Sejarah Pengembalian Irian Barat
Sejarah Pengembalian Irian Barat - Hasil dari Konferensi
Meja Bundar ( KMB ) dengan cara tegas sudah diputuskan bahwa msumberah Irian
Barat bakal dibahas setahun seusai KMB ditandatangani, tetapi pada kenyataannya
Belanda tetap merasa berat bahkan terlihat ingin tetap menjadikan Irian barat
sebagai bagian dari negara Belanda ( dekolonisasi) . Bahkan Belanda dengan cara
terang- terangan pada tahun 1953 dalam forum PBB mengemukakan niatnya untuk
membentuk “ Negara Papua “ yang lepas dari Indonesia . Usaha licik Belanda
tersebut sukses digagalkan oleh Indonesia .
Menanggapi gelagat yang tak baik dari pihak Belanda terhadap
msumberah Irian Barat ini , maka pada tahun 1954 pemerintah Indonesia
membatalkan kesepakatan Uni Indonesia – Belanda , sebab dirasakan tak berguna
bagi Indonesia. Dilanjutkan pada tahun 1956 pihak Indonesia menyebutkan
pembatalan hasil KMB, sebab dikualitas
Belanda tak menepati putusan mengenai Irian Barat. Perbuatan Indonesia sebagai
reaksi atas sikap Belanda dalam menyelesaikan msumberah Irian Barat ini semakin
berlanjut dalam bentuk :perjuangan
melewati jalur diplomasi maupun dengan perjuangan fisik .
Perjuangan diplomasi
Pemerintah Indonesia
dalam usaha pembebasan Irian Barat
dengan jalur diplomasi alias menempuh penyelesaian dengan jalan damai,
diantaranya merupakan sebagai berikut :
- Pembatalan perundingan KMB : Pada tanggal 3 Mei 1956 Indonesia membatalkan hasil hubungan dengan Belanda berdasarkan perundingan KMB yang diperbuat dengan cara sepihak oleh Indonesia dengan dikeluarkannya Undang- undang Nomor : 13 tahun 1956
- Pembentukan Provinsi Irian Barat : Pada tanggal 17 Agustus 1956 diadakan pembahasan mengenai pembentukan pemerintahan sementara Irian Barat , yang pelantikannya dilaksanakan pada tanggal 23 September 1956 . Pemerintahan sementara Irian Barat berpusat di Soa Siu, di Pulau Tidore . Pemangku jabatan oleh Zainal Abidin Syah, sultan Tidore.
- Konferensi Asia – Afrika: Konferensi Asia – Afrika yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18 s.d. 24 April 1955 dihadiri 29 negara , antara lain menghasilkan dukungan terhadap Indonesia untuk merebut kembali Irian Barat dari kekuasaan Belanda.
- Perjuangan diplomasi di forum PBB : Kelompok informal yang anggotanya dari negara- negara Asia – Afrika mempunyai pengaruh lumayan kuat di PBB. Faktor ini dikegunaaankan oleh Ali Sastroamidjojo yang saat itu sebagai perdana menteri ( kabinet Ali ) , untuk mencari penyelesaian msumberah Irian Barat di PBB
- Pada tahun 1961 melewati sidang Majelis Umum PBB , msumberah Irian Barat diperdebatkan . Pada saat itu Sekjend PBB : U Than meminta terhadap seorang diplomat Amerika Serikat : Eisenhower Bunker untuk mengajukan usul mengenai penyelesaian msumberah Irian Barat, yang kemudian dikenal dengan istilah “ Usul Bunker “. Isi usul Bunker merupakan supaya Belanda menyerahkan Irian Barat terhadap RI dalam jangka waktu 2 tahun dengan perantaraan PBB. Pemerintah RI menerima usul tsb tetapi meminta supaya waktunya diperpendek , sedangkan pemerintah Belanda menyebutkan bakal melepaskan Irian untuk ditempatkan dibawah perwakilan ( Trusteeship) PBB serta membentuk “ Negara Papua “ Pasti saja usulan Belanda ini ditolak mentah- mentah oleh Indonesia .
Perjuangan dengan
konfrontasi politik serta ekonomi
Sebagai langkah awal
dalam melaksanakan konfrontasi ini pada tahun 1957 dibentuklah Front Nasional
Pembebasan Irian Barat , yang mengadakan aksi- aksi pembebasan Irian Barat yang
dilancarkan di seluruh tanah air.
Konfrontasi politik :
- Pada tanggal 5 Desember 1957 pemerintah Indonesia menghentikan kegiatan konsuler Belanda di Indonesia.
- Pada tanggal 17 Agustus 1960 dalam peringatan proklamasi kemerdekaan RI, presiden Soekarno memberi tau pidato yang berjudul : “ Jalannya Revolusi Kami Bagaikan Malaikat Turun dari Langit ( JAREK ) “, sekaligus menandai pemutusan hubungan diplomatik Indonesia – Belanda , sebagai tasumsi RI atas sikap penerintah Belanda yang menolak penyelesaian dengan cara damai.
- Untuk mendukung konfrontasi militer di bulan Desember 1960 pemerintah mengirimkan misi ke Uni Sovyet dipimpin oleh A.H. Nasution yang menjabat menteri keamanan nasional , untuk membeli persenjataan serta peralatan perang lainnya .
- Pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di Yogyakarta presiden Soekarno mengadakan pembahasan mengenai perjuangan pengembalian Irian Barat dengan perjuangan senjata . Faktor itu dikenal dengan nama Tri Komando Rakyat alias Tipsora yang berisi : Gagalkan pembentukan negara Papua buatan kolonial Belanda; Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah ai Indonesia; Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan serta kesatuan tanah air Indonesia
Konfrontasi ekonomi :
- Untuk menekan pihak Belanda supaya melepaskan kekuasaannya di Irian Barat , pemerintah RI yang didukung segenap rakyat Indonesia mengadakan konfrontasi bidang ekonomi dalam bentuk :
- Pemogokan buruh : Pada tanggal 18 November 1957 , diselenggarakan rapat umum rakyat Jakarta yang intinya menuntut pembebasan Irian Barat dari belenggu Belanda. Aksi ini disertai dengan pemogokan buruh pada semua perusahaan Belanda yang ada di Jakarta
- Pada tanggal 2 Desember 1957 , pemerintah Indonesia melarang beredarnya film- film Belanda di Indonesia.,dan melarang perusahaan angkutan laut Belanda berlabuh di Jakarta
- Pada tahun 1958 pemerintah Indonesia mengeluarkan PP No 23 tahun 1958 mengenai pengambilalihan modal serta perusahaan Belanda di Indonesia . Beberapa perusahaan Belanda yang diambil alih pemerintah RI antara lain : Nederlandsche Handel Maatschappij NV , di bulan Desember 1957 , yang saat ini menjadi Bank Dagang Negara; Bank Escomto , pada tanggal 9 Desember 1957; Percetakan De Unie , di bulan Desember 1957 dan Perusahaan Phillips serta KLM di bulan Desember 1957
Tri Komando Rakyat
Langkah- langkah yang
diambil pemerintah RI dalam melaksanakan Tipsora tersebut merupakan membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian
Barat pada tanggal 2 Januari 1962 ,
dengan tugas :
- Merencanakan , mempersiapkan serta menyelenggarakan operasi- operasi militer dengan tujuan mengembalikan wilayah provinsi Irian Barat kedalam kekuasaan negara Republik Indonesia
- Mengembangkan situasi militer di wilayah provinsi Irian Barat sesuai dengan taraf – taraf perjuangan di bidang diplomasi Berusaha supaya dalam waktu yang sesingkat- singkatnya di wilayah provinsi Irian Barat dengan cara de facto diciptakan daerah- daerah yang diduduki unsur- unsur kekuasaan / pemerintah RI.
- Bertindak sebagai panglima komando Tipsora merupakan Mayjend Soeharto, wakil I : panglima Kol. Laut Subono , wakil II : panglima Kol. Udara : Leo Watimena serta sebagai Ka Staf Perpaduan merupakan Kol. Achmad Taher .
Dalam menjalankan tugasnya komando Mandala melancarkan
operasi- operasi pembebasan Irian Barat dalam tiga fase :
Fase pertama merupakan fase Infiltrasi dilaksanakan hingga akhir tahun 1962 . Fase
ini berupa memasukkan kompi- kompi ke kurang lebih target tertentu untuk menciptakan daerah bebas de
facto. Pada bagian inilah pada
tanggal 15 Januari 1962 gugur Komodor
Yos Sudarso , kapten Wiratno serta kapal
RI Macan Tutul di perairan laut Aru . Oleh sebab itu untuk mengenang momen tsb
setiap tanggal 15 Januari diperingati
sebagai hari Bahari TNI Angkatan Laut.
Melewati fase infiltrasi ini sukses mendaratkan pasukan TNI
serta para sukarelawan di beberapa tempat di Irian Barat . Nama operasi yang
dilancarkan dalam fase infiltrasi ini
merupakan :
- Operasi Banteng di Fakfak serta Kaimana
- Operasi Srigala di kurang lebih Sorong serta Teminabaun
- Operasi Naga di Merauke
- Operasi Jatayu di Sorong , Kaimana serta Merauke
Fase kedua, disebut fase
Eksploitasi , dimulai awal tahun
1963 dengan mengadakan serangan terbuka
terhadap induk militer lawan,
serta menduduki pos- pos pertahanan musuh paling penting. Melewati operasi
Jayawijaya , angkatan laut Mandala dibawah ceo kolonel Sudomo membentuk
Angkatan Tugas Amphibi 17 .
Pada masa perebutan Irian Barat inilah dikenal tokoh
sukarelawati : Herlina , yang sangat gigih serta gencar dalam meperbuat
serangan- serangan menyusup ke daerah pedalaman Irian Barat . Atas nama
pemerintah RI, presiden Soekarno
menganugerahkan “ Pending Emas “ terhadap Herlina atas jasa- jasanya
tsb.
Fase ketiga , yaitu fase Konsolidasi , dilaksanakan awal
tahun 1964 dengan tujuan menegakkan kekuasaan RI dengan cara utama di seluruh
Irian Barat.
Persetujuan New York
Pada tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani persetujuan
antara Indonesia serta Belanda di Markas Besar PBB di New York , yang kemudian
dikenal dengan Persetujuan New York.
Adapun isi perjanjian New York antara lain :
- Mulai tanggal 1 Oktober 1962 kekuasaan Belanda atas Irian Barat beres : Untuk selanjutnya Irian Barat dikuasai oleh pemerintah sementara PBB yang disebut UNTEA ( United Nations Temporary Execative Auyhority ) . Sejak itulah bendera Belanda diturunkan diganti dengan bendera PBB
- Mulai tanggal 1 Oktober 1962 hingga dengan 1 Mei 1963 Irian Barat berada dibawah kekuasaan PBB : Pemerintahan sementara PBB ( UNTEA) berada dibawah ceo Jalal Abdoh dari Iran , sedangkan sebagai gubernur Irian Barat yang petama merupakan E.J. Bonay, putra orisinil Irian Barat. Untuk menjamin keamanan di Irian Barat PBB membentukUnited Nations Security Forces ( UNSF ) dibawah ceo Brigadir Jenderal Said Uddin Khan dari Pakistan . Dengan cara berangsur- angsur angkatan perang Belanda dipulangkan serta sebagian ditempatkan dibawah pengawasan PBB serta tak diperbolehkan untuk kegiatan operasi militer. Antara Irian Barat serta daerah Indonesia lainnya berlaku lalu lintas bebas .
- Mulai tanggal 31 Desember 1962 bendera merah putih berkibar disamping bendera PBB
- Pada tanggal 1 Mei 1963 dengan cara resmi PBB menyerahkan Irian Barat terhadap pemerintah RI
- Sebagai bagian dari Persetujuan New York Indonesia menerima keharusan untuk mengadakan “ Penentuan Pendapat Rakyat “ ( Ascertainment of the wishes of the people ) alias dikenal dengan istilah PEPERA , di Irian Barat sebelum akhir tahun 1969 . Dengan ketentuan bahwa kedua belah pihak : Belanda – Indonesia bakal menerima keputusan hasil penentuan pendapat rakyat Irian Barat tersebut.
Pengertian penting
Penentuan pendapat rakyat ( Pepera )
Sebagai tindak lanjut
pelaksanaan Persetujuan New York yang sudah ditandatangani pihak Belanda –
Indonesia, maka sebelum akhir tahun 1969
diselenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat ( Pepera) yang dilaksanakan dalam tiga bagian :
- Bagian pertama , dilaksanakan pada tanggal 24 Maret 1969 , berupa konsultasi dengan dewan- dewan kabupaten di Jayapura mengenai tata tutorial pelaksanaan Pepera.
- Bagian kedua : dilaksanakan pemilihan anggota Dewan Musyawarah Pepera. Kegiatan ini sukses memilih 1.026 anggota ( 983 laki- laki, 43 perempuan ) dari delapan kabupaten di Irian Barat. Kegiatan ini beres di bulan Juni 1969
- Bagian Ketiga : pelaksanaan Pepera yang berjalan di kabupaten- kabupaten , mulai tanggal 14 Juli 1969 di Merauke serta beres tanggal 4 Agustus 1969 di Jayapura .Pelaksanaan Pepera tersebut disaksikan oleh utusan PBB, utusan Belanda serta utusan Australia.
Dari pelaksanaan Pepera tersebut hasilnya menunjukkan bahwa
rakyat Irian Barat ingin tetap bersatu dengan Republik Indonesia , serta
Belanda dengan rela menerima kenyataan itu.
Hasil- hasil Pepera
tersebut dibawa ke sidang umum PBB
oleh Ortis Sanz, duta besar PBB
yang menyaksikan dengan cara langsung setiap bagian pelaksanaan Pepera tsb.
Pada tanggal 19 November 1969 dalam Sidang Umum Dewan
Keamanan PBB ke- 24 menyetujui resolusi
Belanda , Muangthai, Malaysia, Belgia, Luxemburg serta Indonesia ,
menerima hasil- hasil Pepera yang sudah dilaksanakan sesuai dengan jiwa
serta isi Persetujuan New York.
0 komentar: