Gangguan Keamanan dalam Negeri
Gangguan
Keamanan dalam Negeri Dalam upaya menegakkan
kemerdekaan bangsa Indonesia tidak hanya mengharapkan dari kekuatan asing yang
meliputi Sekutu dan NICA, tetapi juga menghadapi berbagai ancaman dalam negeri
tersebut. Beberapa gangguan keamanan dalam negeri antara lain sebagai berikut :
Pemberontakan
DI/TII
Pemberontakan DI/TII pada mulanya terjadi di
daerah Jawa Barat di bawah pimpinan Kartosuwiryo ia memproklamasikan berdirinya
Negara Islam Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1949. Gagasan Kartosuwiryo
mendirikan Negara Islam muncul sejak tahun 1942, ketika mendirikan pesantren
Sufah di Malangbong, Garut, Jawa Barat.
Setelah terjadi agresi Militer Belanda I tahun 1947, Kartosuwiryo menyatakan
perang fisabililah melawan Belanda. Pasukan Hisbullah dan Sabilillah dijadikan
Tentara Islam Indonesia (TII). Dalam konferensi di Cisayong bulan Februari 1948
diputuskan untuk mengubah gerakan yang dipimpin Kartosuwiryo diangkat sebagai
imam dari Negara Islam Indonesia. Dengan ditandatanganinya persetujuan
Renville, pasukan TNI harus hijrah dari Jawa tengah ke Jogjakarta, akan tetapi
Kartosuwiryo beserta pasukannya tetap tinggal di Jawa Barat. Setelah Pasukan
Divisi Siliwangi hijrah, Kartosuwiryo lebih leluasa melaksanakan
gerakannya. Pda saat pasukan Devisi
Siliwangi kembali dari Jawa Tengah dalam usaha melakukan perang gerilya
terhadap agresi Militer II yang dilancarkan oleh Belanda, mereka menjumpai
kesatuan-kesatuan bersenjata yang menamakan dirinya Darul Islam/Tentara Islam
Indonesia (DI/TII). Kesatuan bersenjata tersebut berusaha menarik TNI agar ikut
bergabung dan menghalang-halangi Pasukan Divisi Siliwangi kembali ke Jawa
Barat, akibatnya pertempuran tidak dapat dielakkan.
Dalam usaha menyelesaikan perlawanan DI/TII,
pemerintah melakukan pendekatan melalui pemimpin Masyumi Muh. Natsir untuk
mengajak dan membujur agar kembali ke
NKRI, tetapi tidak berhasil. Akhirnya pemerintah terpaksa melakukan perang
Bharatayuda di bawah pimpinan Jenderal Nasution. Dengan taktik pagar betis akhirnya pada
tanggal 4 Juni 1962 DI/TII Kartosuwiryo
dapat ditangkap di daerah Gunung Geber , Majalaya, Jawa Barat oleh pasukan Siliwangi dan dihukum mati oleh pengadilan
militer pada tanggal 16 Agustus 1962. Pemberontakan DI/TII juga terjadi di
beberapa daerah di Indonesia, di antaranya sebagai berikut:
- Gerakan DI/TII Jawa Tengah. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah mula-mula meletus di daerah Brebes, Tegal dan Pekalongan di bawah pimpinan Amir Fatah yang kemudian bergabung dengan gerakan Kartosuwiryo. Pemerintah segera bertindak cepat untuk menumpas pemberontakan ini dengan membentuk suatu komando operasi ini, semula dipimpin oleh Letkol Sarbini, selanjutnya diganti oleh Letkol M. Bachrum dan akhirnya digantikan oleh Letkol Ahmad Yani. Di daerah Kebumen juga terjadi pemberontakan yang dilancarkan oleh angkatan Umat Islam (AUI) di bawah pimpinan Kyai M. Malifudz Abdurrahman (Kyai Sumolangu). Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah semula tidak terlalu berarti, tetapi akhirnya menjadi besar dan meluas setelah Batalyon 426 Kudus dan Magelang bergabung dengan DI/TII. Akhirnya pemberontakan ini dapat dihancurkan dalam suatu operasi penumpasan (Operasi Merdeka) di bawah pimpinan Letkol Soeharto.
- Gerakan DI/TII Sulawesi Selatan. Kahar Muzakar mempunyai keinginan untuk mendapatkan kedudukan dalam APRIS namun tidak dapat terpenuhi. Dengan alasan mememperjuangkan seluruh anggota Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSI) pada tahun 1952, maka Kahar Muzakar menyatakan diri sebagai bagian NII Kartosuwiryo. Operasi penumpasan pemberontakan, dilaksanakan oleh TNI dan barn pada tanggal 3 Februari 1965 tokoh DI/TII Sulawesi Selatan Kahar Muzakar berhasil ditembak mati oleh TNI Divisi Siliwangi.
- Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan. Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar alias Hedar bin Umarsalah seorang bekas Letda TNI. Dengan pasukannya yang berna-a Kesatuan Rakyat yang tertindas, lbu Hajar menyatakan gerakannya sebagai bagian dari DI / Tll Kartosuwiryo, pada akhirnya TNI berhasil menangkap Ibu Hajar dan menghancurkan gerakannya pada tahun 1959.
- Gerakan DI/TII Aceh. Pada awalnya Daud Beureueh menjabat Gubernur Militer di daerah Aceh Setelah terbentuk NKRI, Aceh hanya menjadi Karesidenan bagian dari propinsi Sumatera Utara. Daud Beureueh menentang kebijakan ini, oleh karena itu pada tanggal 21 September 1953, ia menyatakan Aceh mengabung dengan NII Kartosuwiryo.
Gerakan
Angkatan Penang Ratu Adil (APRA)
Pemberontakan ini berlangsung di kota Bandung,
yang bertujuan untuk mempertahankan bentuk negara Federasi dan memiliki tentara
sendiri dalam RIS. Pada tanggal 23 Januari 1950 di bawah pimpinan Kapten
Westerling dan dengan pasukan 800 orang, mereka mengadakan gerak cepat
menyerang kota Bandung, dengan membantai semua anggota TNI yang mereka jumpai
dan menduduki Markas Divisi Siliwangi, serta membunuh Letkol Lembong dan 79
anggota APRIS serta penduduk sipil.
Pemerintah berhasil menumpas APRA, tetapi pada
tanggal 22 Februari 1950 Westerling berhasil meloloskan diri melalui Malaya
menuju negara Belanda. Setelah dilakukan penyelidikan, akhirnya diketahui bahwa
ternyata Sultan Hamid II (tokoh BFO) diduga terlibat bahkan yang mendalangi
gerakan tersebut, APRA ternyata juga berusaha membuat kekacauan di Jakarta
dengan merencanakan pembunuhan terhadap Mention RIS Sri Sultan Hamengku Buwono
IX, Sekjen Menhankam Mr. Ali Budiarjo dan Kepala Staf APRIS TB. Simatupang,
namun gerakan itu dapat digagalkan.
Gerakan
Republik Maluku Selatan (RMS)
Pemberontakan RMS dipimpin oleh Dr. Soumokil,
ia adalah mantan Jaksa Agung NIT yang memproklamasikan lahirnya Republik Maluku
Selatan pada 25 April 1950 dan memisahkan diri dari NKRI. Untuk menumpas RMS
ditempuh melalui cara damai yaitu dengan mengirim Dr. J. Leimena. Misi ini
ditolak pengikut-pengikutnya, sehingga pemerintah mengirimkan ekspedisi militer
di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang (Panglima Teritorium Indonesia Timur) yang
berhasil mendarat di pulau Buru pada 14 Juli 1950. Kemudian dalam usaha
penumpasannya kekuatan APRIS dibagi dalam tiga grup yaitu sebagai berikut :
- Grup I dipimpin oleh Mayor Achmad Wiranata Kusumah
- Grup II dipimpin oleh letkol Slamet Riyadi yang berhasil menguasai Benteng Nieuw Victoria 3 Nopember 1950, tetapi pada penyerangan KNIL yang menyamar sebagai APRIS, sehingga is gugur dalam benteng tersebut.
- Grup III dipimpin oleh Mayor Suryo Subandrio
Operasi militer ini akhirnya berhasil
melumpuhkan gerakan RMS. Pada tanggal 2 Desember 1963 Dr. Soumokil, pemimpin
pemberontakan RMS berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Pemberontakan
Andi Azis di Makassar
Andi Azis adalah anggota APRIS yang tidak
setuju jika TNI ikut mempertahankan daerah bekas wilayah NIT di bawah Mayor
Worang. Pada tanggal 5 April 1950 Andi Azis beserta pasukannya menyerang APRIS
di Makassar dan menawan Panglima tentara Teritorium Letkol A.J. Mokoginta,
Akibatnya Menteri negara NIT Ir. R D. Diapari mengundurkan diri, karena tidak
menyetujui IL:ndakan Andi Azis. Pada tanggal 21 April 1950 Sukowati, wakil
negara NIT mengumumkan bahwa NIT akan bergabung dengan RI.
Pada tanggal 8 April 1950 pemerintah
menginstruksikan agar Andi Azis menyerah dan bersamaan dengan itu dikirim
ekspedisi pasukan yang didatangkan dari Jawa Barat, yaitu Batalyon Brigade 14
(Siliwangi) di bawah Kapten Bakar Ardi Kusumah, dari Jawa Timur Brigade 6 di
bawah pimpinan Letkol Suprapto Sukowati. Pada tanggal 5 Agustus 1950 secara
tiba-tiba Pasukan KNIL / KL menyerang Markas staf Brigade 10 Garuda Mataram,
setelah terjadi perlempurap selama 2 hari, pihak KNIL meminta perundingan
tetapi ditolak oleh Letkol Soeharto. Selanjutnya Letkol Soeharto mengajukan dua
alternatif kepada KNIL/KL yaitu meninggalkan kota Makassar dan menyerahkan
semua senjata atau kalau tidak seluruh anggota KNIL akan di hancurkan. Pada
tanggal 8 Agustus 1950 anggota KNIL
menerima syarat-syarat yang diajukan oleh Letkol Soeharto.
Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI) dipimpin oleh Letkol Achmad Husein yang telah Memproklamasikan
berdirinya negara PRRI pada tanggal 15 Februari 1958 di Padang SumateraBarat,
dan Mr. Syafruddin Prawiranegara ditunjuk sebagai Perdana Menterinya.
Pemberontakan PRRI ini diawali dengan adanya hubungan yang tidak harmonic
antara pemerintah pusat dengan daerah, terutama Sumatera dan Sulawesi. Mereka
menganggap bahwa alokasi biaya pembangunan dari pusat dirasa kurang memadai.
Tokoh-tokoh gerakan PRRI kemudian membentuk dewan daerah militer, antara lain
sebagai berikut :
- Dewan Banteng di Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1956 di bawah pimpinan Letkol Achmad Husein.
- Dewan Gajah di Medan pada tanggal 22 Desember 1956 oleh Kolonel Simbolon
- Dewan Garuda di Sumatera Selatan dan Dewan Mangum di Manado. Sulawesi Utara yang dibentuk oleh Vince Samuel pada tanggal 18 Februari 1957.
Pembentukan dewan-dewan tersebut dalam rangka
melakukan gerakan di bawah tanah yang akhirnya meningkat menjadi gerakan
terbuka yaitu PRRI di Sumatra dan Permesta di Sulawesi Utara. Pada tanggal 10
Februari 1958 Letkol. Achmad Huesin mengultimatum agar Kabinet Djuanda
mengundurkan diri, akibatnya pemerintah pusat dengan tegas menumpas gerakan
mereka. Operasi penumpasan dilakukan pemerintah dengan membentuk operasi
gabungan angkata, . darat, laut, dan udara yang diberi nama Operasi 17 Agustus
beserta beberapa operasi lainnya, seperti berikut:
- Operasi Tegas di Riau untuk mengamankan perusahaan minyak dan warga asing agar tidak ada kapal asing yang campur tangan seperti USA.
- Operasi Sapta Marga di Sumatra Utara
- Operasi Sadar di Sumatra Selatan
- Operasi Merdeka di Sulawesi sebagai ga.bungan Angkatan Darat. Angkatan laut, dan Angkatan Udara, berhasil menembak jatuh pesawat pembom USA B-26 dengan pilot Allan Lawrence. Karena sudah lemah akhirnya Achmad Husein menyerah pada tanggal 29 Mei 1961 bersama Zulkifli Lubis dan Syafruddin Prawiranegara, kepada Pemerintah, sedangkan Sumitro yang berada di Singapura kembali ke RI tahun 1967.
Pemberontakan
Permesta di Sulawesi
0 komentar: