Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok Sebelum BPUPKI dibentuk,
pada 16 Mei 1945 diadakan Kongres Pemuda Seluruh Jawa di Bandung. Prakarsanya
adalah Angkatan Moeda Indonesia. Pesertanya utusan pemuda, pelajar dan
mahasiswa seluruh Jawa. Kongres menyerukan seluruh pemuda untuk bersatu dan
bersiap melaksanakan proklamasi kemerdekaan.
Kongres menghasilkan dua resolusi:
- Semua golongan Indonesia, terutama golongan pemuda, dipersatukan di bawah pimpinan nasional.
- Mempercepat pelaksanaan proklamasi kemerdekaan.
Walaupun demikian, kongres pun menyatakan dukungan kerjasama erat dengan
pemerntah Jepang dalam usaha mencapai kemenangan akhir. Pernyataan ini tidak
memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti utusan dari Jakarta yang
dipimpin oleh Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka
menyiapkan gerakan pemuda yang lebih radikal melalui pertemuan rahasia pada 3
dan 15 Juni 1945. Pertemuan rahasia menghasilkan keputusan membentuk Gerakan
Angkatan Baroe Indonesia. Tujuan gerakan:
- Mencapai persatuan seluruh golongan masyarakat Indonesia
- Menanamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat
- Membentuk negara kesatuan Republik Indonesia.
- Mempersatukan Indonesia bahu membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan itu bermaksud untuk “mencapai kemerdekaan Indonesia dengan kekuatan sendiri”.
Para pemuda radikal dikutsertakan dalam Gerakan Rakyat Baru yang dibentuk
berdasarkan hasil sidang Cuo Sangi In. Tujuannya untuk mengobarkan semangat
cinta tanah air dan semangat perang. Susunan pengurus gerakan berjumlah 80
orang, terdiri dari penduduk asli Indonesia, bangsa Jepang, golongan Cina, Arab
dan peranakan Eropa.
Pada 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan, dan sebagai gantinya dibentuk PPKI
(Dokuritsu Junbi Inkai) yang dipimpin Ir. Sukarno (ketua), Drs. Moh. Hatta (
wakil ketua), dan Mr. Ahmad Subardjo ( penasehat). Anggota PPKI terdiri dari
perwakilan pulau-pulau:
- Perwakilan Pulau Jawa berjumlah 12 orang yaitu: Ir Sukarno, Drs. Moh Hatta, dr. Radjiman Wedioningrat, Oto Iskandardinata, Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr Sutarjdo Kartohadikusumo , R.P Suroso, Prof.Dr.Mr. Supomo, Abdul Kadir Purubojo.
- Perwakilan Pulau Sumatera berjumlah 3 orang, yaitu: dr Amir, Mr.Teuku Moh Hasan, Mr. Abdul Abas.
- Perwakilan Pulau Sulawesi berjumlah 2 orang, yaitu: Dr.G.S.S.J. Ratu Langie , Andi Pangeran.
- Perwakilan Pulau Kalimantan berjumlah 1 orang yaitu A.A. Hamidhan
- Perwakilan Sunda Kecil (Nusatenggara) berjumlah 1 orang: Mr. I Gusti Ketut Pudja
- Perwakilan Maluku berjumlah 1 orang: Mr. J. Latuharhary\
- Perwakilan golongan Cina berjumlah 1 orang: Drs Yap Tjwan Bing.
Anggota PPKI ditambah enam orang tanpa ijin pihak Jepang, yaitu:
Wiranatakusumah, Ki Hadjar Dewantara, Mr. kasman Singodimedjo, Sayuti Melik,
Iwa Kusumasumatri dan Ahmad Subardjo.
Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto menegaskan bahwa PPKI tidak hanya
dipilih oleh pejabat di lingkungan Tentara Keenambelas, tetapi juga oleh
Jenderal Besar Terauci yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh Asia
Tenggara. Dalam rangka pengangkatan PPKI itulah, Jenderal Besar Terauci
memanggil Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat ke
markas besarnya di Dalat, Vietnam Selatan. Ketiganya berangkat dari Jakarta pada
9 Agustus 1945 dan bertemu Terauci pada 12 Agustus 1945. Dalam pertemuan itu
Terauci menyampaikan keputuasan pemerintah Jepang untuk memberikan kemerdekaan,
dan menyerahkan pelaksanaannya kepada PPKI. Pada 14 Agustus 1945
ketiganya kembali ke tanah air dan tidak mengetahui bahwa pemerintah Jepang
sudah menyerah kalah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945.
Pada pukul 4 sore Sutan Syahrir menemui Hatta di rumahnya untuk
memberitahukan berita tentang kekalahan Jepang. Ia mendesak pelaksanaan
proklamasi secepatnya. Bung Hatta tidak dapat memenuhi permintaan Sutan Sjahrir
dan mengajaknya ke rumah Ir Sukarno. Sukarno menolak permintaan Sjahrir dan
menegaskan bahwa dirinya hanya bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan
setelah rapat PPKI. Pendirian Soekarno dan Hatta sangat berbeda dengan golongan
pemuda yang mendesak proklamasi kemerdekaan Indonesia secepatnya.
Golongan pemuda mengadakan rapat di Lembaga Bakteriologi jalan Pegangsaan
Timur, Jakarta pada 15 Agustus 1945 pukul 20.00 WIB. Rapat yang dipimpin
Chairul Saleh ini menghasilkan keputusan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak
dan urusan rakyat Indonesia sendiri sehingga tidak dapat digantungkan kepada
orang atau kerajaan lain.
Wikana dan Darwis mendapat tugas menyampaikan keputusan tersebut kepada
Sukarno. Malam itu juga jam 22.30 keduanya bertemu Sukarno di kediamannya,
Jalan pegangsaan Timur, No. 56 Jakarta. Mereka terlibat dalam perdebatan yang
dihadiri para tokoh golongan tua seperti: Drs. Moh. Hatta, dr. Buntaran, dr.
Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Iwa Kusumasumantri.
Sekitar pukul 12.00 kedua utusan meninggalkan rumah Sukarno dengan
diliputi perasaan kesal. Mereka memberitahukan penolakan golongan tua untuk
segera memproklamasikan kemerdekaan. Dalam rapat, golongan pemuda memutuskan
untuk mengamankan Sukarno dan Hatta ke luar kota Jakarta. Shudanco Singgih
mendapatkan kepercayaan melaksanakan rencana tersebut dengan bantuan Cudanco
Latief Hendraningrat yang sedang menggantikan Daidanco Kasman Singodimedjo
karena bertugas ke Bandung. Pada pagi hari 16 Agustus 1945 mereka membawa
Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok, sebuah kota kawedanan di pantai utara
Kabupaten Karawang.
Sementara itu di Jakarta para anggota PPKI bersiap rapat pada 16 Agustus
di gedung Pejambon 2. Ahmad Subardjo menanyakan keberadaan Sukarno dan Hatta kepada
Wikana yang memberitahu bahwa Sukarno dan Hatta berada di Rengasdengklok.
0 komentar: