prediksi dalam politik atau
sosiologi. Dalam politik dan sosiologi, prediksi cenderung didasarkan
pada fenomena social, dan ramalan dalam bidang ini diperlukan sebagai
antisipasi-antisipasi ke depan agar terindar dari kebijakan-kebijakan
keliru dan bahaya. Akan tetapi prediksi dalam sejarah harus dilandaskan
pada data masa lalu itu sendiri. Dengan peristiwa masa lalu itulah,
prediksi kecenderungan masa depan diprioritaskan secara optimal.
Intellectual Heritage
Warisan yang paling berharga dari sejarah adalah warisan intelektual (Intellectual heritage).
Warisan intelektual adalah warisan peradaban yang mencakup seluruh
aspek kehidupan, karena peradaban dibangun oleh ilmu yang bersemayam
dalam diri manusia.
Al-Qur`an seringkali
mengemukakan bahwa kisah masa lalu seyogianya diambil sebagai pelajaran
moral (mau’izhah/’ibrah). Dan pelajaran itu hanya bisa ditemukan oleh
kaum Intelektual (Ulil Albab) sebagaimana dalam Firman-Nya :
Pada kisah-kisah
mereka terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yan sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman (Q.S. Yusuf: 111)
Aspek-aspek kesejarahan
yang terdapat di dalam ayat-ayat Al-Qur’an tidak hanya menekankan
tentang perlunya sejarah sebagai pengetahuan (kognitif), akan tetapi lebih mengutamakan pada substansi pengambilan pelajaran dari peristiwa sejarah itu (afektif) dan sekaligus penerapannya ke dalam tingkah laku masa kini (psikomotorik).
Spirit Sejarah
Sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang sangat diperlukan untuk pendidikan manusia seutuhnya.
Islam telah mewariskan kesadaran akan arti penting masa lalu dan
bagaimana masa lalu itu harus diungkapkan secara benar dan obyektif
tanpa diwarnai oleh bias-bias pribadi atau golongan, pengungkapan
sejarah yang membedakan antara peristiwa-peristiwa faktual dengan
peristiwa fiktif.
Sejarah mengutamakan kajian tentang orang-orang yang “menaklukan daratan dan lautan tanpa beristirahat” daripada tentang mereka yang “hanya berdiri dan menunggu“. Sejarah mengkaji perjuangan manusia sepanjang zaman. Dengan menyeleksi “biografi yang tak terhitung jumlahnya” dan menyajikan kehidupan mereka dalam konteks sosial yang sesuai, dan menyajikan gagasan-gagasannya dalam konteks manusia, dan kita memahami jalannya peristiwa.
Pengetahuan sejarah
merupakan pengetahuan praktis; merupakan pembelajaran filsafat yang
disertai contoh-contoh; merupakan penglihatan yang berasal dari
pengalaman. Sejarah memaparkan perbuatan yang buruk, membuka kedok
kebaikan yang palsu, menunjukan kesalahan dan prasangka, dan
menghilangkan pesona kekayaan. Sejarah menunjukan dengan ribuan contoh,
lebih meyakinkan daripada semua pernyataan, bahwa tidak ada yang lebih
baik untuk disuarakan kecuali kehormatan dan kejujuran. Sejarah
mengajarkan bagaimana orang-orang besar, yang demi kehormatan negaranya,
berjuang dan mengorbankan semua miliknya.
Amanah (Tugas) Sejarah
Tugas sejarah bukan
hanya sekedar “mengadili masa lalu” akan tetapi harus bisa “mengajar
bagi masa kini, untuk kepentingan masa depan”. Warisan sejarah adalah
warisan tugas, sebagaimana Daud a.s kepada Sulaeman a.s : “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud …” (an-Naml: 16).
Tugas sejarah adalah
tugas kemanusiaan. Tugas untuk memanusiakan manusia, mengangkat harkat
derajat manusia pada fungsi dan peran yang dikehendaki oleh Yang Maha
Menciptakan, sebagaimana Firman-Nya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Qs. Al-Baqarah (2) : 30).
Di dalam al-Qur’an surat ar-Ra’du [13] ayat 11; “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah kondisi (objektif) suatu bangsa, hingga
bangsa tersebut mau mengubah kondisi (subjektif) yang ada pada mereka
sendiri ” menggambarkan bahwa manusia memainkan peran penting dalam
aksi sejarah. Aksi sejarah merupakan kesadaran umat manusia akan Amanah
(tugas) sejarah.
Nulis Sejarah
Menulis sejarah berguna
untuk menjaga dan memelihara warisan sejarah. Kepunahan sejarah
disebabkan kekurangan bahan referensi berupa tulisan sejarah. Quote dari
Pramoedya Ananta Toer yang terkenal “Orang boleh pandai setinggi
langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat
dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” menunjukan arti penting menulis sejarah.
Menulis sejarah bukan perkara mudah. Impian agar sejarawan bisa menghadirkan masa lalu wie es eigentlich gewesen ist
(sebagaimana sesungguhnya terjadi) dewasa ini semakin jelas tidak
mungkin terwujud. Seandainya ada mesin waktu yang bisa melontarkan kita
ke masa lalu pun, sejarah tetap akan dilihat dari perspektif tertentu,
dan tidak dapat dihadirkan kembali sepenuhnya. Sejarah, seperti kita
tahu adalah representasi dari masa lalu dan bukan masa lalu itu sendiri.
Sejarah selalu diceritakan, disusun kembali, berdasarkan informasi yang
bisa diperoleh mengenai masa lalu, dan karena itu akan selalu kurang,
tidak lengkap dan memerlukan perbaikan. Karena itu sejarawan umumnya
mengatakan bahwa sejarah itu terbuka bagi interpretasi yang berbeda, dan
selalu bisa ditulis ulang.
Inilah warisan sejarah yang amat berharga. Wisdom haritage – Akar sejarah – Ramalan sejarah – Intelektual heritage – Spirit sejarah -Amanah sejarah -Nulis sejarah. Sedikit tulisan ini semoga memberikan pandangan untuk selalu belajar dan belajar dari sejarah.
Yakinlah bahwa sejarah merupakan wujud
dari curahan kasih sayang dan kecintaan Allah yang dikaruniakan kepada
hamba-Nya. Melupakan sejarah itu berarti melupakan karunia Allah,
mengabaikan kasih sayang dan kecintaan Allah. Di bumi Allah inilah
sejarah terjadi dan dituliskan maka di bumi Allah ini pula sejarah
diwariskan kepada yang hak-nya. Dan Allah lah sebenar-benarnya pewaris. “… akan Aku wariskan bumi ini kepada hamba-hamba-Ku yang sholeh( bertaqwa) ”…. (Qs. Al-Anbiya : 105)
0 komentar: